Kisah Clara Sumarwati, Penakluk Everest 1996 yang Prestasinya Sempat Tak Diakui, Kini Tutup Usia
Clara Sumarwati, penakluk Everest pertama asal Indonesia telah tutup usia. Adapun prestasinya sempat diakui dan membuatnya depresi.
TRIBUNNEWS.COM - Clara Sumarwati, pendaki asal Indonesia pertama yang berhasil mencapai puncak Gunung Everest di Nepal, meninggal dunia pada usia 60 tahun, Kamis (2/10/2025).
Pendaki perempuan asal Yogyakarta itu sempat menorehkan prestasi ketika menjadi pendaki pertama yang berhasil menaklukkan Gunung Everest pada September 1996.
Dikutip dari Tribun Jogja, Clara sempat mengidap penyakit diabetes sebelum meninggal dunia.
Hal ini diungkap oleh kakak Clara, Rita Heru Setya. Rita menuturkan penyakit tersebut diderita adiknya sejak setahun terakhir.
"Wafatnya jam 11 siang di rumah. Sebelumnya sudah menderita gula. Kalau sakit gulanya itu sudah muncul kurang lebih satu tahunan," ujarnya saat di rumah duka di Kampung Minggiran, Suryodiningratan, Mantrijeron, Kota Yogyakarta.
Rita juga bercerita bahwa Clara sempat tinggal di daerah Kalasan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Namun, lantaran pola makan yang tidak teratur, akhirnya dibawa pulang ke rumah keluarga di Mantrijeron.
Baca juga: Ibarat Taklukkan Gunung Everest, Komentar Simone Inzaghi Singkirkan Manchester City di 16 Besar
Di sisi lain, Clara juga disebut enggan dirawat di rumah sakit meski telah direncanakan oleh pihak keluarga.
Clara, kata Rita, justru lebih ingin beristirahat di rumah saja.
Adapun jenazah Clara dimakamkan di Pemakaman Sidikan, Pandeyan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta pada Jumat (3/10/2025) hari ini pukul 11.00 WIB tadi.
Sosok Clara Sumarwati dan Sejarah Kesuksesan sampai Puncak Everest
Dikutip dari p2k.stekom.ac.id, Clara Sumarwati merupakan sosok kelahiran 6 Juli 1967.
Dia merupakan anak ke-6 dari 8 bersaudara pasangan Marcus Mariun dan Ana Suwarti. Clara merupakan lulusan Psikologi Pendidikan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) pada tahun 1990.
Clara yang sempat bercita-cita ingin menjadi guru konseling ini akhirnya mengubur mimpinya itu ketika bergabung dengan ekspedisi pendakian gunung ke puncak Annapurna IV di Nepal pada tahun 1990.
Akhirnya, Clara pun semakin kerap mendaki gunung di berbagai negara di Asia. Pada Januari 1993, Clara bersama tiga pendaki perempuan Indonesia berhasil mencapai puncak Aconcagua di Pegunungan Andes, Amerika Selatan, yang memiliki ketinggian 6.959 mdpl.
Puncak prestasi Clara tentu adalah ketika berhasil mencapai puncak Everest yang merupakan gunung tertinggi di dunia yakni dengan ketinggian 8.848 mdpl.
Prestasi ini diukir Clara pada 26 September 1996 silam. Di sisi lain, pendakian ke Gunung Everest bukan kali pertama dilakukan oleh Clara.
Pasalnya, pada tahun 1994, dia bersama lima pendaki lainnya yang tergabung dalam Perkumpulan Pendaki Gunung Angkatan Darat (PPAD) melakukan pendakian ke Everest tetapi berujung tidak bisa mencapai puncak.
Clara dan timnya hanya bisa mencapai ketinggian sekitar 7.000 mdpl karena terhadang kondisi medan yang berat dan berbahaya di jalur selatan Pegunungan Himalaya atau yang lazim disebut South Col.
Kegagalan ini membuat Clara tak patah arang dan justru semakin membuatnya termotivasi untuk menaklukan Everest.
Akhirnya dia sempat berpikiran untuk kembali mendaki pada 17 Agustus 1995 atau tepat ketika HUT RI ke-50. Namun, ketika itu, tidak ada perusahaan yang mau menyeponsori ekspedisinya itu.
Saat itu, Clara menyebut total biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pendakian ke Everest mencapai Rp500 juta.
Singkat cerita, pihak Istana pun menyanggupi keinginan Clara tersebut. Namun, lantaran tengah ada badai dahsyat di Pegunungan Himalaya, pendakian pun ditunda.
Akhirnya, Clara pun melakukan pendakian setahun setelahnya dan berhasil menuju puncak Everest pada 26 September 1996 lalu.
Clara pun langsung memperoleh predikat sebagai pendaki pertama asal Indonesia yang berhasil menuju puncak Everest.
Namanya pun tercatat di buku berjudul Everest karya penulis asal Inggris, Walt Unsworth yang terbit pada tahun 1999.
Selain itu, nama Clara juga tercatat dalam buku karya pendaki asal Italia, Reinhold Messner berjudul Everest: Expedition to the Ultimate yang terbit di tahun sama.
Prestasi Clara juga dituangkan oleh penulis asal Indonesia bernama Furqon Ulya Himawan dalam buku berjudul Indonesia Menjejak Everest.
Sempat Depresi karena Prestasinya Tak Diakui
Namun, meski namanya tercatat dalam berbagai buku, prestasi Clara mencapai puncak Everest sempat diragukan berbagai pihak.
Pasalnya, tidak ada bukti otentik seperti foto Clara menancapkan bendera Merah Putih ketika mencapai puncak Everest.
Padahal, menurut berbagai pencatatan pendakian di dunia, Clara diakui sebagai pendaki ke-836 yang bisa mencapai puncak Everest.
Melihat prestasinya tidak diakui membuat Clara depresi. Bahkan, dia sempat dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) setahun setelah pendakiannya ke Everest.
Baca juga: Puncaki Everest Dalam Sepekan dengan Gas Xenon?
Ketika itu, Clara disebut kerap bercerita ke tenaga medis yang merawatnya bahwa dia berhasil menaklukkan Everest. Namun, ceritanya itu tidak pernah digubris dan dianggap hanya sebagai khayalannya semata.
Prestasi Clara pun baru diakui secara sah oleh negara pada tahun 2009 ketika ada perwakilan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengunjungi seorang wakil kontingen dari Jawa Tengah bernama Poppy Safitri yang hendak mengikuti lomba pemuda pelopor tingkat nasional.
Ketika itu, salah satu aktivitas Poppy adalah mengajar seni tari di RSJ. Dalam kunjungan ke RSJ itulah, ada salah satu anggota tim dari Kemenpora mengenali sosok Clara sebagai penakluk Everest.
Sebagian artikel telah tayang di Tribun Jogja dengan judul "Clara Sumarwati Perempuan Penakluk Gunung Everest dari Yogyakarta Berpulang"
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Jogja/Almurfi Syofyan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.