Minggu, 5 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Kontribusi KH. Imam Jazuli, Menyatukan Tradisi Pesantren, Seni dan Film

Saya mengenal Kyai Imam sebagai pengusaha bidang penerbitan, travel dan konsultan pendidikan yang sukses

Editor: Husein Sanusi
Istimewa
KH. Imam Jazuli, Lc. MA, alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. 

Kontribusi KH. Imam Jazuli, Menyatukan Tradisi Pesantren, Seni dan Film

Oleh: Salamun Ali Mafaz*

Sekitar tahun 2012 saya bertemu Kyai Imam, persisnya di kediaman sutradara Hanung Bramantyo. Saat itu saya, Mas Hanung, dan Agus Kuncoro sedang ngobrol santai, setelah itu datanglah Kyai Imam bersama Aguk Irawan yang sudah janjian untuk bersilaturahmi. Tentu saja pertemuan itu membawa berkah tersendiri untuk menyatukan gagasan, pikiran dan arah jalan dakwah film ke dunia pesantren. Pertemuan saya, Kyai Imam dan Mas Hanung bukan yang terakhir kalinya, pertemuan selanjutnya terjadi di Dapur Film kantor studio Mas Hanung. Sembari menikmati makan malam di samping kolam renang, saat itu berdiskusi perihal fikih, sejarah, dan perfileman.

Saya mengenal Kyai Imam sebagai pengusaha bidang penerbitan, travel dan konsultan pendidikan yang sukses, karena itulah sejak pertama kali berkenalan saya langsung cocok, selain memang dari latar belakang yang sama yaitu dunia pesantren, dari daerah yang sama Cirebon, juga kesamaan arah tujuan bisnisnya. Baru berkenalan dengan beliau, sikap penghormatan kepada sesama menjadi alasan kuat saya terus menjalin persahabatan hingga saat ini.

Dulu pada saat di Jakarta saya bersama beliau terbiasa bertemu pagi sekitar pukul 09.00 dan pulang terkadang sampai larut malam sekitar pukul 24.00, sepanjang jalan bersama beliau inilah saya kerap kali dijamu makan di tempat-tempat ternama dan pulang masih diberi bingkisan. Selama di Jakarta inilah saya juga mengenal beliau sebagai pribadi yang lues bergaul dengan siapa saja, dari latar belakang manapun, baik dari kalangan politisi, pengusaha, tokoh agama, seniman, budayawan dan kalangan artis-artis beliau selalu care meyambut baik.

Sikap Kyai Imam ini mengingatkan saya kepada ungkapan Ali bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa “dia yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudara dalam kemanusiaan.” Ruh ajaran pesantren tertanam kuat meskipun berada di kota Jakarta yang dikenal kehidupan orangnya masing-masing. Saya pribadi merasakan susah memang mencari orang seperti beliau di tengah-tengah kota Jakarta yang manusianya saling berlomba sendiri memenuhi tuntutan dan nafsu duniawinya.

Setelah itu beliau pulang kampung ke Cirebon mendirikan SMK Broadcast Pertelevisian dan Perfileman Bina Insan Mulia. Sesekali saya masih berkunjung ke beliau pada awal-awal perintisannya, tidak mudah memang menyatukan tradisi pesantren dengan seni dan film di tengah-tengah masyarakat kampung yang jauh dari kehidupan orang modern. Tetapi berkat perjuangan Kyai Imam, daerah Cisaat Dukupuntang yang terbentang sawah dan pegunungan berhasil disulap menjadi daerah yang ramai dikunjungi banyak kalangan.

Keberadaan Pesantren Bina Insan Mulia sebagai wadah pemersatu banyak kalangan sebagai bentuk impelementasi nyata dari sikap Kyai Imam yang menghargai kreativitas kalangan manapun. Prinsip yang familiar di kalangan pesantren dan Nahdlatul Ulama, yakni Al muhafadzotu ala qadimi sholih, wal ahdzu bil jadidi al ashlah, mempertahankan tradisi masa lalu yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik, benar-benar diterapkan Kyai Imam dalam mengembangkan pesantren ini.

Tradisi pesantren yang lekat dengan keilmuan lslam dan kitab kuningnya menjadikan pesantren mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai tempat mendidik anak-anak mereka. Persoalan muncul ketika pesantren harus dihadapkan dengan dunia seni terlebih film yang dianggap masyarakat umum sebagai dunianya orang modern atau kebiasaan orang di luar pesantren. Pada persoalan inilah Kyai Imam berani mengambil jalan yang dianggap sebagian orang nyeleneh atau mainstream. Tetapi bagi kalangan lain terutama yang bergelut di bidang seni dan film, keberanian Kyai Imam menyatukan tradisi pesantren, seni dan film merupakan langkah maju yang patut diapresiasi.

Faktanya memang demikian, seni masih dianggap hal yang kontroversi di kalangan pesantren, terlebih film yang masih dianggap tabu. Hadirnya pesantren Bina Insan Mulia merupakan kontribusi besar Kyai Imam dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat. Berbagai macam pentas seni telah diselenggarakan di pesantren ini tanpa adanya sekat pemisah, kalangan seniman yang berambut gimbal, berambut merah dicat, bahkan bertato sekalipun diterima dengan baik oleh Kyai Imam. Bagi beliau tidak ada jaminan bagi kita menjadi orang yang lebih baik dari pada mereka yang kelihatannya bertampang seperti preman dan anak jalanan. Menurut hemat saya disinilah nyelenehnya Kyai Imam ini, beliau berani melawan arus dengan menerima semua kalangan hadir di pesantrennya.

Tentu saja yang lebih ekstrim lagi, Kyai Imam memberikan panggung kepada para seniman untuk tampil pada saat acara haul. Sebut saja seperti kelompok band indi rege Rumput Laut, penyanyi pop ternama Inka Christie, serta sejumlah penampilan lain dari musik shalawatan, rock, pop, sampai dangdutan. Tidak heran jika kita berkunjung ke pesantren Bina Insan Mulia ini kita akan menemukan santri-santri secara pikiran moderat, progresif tetapi secara perilaku tawadlu, menunjukan sikap hormat dan kesopanan.    

Kyai Imam ingin menunjukkan kepada khalayak pentingnya memegang teguh trilogi ukhuwah yaitu ukhuwah islamiyah, (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan setanah air) dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia) sebagai bentuk sikap keberagaman dan keberagamaan kita. Karena tujuan penting dari terciptanya ukhuwah tidak lain untuk kemaslahatan manusia yang bernaung pada prinsip pokok (al-kulliyât al-khams), yaitu hifz al-dîn (menjaga agama), hifz al-ʻaql (menjaga akal), hifzal-nafs (menjaga jiwa), hifz al-mâl (menjaga harta benda), dan hifz al-nasl (menjaga keturunan).

Kontribusi Kyai Imam untuk perfileman terlihat jelas bagaimana upaya beliau membuka pintu kepada para sineas untuk berbagi pengetahuan perfileman kepada santri-santrinya. Di pesantren Bina Insan Mulia film bisa diputar dan dinikmati oleh santri-santrinya, bahkan di setiap kamar santri terdapat televisi agar bisa dinikmati oleh santri tayangan-tayangannya. Kontribusi lain Kyai yang dikenal nyentrik dengan sarung dan baju putihnya nya ini kerap membawa santrinya untuk nonton film ke bioskop, bahkan setiap ada film religi yang sedang tayang, Kyai Imam mewajibkan seluruh santrinya untuk nonton.

Beberapa film yang diwajibkan untuk ditonton di bioskop seperti Sang Kyai, Surga Yang tak Dirindukan, 99 Cahaya di Langit Eropa, Ayat-Ayat Cinta dan film-film bertemakan religi lainnya. Tujuan lain diwajibkannya santri menonton film ini tidak lain karena Kyai Imam peduli dan mensuport para sineas muda yang sekarang aktif, bagi beliau hadirnya film-film tersebut dibalik layarnya ada banyak alumni pesantren yang terlibat secara tidak langsung, apalagi dalam hal penulisan naskah maupun novel yang diangkat ke layar lebar. Karenanya tidak heran, kontribusi Kyai Imam ini selain ditunjukkan dengan memberikan penghargaan Pesantren Award kepada para pelaku seni dan perfileman, terobosannya ini juga mendapatkan banyak apresiasi dari banyak pihak terutama produser film.

Bagi Kyai Imam, dakwah sekarang yang efisien yaitu dengan model visualisasi salah satunya dengan film. Kalau dahulu Wali Songo berdakwah dengan menggunakan wayang, maka sekarang dengan film. Apresiasi Kyai Imam kepada para sineas pun tidak kalah nyelenehnya dengan menyebut mereka seperti para Wali Songo yang dahulu berdakwah, bedanya hanya pada medianya saja.

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved