Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Kontroversi Masa Jabatan dan JK

Pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”.

Editor: Hasanudin Aco
Grafis Tribunwow/Kurnia Aji Setyawan
Jusuf Kalla 

Oleh: Syamsuddin Radjab
Alumni Program Doktor Ilmu Hukum UNPAD dan Staf Pengajar HTN UIN Alauddin Makassar

TRIBUNNEWS.COM - Salah satu tema besar yang diperbincangkan negara-negara yang menganut klaim demokrasi dan negara hukum yakni batas masa jabatan pimpinan nasional baik pada sistem pemerintahan parlementer maupun presidensial termasuk negara berbentuk monarki bahkan negara sosialis-komunis pun yang biasanya dikuasai oleh partai tunggal.

Negara hukum yang berkarakter rule of law atau rechtstaat dapat bersepakat menentukan ciri negara hukum yang demokratis diantaranya pembatasan kekuasaan dan pembagian kekuasaan selain Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan (Wetmatigheid van bestuur) dan Hak Asasi Manusia.

Semua pengaturan masa jabatan tersebut tertuang dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar (ground norm) Negara masing-masing yang merupakan penjelmaan kristalisasi kepentingan politik, pengalaman dan dinamika konstalasi politik internalnya.

Konstitusi negara juga dapat diubah atau diamandemen tergantung pada kepentingan politik nasional oleh otoritas lembaga negara atau melalui mekanisme referendum. Dulu, mekanisme perubahan UUD Indonesia (sebelum amandemen) melalui referendum dan saat ini oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Sebagai contoh terbaru, Negara Turki dibawah pemerintahan Presiden Recep Tayyib Erdogan mengubah sistem pemerintahannya dari sistem parlementer menjadi sistem presidensial dengan masa jabatan selama lima tahun dan hanya untuk dua periode masa jabatan melalui referendum yang digelar pada 17 April 2017 lalu.

Rusia mengubah masa jabatan Presidennya dari empat tahun menjadi enam tahun pada 2008 melalui amandemen konstitusi oleh State Duma dalam pemungutan suara dengan kemenagan mutlak 388 berbanding 58 suara anggota parlemen.

Demikian halnya di China, pada Maret 2018 Kongres Rakyat Nasional mengubah masa jabatan Presiden dari dua kali lima tahun (maksimal 10 tahun) menjadi tak terbatas.

Prinsipnya, perubahan atau amandemen konstitusi yang terkait dengan pembatasan dan masa jabatan pemimpin nasional baik Presiden dan Wakil Presiden, Perdana Menteri dan sebutan lainnya sangat bergantung pada kesepakatan politik nasional atau konsensus melalui mekanisme yang biasanya diatur dalam konstitusi baik oleh otoritas negara maupun melalui referendum.

Konteks Sejarah

Pengalaman ketatanegaraan kita menunjukkan bahwa sejak UUD 1945 (sebelum diamandemen) masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun tetapi tanpa batasan akhir sehingga seorang Presiden khususnya dapat dipilih berkali-kali seperti masa pemerintahan otoriter Soeharto hingga 32 tahun.

Pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”.

Kelemahan Pasal inilah yang dimanfaatkan rezim Soeharto sehingga dapat berkuasa menjadi Presiden selama tujuh periode karena ketiadaan batasan masa jabatan.

Jadi perlu ditegaskan bahwa jabatan Wakil Presiden sama dengan masa jabatan Presiden, tidak terpisah.

Bahkan di era demokrasi terpimpin (1959-1965) Soekarno dikenal masa jabatan Presiden Seumur Hidup dengan dikeluarkannya TAP MPRS No. III/MPRS/1963 yang berdampak pada pembubaran DPR hasil pemilu 1955 dan pembubaran beberapa partai politik yang dinilai secara subyektif sebagai kontra revolusi.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved