Minggu, 5 Oktober 2025

Pajak Kendaraan Tinggi dan Ketimpangan Kebijakan Bikin Industri Otomotif Sulit Tentukan Arah

Arah industri otomotif nasional perlu dikelola dengan hati-hati agar tidak merugikan ekosistem yang sudah terbentuk.

Penulis: Lita Febriani
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS/CHOIRUL ARIFIN
KEBIJAKAN INDUSTRI OTOMOTIF - Sekretaris Umum Gabungan Industri Otomotif Indonesia (GAIKINDO) Kukuh Kumara. Dia menegaskan, arah industri otomotif nasional perlu dikelola dengan hati-hati agar tidak merugikan ekosistem yang sudah terbentuk. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengungkap arah industri otomotif nasional perlu dikelola dengan hati-hati agar tidak merugikan ekosistem yang sudah terbentuk.

Berkaca dari industri yang ada di negara tetangga seperti Thailand yang ingin transformasi cepat ke kendaraan listrik justru membuat industri dalam negeri banyak yang hengkang, mulai dari Subaru hingga Suzuki.

"Kita bisa belajar dari negara tetangga, yang karakter buru-buru malah bisa merusak industri yang sudah ada, seperti Thailand," ucap Kukuh dalam diskusi Polemik Insentif BEV Impor di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (25/8/2025).

Kukuh menilai, percepatan transisi ke kendaraan listrik memang penting untuk mendukung target pengurangan emisi.

Namun hal ini perlu strategi yang seimbang agar tidak menimbulkan gejolak pada industri kendaraan konvensional (ICE) yang saat ini masih menjadi tulang punggung produksi dan penjualan.

Pengalaman Thailand bisa menjadi contoh berharga. Negeri Gajah Putih yang terlalu cepat mendorong kendaraan listrik justru mengalami dampak negatif pada keberlanjutan industri otomotif yang sudah lama mapan.

Hal ini dikhawatirkan bisa terjadi di Indonesia jika langkah serupa ditempuh tanpa perhitungan matang.

"Di sisi yang lain lagi, pajak kendaraan bermotor di kita ini relatif sangat tinggi. Saat Avanza yang dibuat di Indonesia, pajak tahunannya di sini bisa sampai mendekati Rp 5 juta."

"Sementara di negara tetangga yang impor dari kita, pajak tahunannya enggak sampai Rp 1 juta. Di Thailand lebih rendah lagi, sekitar Rp 150 ribu," jelas Kukuh.

Ia menggarisbawahi ketimpangan regulasi pajak sebagai salah satu hambatan utama yang menahan daya saing industri otomotif dalam negeri.

Menurutnya, meskipun mobil diproduksi di Indonesia, konsumen lokal justru dibebani biaya tahunan yang tinggi.

Baca juga: Aksi Ormas Lindungi Nasabah Kredit Kendaraan Macet Ganggu Industri Otomotif

Kondisi tersebut membuat harga kepemilikan kendaraan di Indonesia relatif mahal dibandingkan negara tetangga, meski Indonesia menjadi salah satu basis produksi terbesar di kawasan.

Hal ini dinilai dapat menekan permintaan, menghambat pertumbuhan pasar, serta mengurangi insentif bagi investor untuk terus memperluas kapasitas produksi di tanah air.

"Kalau ini sudah dirangkum jadi satu secara keseluruhan, mau listrik atau mau konvensional, pajaknya cukup fair, investasi juga fair, maka industri akan tumbuh, utilisasi pabrik tadi juga akan tinggi dan pada akhirnya ini juga menciptakan lapangan kerja baru," kata Kukuh.

Menurutnya, kunci keberhasilan industri otomotif bukan hanya pada pilihan teknologi kendaraan, melainkan pada kepastian regulasi yang adil.

Baca juga: Boncos, Bonus yang Diterima Pekerja Otomotif AS Terancam Merosot karena Tarif Impor Trump

Jika aturan perpajakan, insentif dan iklim investasi dikelola secara proporsional, maka seluruh lini industri dapat berkembang bersama, baik kendaraan konvensional maupun listrik.

Ia mencontohkan, industri otomotif memiliki efek berganda yang luas terhadap perekonomian nasional. Mulai dari tenaga kerja di pabrik, pemasok komponen, hingga industri pendukung lain seperti logistik dan jasa keuangan, semua ikut terdorong jika pasar otomotif berkembang.

"Satu pekerjaan di sektor otomotif bisa menimbulkan empat impact. Ini kan luar biasa kalau volumenya meningkat, jadi supplier-supplier juga akan ikut merasakan itu dan secara nasional ekonomi kita juga diharapkan tumbuh, apalagi kalau ekspornya sudah banyak," imbuh Kukuh.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved