Energi Hijau, AI, dan Kendaraan Listrik Jadi Penggerak Permintaan Listrik Nasional
PLN mengidentifikasi tiga motor utama pertumbuhan konsumsi listrik dalam dekade mendatang
Editor:
Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah bersama PT PLN (Persero) resmi meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, sebuah peta jalan ambisius yang diyakini akan merevolusi lanskap ketenagalistrikan Indonesia.
Meski disebut sebagai RUPTL paling hijau sepanjang sejarah, pelaksanaannya menghadapi tantangan besar: kebutuhan investasi yang mencapai Rp3.000 triliun dan kepastian tumbuhnya permintaan listrik di berbagai sektor.
“RUPTL kali ini tidak hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan listrik, tetapi juga mendorong terciptanya permintaan baru, terutama di wilayah yang selama ini kurang terwakili seperti Indonesia Timur,” ujar Evy Haryadi, Direktur Teknologi, Engineering, dan Keberlanjutan PLN, dalam acara Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2025 di Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas sebesar 69,5 gigawatt (GW).
Dari jumlah tersebut, 76 persen atau sekitar 52,9 GW akan berasal dari energi baru terbarukan (EBT) dan teknologi penyimpanan energi.
Angka ini hampir menyamai total kapasitas pembangkit listrik yang telah dibangun sejak Indonesia merdeka, yakni sekitar 75 GW. Meski ambisius, RUPTL 2025–2034 dinilai memiliki nilai strategis yang tinggi.
Namun, ambisi besar ini membutuhkan arah permintaan yang jelas. Evy menekankan pentingnya strategi penciptaan demand, terutama untuk sektor-sektor yang diproyeksikan mengalami lonjakan konsumsi.
“Contohnya sektor perikanan di wilayah timur. Dengan menghadirkan cold storage berbasis listrik, kita bisa mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kebutuhan energi di sana,” jelasnya.
PLN mengidentifikasi tiga motor utama pertumbuhan konsumsi listrik dalam dekade mendatang: penggunaan pendingin ruangan (AC), ekspansi pusat data berbasis kecerdasan buatan (AI), dan adopsi kendaraan listrik (EV).
Ketiga faktor ini diyakini akan menjaga keberlanjutan bisnis sekaligus memperkuat agenda transisi energi nasional.
Untuk mendukung pengembangan pembangkit EBT yang membutuhkan investasi besar, PLN berupaya meningkatkan kepercayaan investor dengan memperbaiki profil risiko.
“Risiko kita sudah turun dari 30,7 ke 27,4, masuk kategori medium risk. Dengan perbaikan ini, peluang menarik investor semakin terbuka,” kata Evy.
Agar eksekusi proyek berjalan lancar—yang rata-rata memakan waktu 3 hingga 5 tahun—PLN memperkuat tiga aspek utama: pemetaan geospasial, pembentukan kelompok kerja lintas sektor dengan dukungan project management office (PMO), serta keseimbangan antara proyek jangka pendek dan jangka panjang. Strategi ini diharapkan mampu mengantisipasi keterlambatan pembangunan dan menjaga kontinuitas pasokan listrik.
Dengan fokus pada tantangan pendanaan dan penciptaan permintaan, RUPTL 2025–2034 bukan sekadar peta jalan energi, melainkan instrumen strategis yang akan menentukan apakah Indonesia mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% per tahun dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Biomassa Jadi Pilar Transisi Energi, Aspebindo dan PLN EPI Perkuat Kolaborasi |
![]() |
---|
Bahas RUU Ketenagalistrikan, Dewi Yustisiana: PLN Harus Perjelas Model Bisnis dan Aspek Teknis |
![]() |
---|
PLN Electric RUN 2025: Total Hadiah Rp730 Juta, Jadwal, Lokasi, dan Biaya Registrasi |
![]() |
---|
Insentif Pajak Impor Mobil Listrik Berakhir Tahun Ini, Tidak Diperpanjang di 2026 |
![]() |
---|
Insentif Impor EV Tak Perlu Diperpanjang, Indonesia Harus Geser Fokus ke Produksi Lokal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.