Wawancara Eksklusif
VIDEO WAWANCARA EKSKLUSIF Menteri Yandri Mengaku Nangis Ada 4 Warga Desa Tersangka Perambah Hutan
"Yang total dalam 100 persen masuk kawasan hutan, itu hampir 3.000 desa. Yang beririsan dengan hutan, ada 20.000 desa," jelas Menteri Yandri
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Yandri Susanto, mengaku tak kuasa menahan air mata saat mengetahui ada empat warga Sukawangi, Kabupaten Bogor, yang ditetapkan sebagai tersangka perambah hutan.
Ironisnya, empat warga itu dituduh merambah lahan yang justru merupakan tanah milik mereka sendiri—tanah yang sudah mereka garap turun-temurun, namun belakangan diklaim pemerintah sebagai kawasan hutan.
“Ada sekarang empat orang yang tersangka karena menggarap lahan mereka sendiri dianggap perambah hutan. Loh, saya sedih,” ujar Yandri.
“Saya ketemu ibu usia 59 tahun yang tiba-tiba jadi tersangka karena menggarap lahannya sendiri. Saya sampai mau nangis melihatnya itu,” lanjutnya dalam wawancara eksklusif bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, di program Ngobrol Bareng Cak Febby (Ngocak Febby), di Kediamannya, Jakarta, Jumat (3/10/2025).

Desa yang Lebih Tua dari Status Kawasan Hutan
Menurut Yandri, penetapan Kementerian Kehutanan pada 2014 yang memasukkan seluruh wilayah Desa Sukawangi ke dalam kawasan hutan tidak bisa diterima akal sehat.
Pasalnya, Desa Sukawangi telah berdiri sejak tahun 1930.
Selama hampir satu abad, desa ini tumbuh sebagai pemukiman lengkap dengan fasilitas umum seperti masjid, pondok pesantren, sekolah, PAUD, puskesmas, hingga kantor desa—semuanya dibangun secara resmi dengan persetujuan pemerintah.
“Bayangkan satu desa, 100 persen kawasan hutan. Padahal di sana ada sekolah, masjid, puskesmas, bahkan kantor desa. Logika mana yang bisa menerima itu?” tegasnya.
“Saya tanya, apakah ini dibangun oleh pemerintah? Iya. Apakah ini dulu kawasan hutan? Enggak. Nah ini menurut saya juga ada yang keliru."
Situasi ini membuat masyarakat resah.
Tidak hanya empat keluarga yang jadi tersangka, tetapi seluruh warga hidup dalam bayang-bayang ketakutan.
Mereka khawatir sewaktu-waktu bisa digugat hanya karena menggarap tanah warisan leluhur.
Baca juga: 2 Desa di Bogor Terancam Dilelang Akibat BLBI, Mendes Yandri: Pengagunan Tanah Adat Harus Dipidana
Ribuan Desa Alami Nasib Serupa
Yandri menegaskan masalah ini bukan hanya dialami di Sukawangi.
Data yang ia pegang menunjukkan 3.000 desa di Indonesia yang yang seluruh wilayahnya masuk ke dalam kawasan hutan akibat penetapan sepihak.
Bukan itu saja, 20.000 desa lain yang wilayahnya beririsan dengan kawasan hutan.
"Yang total dalam 100 persen masuk kawasan hutan, itu hampir 3.000 desa. Yang beririsan dengan hutan, ada 20.000 desa," jelasnya.
Menurut Yandri, kondisi ini menimbulkan persoalan serius, karena ribuan fasilitas publik ikut terseret status kawasan hutan, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat.

Kasus Desa Dilelang
Yandri juga menyinggung persoalan lain di Kabupaten Bogor, dimana tanah seluas lebih dari 800 hektar di dua desa dilelang sebagai aset sitaan dari kasus lama perbankan tahun 1980-an.
“Warga menyampaikan, mereka tidak pernah memberikan kuasa, tidak pernah menjual, tidak pernah menerima duit. Artinya ada hal yang tidak benar,” jelas Yandri.
Menurut Yandri, negara harus hadir membela masyarakat desa.
Ia berencana membawa persoalan ini ke Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung untuk mencari solusi terbaik.
“Yang lebih penting adalah kenyamanan warga. Desa tidak boleh jadi korban kebijakan yang keliru,” katanya.
Desa Jadi Produsen Pangan
Di sisi lain, ia menekankan pentingnya desa menjadi pusat produksi pangan, terutama untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Melalui Koperasi Desa Merah Putih, desa-desa diharapkan bisa menjadi produsen beras, telur, ikan, hingga sayur-mayur, bukan sekadar penonton.
“Jangan sampai desa hanya jadi penonton. Kalau MBG butuh ribuan telur, sayur, dan ikan setiap hari, mestinya desa yang menyuplai. Dengan begitu, ekonomi desa bergerak dan masyarakat sejahtera,” jelas Yandri.(*/Malau)
Saksikan wawancara eksklusif lengkapnya hanya di kanal YouTube Tribunnews.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.