Tribunners / Citizen Journalism
Kebencian SARA pada Usia Dini : Alarm Merah untuk Pendidikan Kita
Kasus ini manifestasi nyata dari benih-benih kebencian SARA yang telah menjangkiti pikiran anak-anak usia dini, bahkan berani melakukan kekerasan
Editor:
Eko Sutriyanto
Oleh : Makmur Sianipar, Ketua Umum Perkumpulan Masyarakat Teolog Indonesia (PEMASTI), Senior Fellow Research Institute for Ethical Business and Political Leadership Development (Rebuild)
TRIBUNNERS - Tragedi yang terjadi di Indragiri Hulu, Riau, di mana seorang anak kelas 2 SD meninggal dunia setelah diduga menjadi korban bullying bermotif SARA oleh lima kakak kelasnya, merupakan tamparan keras bagi dunia pendidikan dan masyarakat Indonesia.
Ironis dan memilukan, sebab kebencian yang biasanya diasosiasikan dengan kelompok dewasa kini telah menjangkiti usia yang bahkan belum baligh secara psikologis dan sosial.
Peristiwa di Indragiri Hulu merupakan alarm merah untuk pendidikan kita. Kasus ini merupakan manifestasi nyata dari benih-benih kebencian SARA yang telah menjangkiti pikiran anak-anak usia dini, bahkan hingga berani melakukan tindakan kekerasan.
Sebuah paradoks memilukan di tengah upaya kita membangun masyarakat yang harmonis dan toleran. Jauh sebelumnya, beberapa tahun yang lalu, beredar video yang menunjukkan bagaimana ajaran kebencian disisipkan dalam pendidikan usia dini.
Namun, publik tidak mendengar respons atau tindakan konkret dari pemerintah terhadap sekolah yang menyebarkan ajaran berbahaya ini.
Baca juga: Siswi SMP di Cirebon Jadi Korban Bullying, Orang Tua Korban Minta Pelaku Dikeluarkan dari Sekolah
Cermin Retak Perilaku Kebencian
Dalam perspektif Social Learning Theory Albert Bandura (1977), sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam konteks sosial melalui pengamatan, imitasi, dan pemodelan.
Artinya, anak-anak tidak hanya belajar dari pengalaman langsung mereka, tetapi juga dari mengamati perilaku orang lain. Anak-anak mengamati perilaku orang dewasa atau figur otoritatif di sekitar mereka, baik di rumah, sekolah, maupun media, lalu menirunya, terutama jika perilaku itu tidak mendapat sanksi atau bahkan diberi ganjaran.
Dalam konteks kasus Indragiri Hulu, perilaku kebencian SARA yang "menjangkiti" anak-anak ini mungkin terjadi karena mengamati atau terekspos pada perilaku dan narasi yang bias atau diskriminatif dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan ini bisa berupa lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial yang lebih luas.
Dalam lingkungan keluarga, orang tua adalah figur pertama yang membentuk pandangan dunia anak. Jika orang tua menunjukkan atau mengajarkan sikap diskriminatif berdasarkan SARA, baik secara verbal maupun non-verbal, anak-anak akan menyerapnya.
Dalam kasus ini, penting untuk menelusuri apakah orang tua pelaku memiliki pandangan atau ajaran yang bias secara rasial yang kemudian ditularkan kepada anak-anak mereka.
Demikian halnya dengan lingkungan sekolah. Sekolah seharusnya menjadi benteng toleransi dan keragaman. Namun, jika ada guru atau staf pengajar yang secara sengaja atau tidak sengaja menyisipkan ajaran kebencian SARA, atau jika lingkungan sekolah gagal menangani insiden diskriminasi, maka sekolah justru menjadi sarana transmisi kebencian.
Lebih jauh, jika di sekolah terdapat pembiaran terhadap praktik-praktik diskriminatif atau perundungan yang berdasar SARA, hal itu akan dipersepsikan oleh anak-anak sebagai sesuatu yang "normal" atau "dapat diterima".
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Wakapolres Cilacap Ungkap Kondisi 2 Tersangka Perundungan Siswa SMP |
![]() |
---|
Korban Bullying di SMPN 2 Cilacap Alami Patah Tulang Rusuk |
![]() |
---|
Korban Perundungan di Cilacap Alami Patah Tulang Rusuk, Kini Jalani Operasi dan Dirawat Intensif |
![]() |
---|
Korban Perundungan Siswa SMP di Cilacap Alami Patah Tulang Rusuk hingga Abses Urat Syaraf Leher |
![]() |
---|
Siswa SMP di Cilacap yang Alami Bullying Kini Dadanya Sesak, Pelaku Terancam 3 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.