Petani Tembakau Temanggung Tolak Simplifikasi Cukai: Kiamat Ekonomi Petani Tembakau
Ketua DPP Asosiasi Petani Tembakau (APTI)Agus Parmuji mengatakan bila simplifikasi cukai diterapkan, itu bisa menjadi kiamat ekonomi bagi para petani
"Kalau tak dilaksanakan, maka yang paling berdosa atas hancurnya ekonomi petani tembakau ini adalah kementrian pertanian dan kementrian perdagangan," tuturnya.
Ia mendesak pemerintah agar segera menerapkan Permentan 23/2019, guna melindungi petani tembakau.
"Di situ kan diatur, untuk bisa impor, harus serap tembakau lokal dua kali lipat dari kuota impor," katanya.
Sementara itu, Andreas, mengatakan sejatinya potensi ekonomi pertembakauan sangat menjanjikan.
Hanya, dalam beberapa waktu belakangan, pergeseran kebijakan membuat potensi ini sedikit bergeser.
"Dan yang paling tak diuntungkan dalam pergeseran ini adalah para petani," ujarnya.

Dituturkan, saat ini kebutuhan bahan baku untuk industri hasil tembakau (IHT) sekitar 330.000 ton tembakau kering.
Menurutnya, dari kebutuhan itu sekitar 30 - 50 persennya dipenuhi oleh impor.
Di sisi lain, produksi tembakau lokal di kisaran 200.000 ton tembakau kering.
"Indonesia merupakan penghasil tembakau terbesar kelima di dunia. Nomor satu China, lalu India, Brasil, dan Amerika," ujarnya.
Lebih jauh, ia mengatakan, yang perlu diwaspadai adalah politik dagang internasional.
Menurutnya, politik dagang internasional akan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan petani.
"Perlu diingat, tak ada satupun kebijakan impor yang menguntungkan petani," urai Andreas.
Belakangan ini, tuturnya, Indonesia bekerjasama dengan India, soal ekspor hasil sawit.
Sebagai imbalan, Indonesia akan mengimpor daging kerbau dari India.