Minggu, 5 Oktober 2025

Tambang Nikel di Raja Ampat

Ahli Geologi: Potensi Nikel Ada di Sekitar Kawasan Raja Ampat, Pengelolaan SDA Harus Berkelanjutan

Dari sisi geologi, Budi menjelaskan bahwa gugusan pulau indah di Raja Ampat terbentuk dari batu gamping Formasi Waigeo yang terangkat dari dasar laut

Penulis: willy Widianto
dok.
TAMBANG NIKEL MERUSAK ALAM - Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, merusak alam dan mengancam status Raja Ampat sebagai kawasan wisata strategis nasional. DPR meminta pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh seluruh perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Stj Budi Santoso, mengingatkan agar pengelolaan sumber daya alam harus mengedepankan regulasi dan prinsip tata kelola berkelanjutan secara konsisten.

Hal ini disampaikannya menyusul adanya penolakan operasi tambang nikel di kawasan Raja Empat Papua Tengah, berujung keputusan pemerintah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan yang beroperasi di kawasan wisata dan ekologi tersebut. 

Budi menggarisbawahi bahwa kawasan dengan nilai ekologis dan wisata seperti Raja Ampat perlu dikelola dengan mengedepankan keseimbangan antara ekonomi, lingkungan, dan sosial.

Ia menegaskan perlunya implementasi good mining practices dan prinsip-prinsip tata kelola berkelanjutan secara konsisten.

"Dengan pendekatan ilmiah yang tepat dan dialog yang konstruktif, kita dapat menemukan titik temu yang menguntungkan semua pihak, sehingga pengelolaan sumber daya alam di kawasan ini berkelanjutan,” ujar Budi kepada wartawan, dikutip Rabu (11/6/2025).

Dari sisi geologi, Budi menjelaskan bahwa gugusan pulau indah di Raja Ampat terbentuk dari batu gamping Formasi Waigeo yang terangkat dari dasar laut dan mengalami proses kartifikasi. 

Namun, ia menyebut belum tersedia data geologi yang membuktikan keberadaan batuan ultramafik—batuan yang berpotensi menjadi sumber endapan nikel laterit—di bawah kawasan wisata utama tersebut.

"Secara geologis, potensi endapan nikel laterit justru berkembang berada di area lokasi IUP-IUP yang sedang berkegiatan dan beberapa area di sekitarnya," tambahnya.

Baca juga: JATAM: Ada Dugaan Konflik Kepentingan PT GAG Nikel, Termasuk Komisaris Dijabat Pensiunan Brigjen TNI

Menurut Budi, kebijakan pengelolaan sumber daya mineral perlu bertumpu pada data yang valid, bukan spekulasi. Ia juga mendorong perusahaan pertambangan untuk transparan dalam pelaporan kepatuhan terhadap regulasi nasional maupun standar internasional.

Ia menilai langkah pemerintah mencabut izin tambang empat perusahaan tersebut sudah sesuai dengan koridor hukum dan perlu didasarkan pada pertimbangan ilmiah yang kuat.

"Keputusan semacam ini seharusnya didasarkan pada pertimbangan hukum yang matang, bukan sekadar menuruti desakan pihak tertentu, karena menyangkut kepastian berusaha di sektor pertambangan," jelas Budi yang juga Presiden Direktur PT Geofix Indonesia tersebut.

Pemerintah: IUP Dicabut karena Pertimbangan Lingkungan

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri di Istana Negara. Rapat tersebut membahas keberadaan tambang di kawasan geopark Raja Ampat yang dinilai menimbulkan potensi kerusakan lingkungan.

Usai rapat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pencabutan IUP dilakukan terhadap empat perusahaan, yakni PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Nurham.

"Atas petunjuk Presiden, beliau memutuskan bahwa pemerintah akan mencabut izin tambang di empat perusahaan yang ada di Raja Ampat. Kemudian kita Ratas dan juga dari (Kementerian) Lingkungan Hidup juga sampaikan memang dalam implementasi empat perusahaan itu ada pelanggaran dalam konteks lingkungan," kata Bahlil.

Baca juga: Pemerintah Tak Boleh Pilih Kasih, DPR Minta Izin Tambang PT Gag Nikel di Raja Ampat Dicabut Juga

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved