Senin, 6 Oktober 2025

Blog Tribunners

Besudut, Anak Rimba Pertama Tamat SMP

Penulis: haerahr
Editor: Iswidodo

Besudut atau yang disekolahnya diberi nama Herman Jalil itu, bersekolah di SMP Negeri 14 Tebo yang terletak di SP B Bangun Serenten Muara Tabir Kabupaten Tebo Jambi, sekitar 3 jam perjalanan kendaraan roda empat dari Kota Muara Tebo ibukota Kabupaten Tebo. 

Besudut yang mengikuti program SMP Terbuka itu yang diselenggarakan semolah itu sejak tahun ajaran 2009 dan duduk di kelas 3. Ia mengikuti UN bersama 138 orang rekannya yang terdiri dari 115 siswa regular dan 23 orang dari SMP Terbuka.

Pada pengumuman kelulusan Sabtu (8/5) yang dilakukan sekolah itu, Besudut lulus dengan mengantongi nilai 25,15, dengan nilai Bahasa Indonesia 6.80, Bahasa Inggris 5,60, Matematika 6,50 dan IPA 6,25.

Ia cukup beruntung karena dari sekolah itu, juga terdapat 3 siswa yang tidak lulus ujian, yaitu satu dari kelas regular dan dua dari kelas terbuka.

Untuk meraih ini semua tentu bukan perkara gampang bagi Besudut. Sebagai anak rimba yang tinggal di Bernai Makekal Tengah Taman Nasional Bukit Dua Belas Jambi, ia harus menempuh jarak 10 km untuk mencapai sekolahnya.  Kadang ia menggunakan sepeda motor, kadang berjalan kaki.

Meraih pendidikan yang lebih tinggi adalah cita-cita anak pertama dari tiga bersaudara ini sejak lama. Besudut mulai mengenal pendidikan sejak ia ikut sekolah alternatif yang di gagas KKI Warsi di kawasan Makekal Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi pada tahun 1999.  Kala itu, Besudut bersama anak rimba lainnya, mengikuti pendidikan memperkenalkan baca tulis hitung pada kelompok Orang Rimba dari Kelompok Bepak Bepiun di bawah kepemimpinan Tumenggung Ngukir.

Dari sekolah alternative inilah muncul keinginannya untuk bersekolah yang lebih tinggi. Ini juga yang kemudian membawanya keluar dari Taman Nasional dan diangkat anak oleh Orang Desa di Rantau Panjang Merangin. Dari sini, Besudut di sekolahkan di SD Negeri Rantau Panjang hingga menamatkan kelas 6.

Iapun terus termotivasi untuk bisa sekolah lebih tinggi lagi, dan masuk ke SMP Negeri di Bangko. Hanya saja, kala itu itu muncul keinginan untuk kembali ke kelompoknya di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi. 

Ketika liburan kenaikan kelas 2, Putra dari Meranti Sanggul ini, memutuskan berlibur di dalam rimba bersama anggota keluarganya.  Ternyata Besudut terlalu lama liburannya. "Awak ingin sekolah lagi, cuma waktu itu, lah lewat waktu liburnya, nak balik sekolah takut ndak ditarimo guru lagi,  makanyo awak berhenti,"ujar Besudut tentang SMP pertamanya yang sempat terhenti.

Namun awal 2009 lalu, Besudut bertemu kembali dengan fasilitator pendidikan KKI Warsi yang mengajar alternative untuk anak rimba di Makekal Tengah. Iapun mengutarakan niatnya untuk melanjutkan sekolah, namun dengan syarat dia bisa tetap tinggal bersama keluarganya. Untuk itulah kemudian KKI Warsi menjembatani Besudut untuk mendaftar di SMP 14 Tebo.

"Karena permintaannya dia ingin sekolah namun tetap bisa tinggal dikelompoknya, maka kita carikan sekolah yang terdekat dengan tempat tinggalnya, yaitu di SMP 14, dan karena keterbatasan waktu yang dimilikinya, Besudutpun diterima di program SMP Terbuka yang memang diselenggarakan di sekolah itu,"kata Abdul Rahman, Fasilitator Pendidikan KKI Warsi.

Dengan program SMP terbuka, Besudut tidak sekolah setiap hari, namun hanya sekali dalam seminggu. "Dengan sekali seminggu awak masih ado waktu bantu orang tuo motong para (menyadap karet,red), biso jugo bantu-bantu untuk kebutuhan sekolah awak,"sebutnya.
Selain itu, lanjut Besudut dengan sekolah sekali seminggu ia lebih leluasa untuk keluar masuk rimba. "Kalau tiap hari sekolah dimana awak nak sekolah, jauh jugo masuk ka rombong awak tu,"sebutnya ketika ditanya mengapa tak memilih sekolah regular saja.

Sistemnya, Besudut akan datang ke sekolahnya sekali seminggu, jika minggu ini ia datang hari Senin, maka minggu berikutnya ia datang pada hari Selasa, minggu berikutnya lagi hari Rabu, demikian seterusnya.  Sehari menjelang sekolah Besudut akan keluar dari rimba. Ia kemudian menginap di pasar SP A Desa Jernih atau sekitar 20 menit dari sekolahnya. Bila beruntung  bertemu dengan orang yang dikenalnya, biasanya Besudut akan ditawari tumpangan tidur di rumah penduduk, kedai atau kenalan lainnya. Jika tidak ada yang menawari, Besudut akan tidur di los pasar SP A. Keesokan harinya, ia akan membersihkan diri di fasilitas umum yang ada di pasar itu dan berganti pakaian dengan seragam sekolah.

Mata pelajaran yang digemari Besudut adalah Bahasa Indonesia dan yang kurang digemari adalah IPA. Namun untuk dalam menghadapi UN kemarin, ia belajar intensif. Buku paket dan bimbingan dari guru-gurunya sangat membantu Besudut dalam menghadapi ujiannya.
Keberhasilan Besudut ini, tak lepas dari peran sekolah yang juga mendukung pendidikan bagi Orang Rimba. "Kami berharap dengan  Herman (Besudut, red) sekolah akan mendorong anak-anak Suku Anak Dalam lainnya untuk bisa bersekolah, Herman ini ibaratnya prototipelah sehingga pendidikan juga sampai pada Suku Anak Dalam ini,"kata Immardi S.Pd wakil kepala sekolah Bidang Kurikulum yang ditemui di sekolah itu.

Menurut Immardi, Besudut punya motivasi yang sangat tinggi. "Dia tidak pernah mangkir ketika jadwal sekolahnya tiba, dan anaknya juga cepat tanggap sehingga ia tidak terlalu kesulitan dalam belajar,"katanya.
Lebih janjut dijelaskan bahwa selama ini, Besudut memang tercatat sebagai peserta didik dari jalur SMP terbuka, namun dalam pengajarannya ia digabungkan dengan sekolah regular. "Kami dari pihak sekolah sangat mendukung, ke depan harapannya, tidak hanya satu anak rimba yang sekolah di sini, tapi lebih banyak lagi,"sebut Immardi.

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved