Wartawati Dibunuh Oknum TNI
Larangan Keluarga Juwita Hadiri Gelar Perkara, Kuasa Hukum Merasa Aneh
Keluarga Juwita dilarang hadir dalam gelar perkara kasus pembunuhannya, menimbulkan pertanyaan besar.
TRIBUNNEWS.COM - Keluarga Juwita, seorang jurnalis media online yang dibunuh oknum TNI AL berinisial Kelasi Satu J, dilarang menghadiri gelar perkara yang dilakukan secara tertutup.
Hal ini diungkapkan oleh Oriza Sativa, kuasa hukum keluarga Juwita, pada Selasa (14/02/2025).
Larangan Hadir Tanpa Penjelasan
Keluarga Juwita berencana untuk menghadiri gelar perkara guna mendapatkan informasi yang jelas mengenai perkembangan kasus pembunuhan.
Namun, mereka tidak diizinkan masuk, termasuk kakak kandung Juwita.
Oriza mengatakan bahwa larangan ini menimbulkan pertanyaan mengenai keterbukaan proses hukum yang seharusnya bisa diakses oleh pihak keluarga.
Ia juga menegaskan bahwa niat mereka bukan untuk mengintervensi proses penyelidikan, melainkan untuk memastikan keadilan ditegakkan.
“Kami datang dengan niat untuk mendapatkan informasi yang jelas dan transparan mengenai perkembangan kasus ini. Namun, kami justru tak diperbolehkan masuk,” ujarnya.
“Kami tidak tahu mengapa dilarang. Tanpa ada penjelasan, pokoknya kami tidak boleh masuk (menghadiri gelar perkara), termasuk kakak kandung korban,” ungkapnya.
Dugaan Pembunuhan Berencana
Kasus pembunuhan Juwita semakin menemui titik terang setelah terduga pelaku, seorang anggota TNI AL berinisial J, mengakui perbuatannya.
Ketua Tim Advokasi Untuk Keadilan, M Pazri, menjelaskan bahwa ada dugaan kuat mengenai pembunuhan berencana.
Dari beberapa indikasi, terlihat bahwa pembunuhan ini direncanakan dengan matang.
Pazri menjelaskan bahwa persiapan sebelum pembunuhan, seperti membeli tiket dengan nama orang lain dan menghancurkan KTP, menunjukkan adanya rencana.
Ia juga menyebutkan bahwa Juwita diduga dieksekusi di dalam mobil.
"Tadi kami sama-sama mendengar, baik dari keluarga dan kami tim kuasa hukum bahwa yang dituduhkan kepada terduga pelaku adalah terkait dengan pembunuhan berencana," ujar Ketua Tim Advokasi Untuk Keadilan (AUK), M Pazri kepada awak media.
"Berencananya dari mau berangkat, beli tiket dengan nama orang lain, KTP dihancur-hancur dan sebagainya," terang Pazri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.