Selasa, 7 Oktober 2025

Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI

Demo di Solo Ricuh, Pedagang Makanan: Shelter Manahan Jangan Ditembak Gas Air Mata

Aksi solidaritas ojek online (ojol) di Markas Brimob Batalyon C Pelopor Solo, Jawa Tengah, Jumat (29/8/2025), berujung ricuh.

TribunSolo.com/ Anang Ma'ruf
PORAK PORANDA - Kericuhan yang terjadi dalam aksi demonstrasi di kawasan Bundaran Gladak, Kota Solo, pada Jumat (29/8/2025) malam. Beberapa fasilitas tampak hancur dan tidak berfungsi. (TribunSolo.com/ Anang Ma'ruf) 

TRIBUNNEWS.COM - Aksi solidaritas ojek online (ojol) di Markas Brimob Batalyon C Pelopor Solo, Jawa Tengah, Jumat (29/8/2025), berujung ricuh.

Peristiwa itu menimbulkan kerugian, termasuk kepada pedagang Shelter Manahan. Pedagang tahu kupat, Haryanto, mengaku kehilangan pendapatan.

Padahal, pada hari-hari biasa, Haryanto bisa mengantongi omzet hingga Rp300 ribu.

Apalagi, kericuhan pada aksi unjuk rasa tadi terjadi pada sore hari. Biasanya, dagangannya laris pada sore hingga malam hari.

“Kejadian ini nggak ada pendapatan hari ini. Ramainya sore sampai malam,” ungkapnya, dikutip dari TribunSolo.com.

Bahkan, beberapa pelanggan lari berhamburan ketika kericuhan mulai pecah. Mereka pun tak sempat membayar makanan.

“Kena gas air mata pada berhamburan menyelamatkan diri. Yang makan di sini juga ada tapi ya lari. Belum (sempat bayar). Ada 3 orang,” jelasnya.

Polisi mulai menembakkan gas air mata ketika banyak pelanggan sehingga mereka dan para pedagang lari berhamburan.

“Kondisi pedagang berhamburan lari ke area Stadion Manahan semua. Ditinggal semua. Pas banyak orang makan. Habis sholat ashar lagi meletus,” ungkapnya.

Setelah kericuhan terjadi, para pedagang takut membuka lapak. Akhirnya mereka semua menutup dagangannya dan meninggalkan lapak.

“Kena gas air mata lari semua. Tutup semua nggak ada yang buka, takut,” jelasnya.

Baca juga: Ricuh di Kota Solo: Jalan Protokol Lumpuh, Pedagang dan Massa Terjebak Asap Gas Air Mata

Ia berharap penanganan aksi bisa memperhatikan pedagang seperti dirinya yang mengandalkan pendapatan dari berjualan.

“Harapannya kalau area shelter jangan ditembak gas air mata. Pada lari semua kasihan pengunjung dan rekan pedagang kena dampaknya,” ungkapnya.

Sebagai informasi, aksi demonstrasi yang terjadi di beberapa daerah ini dipicu oleh tewasnya pengemudi ojol bernama Affan Kurniawan (21).

Affan meninggal dunia setelah ditabrak oleh anggota Brimob dengan menggunakan kendaraan kendaraan taktis (rantis) barakuda pada Kamis, 28 Agustus 2025.

Saat itu, Affan Kurniawan sedang mengantar pesanan makanan ke Bendungan Hilir. 

Ia terjebak kemacetan di Pejompongan, Jakarta Pusat, akibat demonstrasi yang ricuh di sekitar Gedung DPR RI.

Saat mencoba menyeberang di tengah kerumunan, Affan terpeleset dan jatuh.

Rantis Brimob melaju cepat untuk membubarkan massa dan menabrak serta melindas Affan.

Rantis sempat berhenti sejenak, lalu kembali melaju. Affan dilarikan ke RSCM, tetapi nyawanya tak tertolong.

7 anggota Brimob langgar kode etik

Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim mengatakan, sebanyak 7 orang anggota Brimob yang menabrak Affan Kurniawan hingga tewas terbukti melanggar kode etik.

Hal ini disampaikan oleh Abdul Karim dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat.

Abdul menegaskan komitmen pihaknya untuk mengusut tuntas kasus tewasnya Affan.

Ia menekankan bahwa pesan dari Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait hal itu sudah jelas.

"Sudah jelas perintah Bapak Presiden, sudah jelas perintah Bapak Kapolri untuk menuntut, memeriksa, dan mengusut tuntas seluruh pihak-pihak yang terkait," ucapnya.

Oleh karena itu, ia mengatakan akan menegakkan hukum dan keadilan sesuai aturan dan mekanisme yang berlaku.

"Saya selaku Kadiv Propam tetap berkomitmen dan menjaga integritas dari organisasi saya yang saya pimpin ini." 

"Dan saya akan menegakkan hukum seadil-adilnya sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berlaku di lingkungan Polri," jelasnya.

Kemudian, untuk menjamin proses penegakan hukum berlangsung transparan, Abdul menyebut bahwa pihak eksternal juga dilibatkan. 

Seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

"Saya selaku Kadiv Propam Polri tetap senantiasa bekerja secara transparan dengan melibatkan pihak eksternal."

"Mulai dari tadi malam pendampingan dari Kompolnas sudah kami libatkan sampai dengan hari ini rekan-rekan dari Komnas HAM juga kami juga fasilitasi dan melibatkan dalam rangka proses penanganannya,” tuturnya.

Berdasarkan hasil identifikasi sementara, Abdul mengungkapkan posisi duduk tujuh anggota Brimob yang berada dalam kendaraan rantis barakuda saat menabrak korban.

"Hasil identifikasi sementara yang kita sudah dapatkan, yaitu ditemukan dua orang yang duduk di depan, termasuk pengemudi kendaraan tersebut dan lima orang lainnya dalam posisi duduk di belakang," tuturnya.

Abdul menyebut, pengemudi kendaraan rantis itu adalah Bripka R dan yang duduk di sebelahnya adalah Kompol C.

"Adapun pengemudi yang mengemudi kendaraan tersebut yaitu Bripka R, sedangkan yang duduk di sebelah pengemudi, yaitu Kompol C," jelasnya.

Sementara itu, lima orang yang duduk di belakang adalah Aipda R, Briptu D, Bripda M, Baraka J, dan Baraka Y.

"Sedangkan yang duduk di belakang adalah lima orang, yaitu Aipda R, Briptu D, Bripda M, Baraka J, dan Baraka Y." 

"Ini hasil sementara yang kita sudah dapatkan, yang sudah terkonfirmasi dan kita sudah pastikan," ucap Abdul Karim.

Pelaku dipatsus

Pada kesempatan itu, Abdul juga menyatakan bahwa ketujuh anggota itu dikenakan penempatan khusus (patsus). Mereka terbukti melanggar kode etik profesi kepolisian.

"Jadi tujuh orang terduga pelanggar ini telah terbukti telah melanggar kode etik profesi kepolisian." 

"Oleh karena itu, kami menyikapi rekomendasi berikutnya, yaitu mulai hari ini kami lakukan penempatan khusus atau patsus di Div Propam Polri selama 20 hari terhadap tujuh orang terduga pelanggar," terangnya.

Ketujuh anggota Brimob itu di-patsus dari 29 Agustus sampai 17 September 2025.

"Apabila 20 hari ini dirasakan kurang, ini masih bisa kita lakukan kembali untuk penempatan khusus," ujar Abdul Karim.

Sementara itu, terkait substansi dan masalah lainnya masih dalam tahap pemeriksaan dan klarifikasi.

"Klarifikasi ini tentunya kita akan meminta keterangan bukan hanya dari terduga saja, tapi saksi-saksi ataupun fakta-fakta orang-orang yang mengetahui kejadian tersebut," tuturnya.

Abdul pun meminta masyarakat untuk memberikan kepercayaan kepolisian untuk menangani kasus ini.

"Kami mohon kepada seluruh masyarakat untuk memberikan kepercayaan kepada kami dalam rangka penegakan kode etik yang berlaku di lingkungan Polri ini," ungkapnya.

(Tribunnews.com/Deni)(TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved