Pembubaran HTI
Warning Buat Dosen Anggota HTI, Keluar dari HTI atau Status PNS Dicabut
Dosen dan pegawai PTN yang tetap tergabung dalam HTI bakal diberi dua pilihan, yakni keluar dari HTI atau status pegawai negeri sipil otomatis dicabut
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Dosen dan pegawai perguruan tinggi negeri (PTN) yang tetap tergabung dalam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), bakal diberi dua pilihan, yakni keluar dari HTI dan mengabdi kepada negara atau tetap bergabung ke HTI namun status pegawai negeri sipil (PNS) otomatis dicabut.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad Nasir mengatakan pada 26 Juli mendatang akan mengumpulkan seluruh rektor PTN terkait dengan dosen dan pegawai yang bergabung di HTI.
"Kita harus mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Di situ sangat jelas, pegawai negeri harus setia pada Pancasila dan UUD 1945," ungkapnya ketika ditemui di sela-sel acara pembukan Kongres IX Pancasila, di kampus Universitas Gajah Mada, Sabtu (22/7/2017).
Nasir menjelaskan, setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 2 Thn 2017 tentang Ormas dan pencabutan status badan hukum HTI, dosen dan pegawai PTN tidak boleh terlibat dalam kegiatan HTI.
Baca: Cerita Jokowi di UGM, dari Tangga Keramat hingga Ditagih Sepeda oleh Mahasiswa
Mereka lalu diberi dua pilihan, yakni keluar dari HTI dan mengabdi kepada negara sebagai PNS atau tetap bergabung ke HTI namun harus keluar dari statusnya sebagai PNS.
"Saya usulkan begitu karena dia (dosen dan pegawai) adalah bagian dari negara, sehingga tidak boleh pisah dari negara, itu penting sekali," kata Nasir.
Menristek berharap para rektor, pembantu rektor, dan dekan mengawasi kegiatan para dosen dan pegawai di lingkungan kerjanya. Selain itu, segala aktivitas yang mengarah pada HTI harus segera dihilangkan.
Bagi perguruan tinggi swasta (PTS), Nasir akan mengkomunikasikannya dengan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis).
Aturan opsi tersebut akan diterapkan sama dengan PTN namun ada beberapa skema atau model berbeda.
"Nanti untuk PTS akan dibuat model yang baru dan berbeda, namun intinya harus loyal kepada negara," ucapnya.
Rektor UGM Panut Mulyono mengungkapkan akan mengikuti segala aturan yang ditetapkan oleh Kementerian Ristek Dikti. Terkait HTI, Panut menyebut UGM sudah tegas melarang keberadaan organisasi itu di kampus.
"Kami ikuti aturan. Aturannya harus seperti apa, ya itu yang kami lakukan. Kalau selama ini kampus UGM belum ada (HTI), baru langkah-langkah pencegahan," tutur Panut.
Ketika berada di Yogyakarta, Mohamad Nasir, menghadiri Deklarasi Anti-Radikalisme Perguruan Tinggi DIY di Gedung Olah Raga (GOR) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
"Karena strategisnya Pancasila dalam menopang kokohnya NKRI, selalu muncul upaya menggoyahkan Pancasila dan menggantinya dengan ideologi lain," kata Nasir.
Rektor UNY, Prof Dr Sutrisna Wibawa MPd menjelaskan deklarasi ini diikuti sekira 3.500 mahasiswa bidikmisi dari 55 perguruan tinggi yang terdiri dari 4 PTN dan 51 PTS.
"Tujuan kegiatan ini adalah untuk melakukan upaya pencegahan penyebaran paham dan gerakan radikalisme, terorisme, serta ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945," kata Sutrisna Wibawa. (tribunjogja/gil/trs)