Senin, 6 Oktober 2025

Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 Dinilai Rugikan Konsumen dan Ancam Sektor Pariwisata

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) ikut menyuarakan keprihatinan atas potensi pelanggaran hak konsumen.

istimewa
LARANGAN AIR KEMASAN - Ketua Komisi Advokasi BPKN, Fitrah Bukhari, menyebut bahwa kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster melarang produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah 1 liter berisiko menghilangkan hak konsumen untuk memilih produk sesuai kebutuhan. “Pelarangan ini berdampak langsung terhadap preferensi konsumen. Dalam UU Perlindungan Konsumen, hak untuk memilih produk adalah hak dasar yang wajib dihormati,” ujar Fitrah, Kamis (17/4/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih yang melarang produksi dan distribusi air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah 1 liter menuai sorotan tajam.

Setelah Kementerian Perindustrian (Kemenperin), kini Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) ikut menyuarakan keprihatinan atas potensi pelanggaran hak konsumen.

Baca juga: Anggota Komisi VII DPR Kritik Larangan Produksi Air Kemasan di Bawah 1 Liter oleh Pemprov Bali

Ketua Komisi Advokasi BPKN, Fitrah Bukhari, menyebut bahwa kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster tersebut berisiko menghilangkan hak konsumen untuk memilih produk sesuai kebutuhan.

“Pelarangan ini berdampak langsung terhadap preferensi konsumen. Dalam UU Perlindungan Konsumen, hak untuk memilih produk adalah hak dasar yang wajib dihormati,” ujar Fitrah, Kamis (17/4/2025).

Menurut Fitrah, kebijakan pelarangan AMDK kecil bukan hanya membatasi pilihan konsumen, tetapi juga membebani dari sisi biaya dan kepraktisan. Terutama bagi wisatawan yang mengandalkan air kemasan kecil selama bepergian.

“Konsumen dipaksa membeli air dalam kemasan besar, yang tidak selalu praktis. Ini jelas merugikan, terutama di sektor pariwisata yang menjadi andalan Bali,” tambahnya.

Ia juga mempertanyakan kesiapan distribusi produk alternatif yang digadang sebagai solusi pengganti.

“Apakah produk alternatif sudah tersedia secara merata di Bali? Ini harus jelas sebelum kebijakan diberlakukan,” tegasnya.

Meski mendukung upaya pengurangan sampah plastik, Fitrah mengingatkan agar kebijakan tidak diambil secara sepihak dan tetap melibatkan semua pemangku kepentingan.

“Kebijakan harus seimbang, berkelanjutan, dan tetap melindungi hak-hak konsumen,” pungkasnya.

Baca juga: Anggota Komisi VII DPR Sebut Larangan Air Kemasan di Bawah 1 Liter Baik untuk Masa Depan Bali

Tokoh DPRD Bali: Kebijakan Tidak Realistis dan Bebani Masyarakat Adat

Kritik serupa disampaikan Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, Gede Harja Astawa.

Ia menilai kebijakan larangan AMDK kecil menyulitkan masyarakat, terutama dalam pelaksanaan upacara adat di pura.

“Air botol kecil adalah solusi praktis. Kalau dilarang, siapa yang akan siapkan gelas untuk tamu? Ini akan menambah biaya dan mengurangi efisiensi,” kata Harja.

Ia juga mengkritik pendekatan ekstrem terhadap pelarangan plastik, yang dianggap mengabaikan kemajuan teknologi dan kebutuhan masyarakat modern.

“Masalahnya bukan plastik semata, tapi bagaimana kita mengelola sampah secara bijak. Larangan total bukanlah jawaban,” tegasnya.

Baca juga: DPR Minta Aksi Onar WNA di Bali Disikapi secara Tegas!

Kemenperin Akan Panggil Gubernur Bali

Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian Faisol Rizal juga menyatakan keberatan atas kebijakan tersebut.

Ia menyarankan agar Gubernur Bali berkoordinasi dengan pemerintah pusat sebelum mengeluarkan kebijakan yang berdampak luas.

“Kebijakan seperti ini sebaiknya dibahas terlebih dahulu bersama pemerintah pusat,” ujarnya.

Kemenperin berencana memanggil Gubernur Bali untuk meminta klarifikasi atas SE Nomor 9 Tahun 2025 yang dinilai dapat memicu keresahan di dunia usaha dan masyarakat.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved