Kamis, 2 Oktober 2025

Viral Aksi Pembubaran Retret di Cidahu, Gus Miftah: Main Hakim Sendiri Tak Dibenarkan!

Viral aksi massa bubarkan ibadah jemaat Kristiani di Sukabumi. Gus Miftah: Main hakim sendiri langgar UUD 1945, ini harus dihentikan!

Editor: Glery Lazuardi
Tangkapan layar dari akun Instagram @sukabumi_satu
PERUSAKAN TEMPAT IBADAH - Aksi perusakan tempat ibadah diduga Gereja Kristen terjadi di Sukabumi, Jawa Barat dan viral di media sosial. Berdasarkan unggahan yang viral di media sosial, peristiwa itu terjadi pada Jumat (27/6/2025). Politikus PDIP, Guntur Romli, pun mengecam aksi perusakan itu yang dianggapnya merusak kerukunan umat beragama di Indonesia. Bangunan ibadah di Sukabumi rusak setelah massa menyerbu dan membubarkan jemaat Kristiani yang tengah berdoa, Jumat (27/6/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, SUKABUMI – Viral di media sosial aksi perusakan bangunan dan pembubaran retret di sebuah bangunan di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, pada Jumat (27/6/2025). 

Dalam video yang beredar, terlihat sekelompok massa menerobos masuk ke dalam ruangan, merusak kaca jendela dan properti lain, hingga terdengar teriakan dan makian bernada intoleran.

Bangunan yang menjadi lokasi ibadah tersebut sebelumnya diketahui sempat difungsikan sebagai kandang ternak, lalu menjadi tempat tinggal.

Namun saat digunakan sebagai tempat ibadah, muncul penolakan dari sebagian warga yang berujung pada insiden anarkis.

Baca juga: Kronologi Kasus Perusakan Rumah di Cidahu Sukabumi, Berawal dari Aduan Warga, Korban Rugi Rp50 Juta

PERUSAKAN TEMPAT IBADAH - Aksi perusakan tempat ibadah diduga Gereja Kristen terjadi di Sukabumi, Jawa Barat dan viral di media sosial. Berdasarkan unggahan yang viral di media sosial, peristiwa itu terjadi pada Jumat (27/6/2025). Politikus PDIP, Guntur Romli, pun mengecam aksi perusakan itu yang dianggapnya merusak kerukunan umat beragama di Indonesia.
PERUSAKAN TEMPAT IBADAH - Aksi perusakan tempat ibadah diduga Gereja Kristen terjadi di Sukabumi, Jawa Barat dan viral di media sosial. Berdasarkan unggahan yang viral di media sosial, peristiwa itu terjadi pada Jumat (27/6/2025). Politikus PDIP, Guntur Romli, pun mengecam aksi perusakan itu yang dianggapnya merusak kerukunan umat beragama di Indonesia. (Tangkapan layar dari akun Instagram @sukabumi_satu)

Gus Miftah Mengecam: Kebebasan Beragama Dijamin Konstitusi

Menanggapi kejadian ini, pendakwah KH Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah angkat bicara. Ia mengecam tindakan perusakan tersebut, apapun alasannya.

“Main hakim sendiri tidak bisa dibenarkan, apalagi ini menyangkut kebebasan beragama yang dijamin oleh UUD 1945,” tegasnya, Selasa (1/7/2025).

Gus Miftah juga menyebut alasan bahwa bangunan itu adalah "gereja ilegal" tidak dapat dijadikan pembenaran tindakan kekerasan.

“Itu bangunan bukan gereja permanen. Tapi anggapan ilegal kerap jadi alasan main hakim sendiri. Ini salah kaprah,” tambahnya.

Menurut laporan terbaru dari Setara Institute, kasus intoleransi dan kekerasan terhadap kelompok minoritas agama di Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Ini menjadi cerminan bahwa kerja besar masih dibutuhkan untuk membangun masyarakat inklusif dan toleran.

Pasal 29 UUD 1945 menjamin hak setiap warga negara untuk menjalankan ibadah sesuai agama dan keyakinannya. Namun dalam praktiknya, seringkali perizinan tempat ibadah dijadikan alat penolakan sepihak.

“Edukasi kepada masyarakat sangat penting. Perizinan tempat ibadah harus transparan, tidak diskriminatif, dan punya mekanisme keberatan yang jelas,” ujar Gus Miftah.

Baca juga: Sikap Tokoh Sukabumi soal Viral Perusakan: Rumah Tak Jadi Tempat Ibadah, Tidak Lanjut Proses Hukum

Perlu Dialog dan Kesadaran Kolektif untuk Jaga Kerukunan

Solusi terbaik untuk kasus seperti ini, menurut Gus Miftah, bukanlah tindakan represif, tapi dialog terbuka antara warga, tokoh agama, pemerintah, dan aparat keamanan.

“Dengan duduk bersama, bisa ditemukan jalan tengah yang damai dan adil,” ungkapnya.

Penulis Kristen Koptik asal Mesir, Milad Hanna, dalam bukunya Qabulul Akhar (Menerima Yang Lain), pernah menekankan pentingnya mengubah “sentimen parsial-komunitas” menjadi “sentimen sosial-kolektif” demi menciptakan sejarah sosial yang digerakkan oleh kerukunan.

“Kita harus bangun kesadaran bahwa perbedaan—entah suku, agama, ras, atau profesi—adalah anugerah, bukan ancaman,” tandas Gus Miftah.

Ia juga mengajak masyarakat untuk meningkatkan empati, pendidikan toleransi, dan memperkuat ukhuwah kemanusiaan demi menjaga keutuhan bangsa.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved