Minggu, 5 Oktober 2025

Polemik Keabsahan Ijazah Gibran Rakabuming Raka, Pengamat: Prabowo Bisa Diuntungkan

Jika citra Gibran menurun, maka pengaruh Jokowi dan Gibran terhadap pemerintahan Prabowo bisa berkurang, sehingga Prabowo dapat diuntungkan.

prabowosubianto.com
POLEMIK IJAZAH GIBRAN - Dalam foto: Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka. Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, menyebut, Presiden RI Prabowo Subianto dapat menuai keuntungan dari polemik keabsahan ijazah dan data pendidikan milik Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka. 

TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza, menyebut Presiden RI Prabowo Subianto dapat menuai keuntungan dari polemik keabsahan ijazah dan data pendidikan milik Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka.

Menurut Efriza, polemik ijazah ini dapat menurunkan citra atau image dari anak sulung mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tersebut.

Jika citra Gibran menurun, maka pengaruh Jokowi maupun sang anak terhadap pemerintahan Prabowo bisa berkurang, sehingga Prabowo dapat mengambil keuntungan.

Hal ini disampaikan Efriza saat menjadi narasumber dalam program On Focus yang ditayangkan di kanal YouTube Tribunnews, Rabu (1/10/2025).

"Iya kalau berbicara siapa yang diuntungkan, tentu saja adalah satu sisi Pak Prabowo tentu sangat diuntungkan kalau seandainya citra dari Gibran ini semakin lama semakin menurun," kata Efriza.

"Artinya pengaruh dari Pak Jokowi maupun pengaruh dari Gibran ini semakin lama semakin berkurang," tambahnya.

Akan tetapi, Efriza menilai, di sisi lain Prabowo juga bisa direpotkan dengan polemik ijazah Gibran tersebut.

Sebab, polemik yang menerpa Gibran maupun Jokowi masih tetap memengaruhi pemerintahan Prabowo.

"Tapi apakah dengan seperti itu, pemerintahan Prabowo ini 100 persen bisa tidak terpengaruh oleh kasus Gibran maupun Pak Jokowi? Tentu tidak," tutur Efriza.

"Jadi ini adalah sebuah kondisi yang sangat merepotkan buat Pak Prabowo sendiri," katanya.

"Karena Pak Prabowo tentu saja dinarasikan sebagai seorang presiden yang mengedepankan persatuan, mengharapkan semua masyarakat ini bisa bekerja sama membangun negeri," imbuhnya.

Baca juga: Soal Data Pendidikan Gibran Rakabuming Raka di Singapura, Profesor NTU Heran Kok Bisa Masuk MDIS

"Namun di sisi lain, ada permasalahan di aspek wakil presidennya. Bagi Pak Prabowo, tentu saja ini tidak menguntungkan bagi dia," jelas Efriza.

Meski demikian, Efriza menilai, menurunnya citra Gibran dapat dimanfaatkan menjadi ajang pembuktian bahwa Prabowo tidak mudah terpengaruh dan bukanlah boneka seperti yang ditudingkan kepadanya oleh beberapa pihak.

"Namun bagi orang-orang yang di belakang Prabowo, ini adalah kesempatan yang luar biasa [untuk] membuktikan bahwa Pak Prabowo ini tidak terganggu, Pak Prabowo tidak dipengaruhi," ujar Efriza.

"Jadi, Pak Prabowo ini bisa menunjukkan dia sebagai presiden yang luar biasa, bisa mandiri, tidak sebagai presiden boneka atau tidak dipengaruhi oleh Pak Jokowi maupun Pak Gibran karena mereka berdua sedang dalam proses yang bermasalah," paparnya.

Akan tetapi, Efriza mengingatkan, bagaimanapun kasus Gibran tetap berpengaruh terhadap Prabowo.

Dalam sistem demokrasi Indonesia, presiden dan wakil presiden adalah paket yang tidak dapat dipisahkan dalam persepsi publik.

Ketika Gibran tersandung masalah, baik itu terkait isu administrasi, kinerja, atau bahkan tuduhan politisasi, hal ini akan memengaruhi kepercayaan publik terhadap pemerintahan secara keseluruhan. 

Meski begitu, Efriza menilai, Prabowo sudah tahu betul konsekuensi dari isu yang menerpa Gibran terhadap pemerintahannya.

"Namun permasalahannya adalah bahwa politik itu tidak bisa dilihat dalam posisi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Karena ini adalah pasangan calon," kata Efriza.

"Jadi apa pun yang terjadi, kasus Gibran ini tentu memengaruhi Pak Prabowo," tambahnya.

Efriza menilai, polemik ijazah Gibran menjadi dilema, antara keinginan publik untuk mendapatkan pemimpin yang baik atau potensi politisasi yang dapat merusak legitimasi pemerintahan Prabowo.

"Satu sisi memang baik karena kita ingin menghasilkan seorang pemimpin yang benar-benar baik, baik dari sisi administrasi maupun dari sisi kinerjanya," ujar Efriza.

"Namun, jangan pula hal ini menjadi politisasi untuk menyandera seseorang dan tentu saja untuk menghancurkan legitimasi dari pemerintah," jelasnya.

"Dan ini tentu merepotkan, dan saya rasa Pak Prabowo pun dengan legawa juga menyadari bahwa apa pun yang terjadi dengan Gibran tentu imbasnya adalah ke pemerintahannya," tandasnya.

Polemik Ijazah dan Data Pendidikan Gibran Rakabuming Raka

Belum genap setahun menjabat sebagai orang nomor dua RI, Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka saat ini tengah diterpa isu mengenai keabsahan ijazah dan data pendidikannya, isu yang sama yang juga meliputi nama sang bapak, Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

Keabsahan ijazah Gibran sempat diajukan dalam sebuah gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Ini terjadi pada konteks Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024, di mana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menggugat putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menerima pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden.

Gugatan tersebut menyoroti berbagai isu, termasuk syarat pendidikan dan ijazah, dengan nomor perkara 133/G/TF/2024/PTUN.JKT.

Akan tetapi, putusan yang dibacakan pada 10 Oktober 2024 menolak gugatan tersebut.

Majelis hakim PTUN Jakarta menyatakan, putusan KPU yang menerima pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden dianggap sah dan tidak melanggar hukum.

Dengan demikian, gugatan PDIP tidak diterima, dan status Gibran sebagai calon wakil presiden saat itu tetap sah tanpa perubahan terhadap hasil pemilu.
 
Kemudian, pada 2025 muncul gugatan perdata terpisah terkait isu ijazah SMA Gibran (dari sekolah di Australia) yang diajukan oleh warga sipil sekaligus advokat bernama Subhan Palal.

Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan terdaftar dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.

Dalam gugatannya, Subhan menuntut Gibran dan KPU membayar ganti rugi Rp125 triliun, serta meminta majelis hakim untuk menyatakan jabatan Gibran tidak sah.

Sidang perdana gugatan ini digelar pada Senin (8/9/2025). Namun, Gibran tidak hadir.

Gugatan Subhan kini sudah memasuki tahap mediasi, suatu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non-litigasi) di mana pihak-pihak yang berselisih dibantu oleh seorang mediator untuk mencapai kesepakatan bersama secara sukarela.

Sejatinya, pada Senin (29/9/2025) lalu, sidang mediasi pertama terkait kasus gugatan Subhan Palal terhadap Gibran dan KPU ini digelar.

Namun, sidang akhirnya ditunda lantaran Subhan meminta Gibran hadir di lokasi.

Pada sidang mediasi ini, Gibran dan KPU memang tidak hadir secara langsung; mereka hanya diwakili oleh kuasa hukum masing-masing.

Sejak awal gugatan ini berproses di pengadilan, Gibran juga diketahui tidak pernah hadir langsung.

Mantan Wali Kota Solo itu disebut sudah menyerahkan surat kuasa khusus kepada tim pengacara agar dapat mewakilinya di hadapan hakim.

Sidang akhirnya dilanjutkan Senin (6/10/2025) nanti, dengan agenda yang masih sama, yakni mediasi. 

Pihak penggugat diminta membawa proposal perdamaian, sekaligus menantikan kehadiran Gibran selaku tergugat.

(Tribunnews.com/Rizki A.)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved