Selasa, 7 Oktober 2025

Insentif Impor EV Tak Perlu Diperpanjang, Indonesia Harus Geser Fokus ke Produksi Lokal

fase insentif impor yang berlangsung sejak akhir 2022 telah meningkatkan penjualan EV di Indonesia secara signifikan

Penulis: Lita Febriani
Editor: Sanusi
Lita Febriani/Tribunnews.com
PENJUALAN MOBIL LISTRIK - Diskusi Forum Wartawan Industri 'Polemik Insentif BEV Impor', Gedung Kementerian Perindustrian, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (25/8/2025). Sejak 2019 hingga Juni 2025, populasi BEV di Indonesia mencapai 107.000 unit. (Tribunnews.com/Lita Febriani). 

Hal ini menunjukkan bahwa fase percobaan impor sekaligus mendorong konsumen untuk beralih ke kendaraan listrik dan hybrid, sekaligus menyiapkan pasar untuk produksi lokal yang lebih luas.

Namun demikian, dampak ekonomi dari impor kendaraan listrik hanya terasa pada sektor perdagangan, tanpa multiplier efek yang tinggi bagi industri dalam negeri. 

Pasalnya, bagi perusahaan yang sudah membangun pabrik dengan kapasitas tinggi, utilisasi pabrik dipastikan akan menurun dan tidak optimal. 

Selain itu, target produksi kendaraan dalam negeri sebesar 400.000 unit juga berisiko tidak tercapai jika insentif impor terus diberikan. Hal ini membuat investor yang sudah menanamkan modal merasa tidak adil dan kebijakan menjadi tidak konsisten. 

"Ini menyangkut kredibilitas kebijakan. Harusnya, tujuan awal, menjadi pusat produksi, bukan menjadi pasar saja tentu bisa tertunda," imbuhnya

Pemerintah dinilai seharusnya mendorong Indonesia menjadi pusat produksi, bukan sekadar pasar, sehingga penting untuk menghitung untung rugi program insentif impor secara jelas. 

Dengan adanya insentif diakui dari sisi konsumen, ada keuntungan berupa harga lebih murah dan kepuasan, sementara produsen juga mendapatkan surplus. Namun, dampak terhadap industri komponen dan fiskal harus diperhitungkan agar kebijakan tetap adil dan proporsional.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved