Pendaki Tewas di Gunung Rinjani
Autopsi Kedua Juliana Marins: Keluarga Bertaruh Harapan untuk Menguak Kebenaran Tragedi Rinjani
Autopsi kedua Juliana Marins digelar di Brasil. Keluarga ingin mengungkap kebenaran atas tragedi pendakian Gunung Rinjani, Indonesia.
Editor:
Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM – Di balik ketenangan langit Rio de Janeiro pagi itu, hati keluarga Juliana Marins kembali berdebar.
Rabu, 2 Juli 2025, pukul 08.30 waktu setempat, mereka menyaksikan sebuah harapan terakhir: autopsi kedua atas jenazah putri mereka, yang tewas dalam tragedi mendaki di Gunung Rinjani, Indonesia.
Autopsi ini bukan sekadar prosedur medis, melainkan perjuangan keluarga untuk menemukan kebenaran yang mereka yakini masih tersembunyi.
Juliana Marins, seorang publicist muda berusia 27 tahun, ditemukan tewas di kawasan Gunung Rinjani pada 24 Juni, tiga hari setelah dinyatakan hilang.
Versi resmi dari Indonesia menyebut ia meninggal karena pendarahan internal akibat trauma benda tumpul, tapi keluarga Juliana tidak percaya begitu saja.
Baca juga: Sosok Ali Musthofa, Pemandu Juliana Marins Daki Gunung Rinjani, Beri Penjelasan Detik-detik Kejadian
Autopsi Kedua: Kebenaran yang Masih Dicari
Pemeriksaan ulang dilakukan di Institut Medis Legal Afrânio Peixoto (IMLAP) oleh dua ahli forensik Kepolisian Sipil Rio de Janeiro.
Turut hadir seorang ahli medis dari Kepolisian Federal Brasil dan seorang asisten teknis mewakili keluarga. Prosedur berlangsung selama dua jam.
Menurut keterangan resmi, hasil awal akan diumumkan dalam waktu tujuh hari ke depan.
Jenazah Juliana yang sebelumnya tiba di Brasil pada 1 Juli melalui Bandara Guarulhos, kemudian diangkut oleh pesawat militer ke Rio. Setelah autopsi, jenazah akan dimakamkan secara terbuka di Niterói—tempat asal Juliana—sebelum prosesi privat dilakukan oleh keluarga.
Menurut laporan forensik di Indonesia, Juliana tewas akibat pendarahan organ dalam, yang terjadi dalam waktu 20 menit sejak luka pertama.
Namun keluarga menyoroti bahwa Juliana sempat terlihat masih hidup dua hari setelah jatuh, melalui pantauan drone milik pendaki lain.
Dr. Bagus Alit, dokter forensik Indonesia, menyebut Juliana kemungkinan sempat jatuh lebih dari satu kali. Lokasi tubuhnya yang ditemukan 600 meter dari titik awal menjadi bukti bahwa ia berpindah tempat, entah merangkak atau terseret.
Namun keterangan itu bertentangan dengan fakta waktu penyelamatan yang terlalu lama, dan dugaan bahwa upaya evakuasi tidak maksimal.
Keluarga bahkan menyebut adanya informasi simpang siur dari otoritas Indonesia.

Baca juga: Usai Tragedi Juliana di Rinjani, Menhut Godok Gelang Pelacak dan Syarat Khusus Naik Gunung
Evakuasi yang Terlambat, Medan yang Mematikan
Juliana dinyatakan jatuh pada Sabtu pagi, 21 Juni 2025.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.