Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Harapan Systemic Recovery Garuda Indonesia dengan Kepemimpinan yang Baru

Keberadaan operator transportasi udara tidak hanya berfungsi sebagai "penghubung" dan "penyambung" antarpulau di Nusantara

Editor: Eko Sutriyanto
Tribunnews.com/Hendra Gunawan
Pesawat Garuda indonesia mengangkasa di Bandara Seokarno Hatta, Cengkareng 

Ketiga, masalah pelik yang mendera Garuda Indonesia selama ini bisa dikatakan masih jauh dari penyelesaiannya yang diharapkan oleh pemegang saham maupun dari persepsi publik.

Kinerja finansial korporasi yang masih sangat fluktuatif (baca: volatil), menghadirkan momok dan ancaman domino effect yang tak kalah mengerikannya. Sebutlah misalnya, tuntutan pailit melalui PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) atas garuda selama beberapa kali dalam rentang beberapa tahun terakhir - menyiratkan permasalahan fundamental keuangan yang kronik.

Baca juga: Garuda Indonesia Buka Lowongan Kerja Pramugari, Cek Syaratnya

Termasuk di antara penuntut ini adalah para pemilik asset pesawat (lessor) yang tentunya memiliki kewenangan dan pengaruh tertentu atas penguasaan asset yang bisa dioperasionalkan.

Meskipun PKPU terakhir selalu berakhir dengan damai, namun sejatinya ini bukan berarti masalah kronik dan beban moneter perusahaan terselesaikan begitu saja. Telah berulang kali Garuda harus melalui proses "lolos dari lubang jarum", dengan sebagian besar di antaranya adalah hasil dari intervensi dan dukungan dari pemerintah (Penyertaan Modal Dalam Negeri).

Dalam 5 tahun terakhir, nilai saham Garuda yang diperdagangkan pada pasar saham telah merosot tajam hingga ~89 persen. Dan dalam setahun ini, nilai saham yang sama kembali menyusut sekira 36 persen. Potret kinerja keuangan dari sisi trend pertumbuhan revenue, net income, dan EBITDA maupun net profit margin (NPM) masih menunjukkan ketidakstabilan jika dilihat dari periode 5 tahun terakhir.

Hal ini bisa jadi mengindikasikan ketidakpastian (uncertainty) kinerja, inefisiensi maupun inefektivitas strategi operasional, juga ambiguitas langkah konkrit pemulihan korporasi. Untuk juga dicatat, rasio hutang terhadap ekuitas (debt- to-equity ratio) Garuda saat ini sudah mencapai kisaran 6x lipat, jauh melebihi 'batas aman' dan jauh di atas rasio yang sama untuk maskapai tetangga dari negeri jiran (semisal Malaysia Airlines, AirAsia, ataupun Singapore Airlines).

Dari 2 tahun terakhir, pemerintah melalui kemeneg BUMN telah mengkaji opsi-opsi penyelamatan Garuda dan kemudian memutuskan untuk mencairkan pendanaan untuk menunjang keberlangsungan operasional Garuda sebesar 7+ trilyun rupiah (dari total kebutuhan 13 sekian trilyun), sementara total liabilitas - merujuk $ katadata.co.id$ - yang mesti ditanggung oleh Garuda hingga periode kuartal III tahun 2024 ini ialah sekira 125 trilyun rupiah.

Sederhananya, apabila seluruh aset Garuda yang ada saat ini di-uang-kan untuk menutupi dan melunasi beban total liabilitas yang ada tersebut, maka masih tersisa beban tanggungan Rp22,3 triliun rupiah beban belum terbayarkan. Bahkan jika seluruh saham garuda juga dipertukarkan, maka masih tersisa sebesar Rp17 triliun rupiah beban hutang yang masih belum mampu terlunaskan! Begitulah kira-kira gambaran dan skala perbandingan yang melingkupi denyut-nadi Garuda Indonesia saat ini...

Menatap Ke Depan - Menanti Kepak Sayap Garuda di Bawah Nahkoda Barunya

Sejatinya, domain transportasi udara merupakan sektor industri yang sangat strategis dan merupakan enabler penting bagi perkembangan dan kemajuan ekonomi serta kemandirian suatu bangsa.

Tentunya, peran aktif, koordinatif dan sinergis kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan (operator, regulator, pelaku industri, anggota ekosistem lainnya) sangat dibutuhkan agar koeksistensi yang ada dapat berbuah manis dan buah tersebut dapat dinikmati kebaikannya oleh masyarakat luas.

Selain itu, industri airline (maskapai) sebagai bagian penyusun penting dari kelompok industri transportasi udara tersebut merupakan industri yang sangat unik (kecenderungannya jauh berbeda dari industri lainnya), amat kompleks, dan bersifat sangat dinamis sekaligus menantang. Industri dan bisnis maskapai ini adalah bisnis yang sehari-hari berurusan dengan ketidakpastian, irregularities, disrupsi dan juga sangat wajar mengalami kerugian.

Anekdot Sir Richard Branson yang mengatakan bahwa, "kalau Anda ingin menjadi jutawan, maka ambillah modal milyaran dan investasikan modal itu ke dalam bisnis Airline" adalah kenyataan pahit meski menggelikan.

Oleh karena itu, kayuh biduk dan arah orientasi maskapai nasional kebanggaan Indonesia ini mestilah dilakukan secara cermat, tepat akurat, dan gesit (agile). Dan, yang tak boleh dilupa juga alpa, bisnis airline hakikatnya adalah bergantung pada "human factor", sisi (ke)manusia(an) dan bagaimana himpunan liveware ini (komisaris, direksi, manajemen, personil pelaksana) mampu bersinergi dalam harmoni dan beraksi laksana - tidak hanya satu komando - tetapi satu hati!

Masih terlalu dini untuk membuat penilaian, perkiraan maupun analisa kritis dan tajam mengenai pemulihan kinerja keuangan, operasional dan taktis manajemen lainnya di titik ini.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved