Minggu, 5 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Squid Game dan Percaturan Kehidupan

Drakor “Squid Game” masih ramah dibicarakan, bahkan menjadi trending topic kembali hari-hari ini.

dok.
Di Store IUIGA, perayaan Halloween ditandai dengan penampilan staf toko dengan kostum Squid Game. 

Salah satu permainan sederhana yang menurut saya justru puncak pertempuran yang sebenarnya terjadi pada permainan kelereng. Kakek tua bernomor punggung 001 kembali menunjukkan kebeningan mata hatinya di tengah fisiknya yang renta dihajar demensia.

Karena tua, dia tidak dilirik siapa pun saat panitia meminta peserta mencari pasangan.

Peserta terakhir—nomor punggu 456 sekaligus pemeran utama drakor ini—bukan saja bersahabat dengan sang kakek, tetapi juga bersimpati dan memilih kakek ini sebagai pasangannya.

Dia begitu hepi saat tahu bahwa permainan berikutnya adalah bermain kelereng. Kegembiraan yang tidak berlangsung lama karena wajahnya langsung pias saat tahu bahwa mereka harus bermain satu lawan satu dan yang kalah akan tereliminasi.

Orang yang tampak bersahabat, tiba-tiba saja bisa mengatur strategi jahat saat diperhadapkan antara hidup dan mati. Dengan memanfaatkan kepikunan kakek itu, dia berhasil memenangkan pertandingan itu.

Eit, nanti dulu. Ternyata si kakek masih punya satu kelereng, padahal untuk lolos, dia harus memenangkan sepuluh kelereng milik sang kakek. Tanpa diduga, kakek yang tahu kalau dirinya dikadali, justru memberikan kelereng terakhir itu kepadanya.

“Apakah Anda masih mempercayai orang setelah melalui semua ini?” adalah ucapannya inspiratif.  “Melakukan sesuatu jelas lebih menyenangkan ketimbang sekadar menonton,” ujarnya lagi.  Bagi kakek, meskipun hidup itu hanya sekali, harus berarti.

Di pertandingan kelereng ini juga kita bisa belajar dari gadis yang sengaja mengalah karena dia tidak punya apa-apa di luar sana dan tidak ada alasan untuk tetap ada. Dia memilih untuk mengalah kepada seorang wanita yang masih punya adik di panti asuhan dan ibu yang ada di Korut yang harus dia rebut.

Cumi-cumi: hidup berarti setelah itu  mati

Permainan terakhir di Squid Game ya Squid Game. Ojingeo Gameo—nama aslinya dalam bahasa Korea—pemain yang tinggal dua berhadapan langsung di lapangan bergambar mirip cumi-cumi.

Siapa yang berhasil lewat? Siapa yang habis terbabat? Hanya ada satu pemenang di sini sehingga terjadilah pertarungan sengit sampai mati. Ya. Untuk hidup, kita harus membuat nyala lilin lawan kita redup.

Di dalam hidup ini, bukankah kita pun pada akhirnya akan mati? Namun, pertanyaan yang seharusnya kita ulik ke hati kita sendiri, apa mati begitu saja? Bait kedua puisi Chairil Anwar menyodok sampai ke hati: “Sekali berarti sesudah itu mati.”

Jadi, hidup itu harus berarti! John Ortberg di dalam buku legendarisnya When the Game is Over, It All Goes Back in the Box menulis pesan indah.

Apa pun yang kita lakukan dan bagaimanapun perjuangan kita menghadapi kehidupan, kita pada akhirnya akan masuk ‘peti’ juga. Ortberg memakai ilustrasi catur untuk menggarisbawahi pesannya.

Di dalam Squid Game, kontestan yang tersingkir akan dimasukkan ke dalam peti dengan dua tujuan: dikremasi atau diambil organnya.

Apakah kita hidup hanya untuk berkompetisi atau berkolaborasi? Raison d’etre. Hidup harus punya alasan dan tujuan.  Tanpa keduanya, apa yang kita harapkan dalam permainan kehidupan?

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved