Tribunners / Citizen Journalism
Multikrisis Menghantui Indonesia
Aneka isu tampaknya tidak boleh dianggap remeh, terutama oleh para penguasa yang sedang mendapat kesempatan
Ini menambah deretan ketegangan sosial terutama di daerah Papua dan sekitarnya. Negara wajib hadir agar anak-anak didik, guru, dan para pemangku kepentingan di bidang pendidikan dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik.
Pengesahan UU TNI yang mengabaikan suara-suara kritis dari kalangan sipil semata-mata ingin “berbagi” posisi pada jabatan sipil memperparah keadaan yang digambarkan seolah hendak kembali ke rezim otoritarianisme, militeristik seperti di masa Orde Baru.
Suara-suara kritis para aktivis dan cendekiawan hanya dianggap omong-omong belaka, bagaikan anjing menggonggong kafilah berlalu.
Kekuasaan seolah berpusat pada penguasa tunggal, yaitu sang Presiden.
Teror kembali dipertontonkan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang gemar mengkritisi kebijakan Pemerintah.
Baca juga: Kemhan Tegaskan Pertahanan Siber yang Dilakukan TNI Bukan Untuk Memata-matai Masyarakat
Kita tentu mengapresiasi hal-hal yang baik seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG), tapi kiranya hal tersebut tidak sekadar dijadikan pemanis program.
Dalam kenyataan di lapangan, program MBG masih sangat dirasakan serba minimalis, baik menu, lambatnya pendistribusian, maupun target sasaran yang baru 2,05 juta orang dari target 82,9 juta orang (Tempo, 17 Maret 2025).
Terkait dengan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah, hal ini menambah daftar keluhan bagi pengusaha, terutama di sektor pariwisata dan transportasi.
Jumlah hunian hotel dan perhelatan aneka kegiatan di hotel turut menurun.
Menurut Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), okupansi hotel turun antara 20–40 persen, dan ini juga mengancam terjadinya PHK di sektor perhotelan.
Kemiskinan juga masih nampak di mana-mana, baik di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan maupun di kota-kota kecil dan pelosok daerah lainnya.
Menurut data BPS, kemiskinan pada September 2024 adalah sebesar 24,06 juta orang, tetapi bila menurut fenomena gunung es, pastilah jumlah kemiskinan itu jauh lebih besar.
Manakala penguasa tidak cerdas dalam menjalankan aneka kebijakan, maka tidak tertutup kemungkinan kemiskinan akan jauh lebih besar.
Apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah saat ini dan dianggap baik tentu kita berikan apresiasi yang tinggi.
Tetapi kerja aparatur negara tidak boleh hanya berhenti di permukaan, sekadar pemberitaan yang menghebohkan masyarakat namun tidak diselesaikan secara tuntas.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Stimulus Rp200 triliun Bisa Dongkrak Ekonomi RI, Pakar: Harus Tepat Sasaran |
![]() |
---|
Tim Reformasi Polri Digeber Pekan Ini, Ini Alasan Prabowo Bergerak Cepat |
![]() |
---|
Gantikan Ipar Haji Isam Sulaiman Umar, Rohmat Marzuki Bendahara Gerindra Jateng Jadi Wamenhut |
![]() |
---|
Teka-teki Menghilangnya Wapres Gibran saat Pelantikan Menteri Terjawab |
![]() |
---|
Baru Jadi Menpora, Erick Thohir Canda: Bulutangkis dan Renang Lagi Biar Badan Kurus |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.