Kamis, 2 Oktober 2025

Pemulihan Lingkungan Pasca-Tambang Pulau Obi Maluku Utara Memasuki Tahap Awal

Pulau Obi di Halmahera Selatan, Maluku Utara terus menjadi sorotan karena aktivitas pertambangannya.

HO/Ist
PERSEMAIAN - Nursery atau fasilitas persemaian untuk mendukung reklamasi pasca-pertambangan di Pulau Obi di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Upaya reklamasi dan pengelolaan lingkungan di wilayah ini dinilai telah menunjukkan kemajuan, namun belum cukup untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang. (HO/IST) 

Hasiolan EP/Tribunnews.com

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pulau Obi di Halmahera Selatan, Maluku Utara terus menjadi sorotan karena aktivitas pertambangannya.

Di tengah dinamika ini, perhatian terhadap aspek lingkungan kian meningkat, termasuk proses pemulihan pascatambang yang mulai dijalankan. 

Salah satu perusahaan tambang besar di kawasan tersebut, Harita Nickel, telah memulai tahap awal reklamasi dan penghijauan lahan yang telah ditambang.

Menurut Candra Wirawan, peneliti dari Center for Environment and Sustainability Science Universitas Padjadjaran, proses reklamasi di Pulau Obi menunjukkan progres awal yang cukup baik.

“Reklamasi berjalan cukup baik, namun untuk benar-benar memulihkan ekosistem alami diperlukan waktu yang sangat lama. Beberapa lubang bekas tambang sudah ditanami vegetasi. Ini langkah awal yang bagus,” ungkap Candra dikutip, Jumat (30/5/2025).

Meski begitu, ia menegaskan bahwa selama aktivitas pertambangan masih berlangsung, pemulihan ekosistem belum bisa dikatakan efektif sepenuhnya.

Dalam konteks ini, pelaksanaan dan pengawasan ketat terhadap Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) menjadi krusial.

Salah satu isu penting dalam audit lingkungan adalah transparansi. Candra menyebut, tanggung jawab utama dalam evaluasi dampak lingkungan berada di tangan pemerintah sebagai penerima dokumen AMDAL.

Namun, ia mengapresiasi adanya itikad baik dari pihak perusahaan dalam membuka akses informasi kepada publik dan kalangan akademisi. 

“Kehadiran kami dari kampus di beberapa lokasi pertambangan bisa menjadi indikator keterbukaan, termasuk akses ke laboratorium dan lokasi reklamasi,” ujarnya.

Candra juga menyoroti aspek pengelolaan air tambang.

Ia mencatat bahwa kolam pengendapan yang digunakan untuk menampung air limpasan tambang cukup besar, namun kapasitas dan efektivitasnya perlu terus dievaluasi, terutama di musim hujan ekstrem.

Air hasil pengolahan sebagian digunakan untuk penyiraman jalan dan pendingin proses produksi, namun belum ada jaminan efektivitas jangka panjang sistem ini.

Dalam hal pengelolaan limbah, pemanfaatan slag (terak nikel) oleh Harita Nickel sebagai bahan konstruksi juga mendapat perhatian positif.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved