Gibran Digugat ke Pengadilan
PSI Minta Polemik Ijazah Gibran Berhenti usai MDIS Klarifikasi: Jika Tidak, Ada Unsur Politis
PSI minta polemik soal ijazah Gibran dihentikan usai ada klarifikasi dari MDIS. Jika tidak berhenti, maka dianggap gugatannya berunsur politis.
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum PSI, Andy Budiman, meminta agar polemik terkait ijazah milik Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka, dihentikan setelah Management Development Institute of Singapore (MDIS) telah memberikan klarifikasi.
MDIS sempat mengumumkan bahwa Gibran memang sempat berkuliah pada tahun 2007 dan lulus tiga tahun setelahnya.
Adapun pengumuman ini disampaikan pihak MDIS pada Rabu (1/10/2025) dalam rangka menjawab polemik terkait kualifikasi pendidikan Gibran.
Andy mengatakan seharusnya penjelasan dari MDIS menjadi akhir polemik soal pendidikan Gibran untuk dihentikan.
"Seharusnya penjelasan MDIS menghentikan polemik soal pendidikan dan ijazah Mas Gibran bila niatnya benar-benar mencari kebenaran."
"Siapa lagi yang bisa memberikan klarifikasi selain MDIS sebagai penyelenggara pendidikan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (3/10/2025).
Baca juga: Soal Data Pendidikan Gibran Rakabuming Raka di Singapura, Profesor NTU Heran Kok Bisa Masuk MDIS
Andy mengatakan jika penjelasan MDIS tidak bisa menghentikan polemik soal pendidikan Gibran, maka dia menganggap ada unsur politis bagi pihak yang masih mempermasalahkannya.
Ia menganggap pihak yang mempermasalahkan tersebut tidak murni mencari kebenaran tetapi hanya berniat untuk membuat gaduh.
"Kita lihat apa isu ini padam (setelah ada penjelasan dari MDIS). Bisa jadi gerakan ini bermotif politik untuk terus melanjutkan fitnah terkait ijazah Wapres."
"Tujuan mereka bukan untuk mencari kebenaran, tapi untuk terus menciptakan kegaduhan politik," tegasnya.
Sebelumnya, MDIS telah menyatakan bahwa Gibran adalah lulusan dari perguruan tinggi yang berlokasi di Singapura tersebut.
Gibran, kata MDIS, meraih gelar Diploma Lanjutan setelah berkuliah selama tiga tahun dari 2007-2010.
"Bapak Gibran Rakabuming Raka adalah mahasiswa penuh waktu di Management Development Institute of Singapore (MDIS) dari tahun 2007 hingga 2010. Selama periode ini, beliau menyelesaikan Diploma Lanjutan," kata MDIS, Rabu, dikutip dari Kompas.com.
Lalu, mantan Wali Kota Solo itu melanjutkan pendidikannya di universitas yang bermitra dengan MDIS, yaitu University of Bradford.
Di universitas tersebut, Gibran meraih gelar sarjana di bidang marketing.
"Dilanjutkan dengan gelar Sarjana Sains (Honours) di bidang Marketing yang diberikan oleh mitra universitas kami saat itu, University of Bradford, Inggris," ujar MDIS.
Kata Penggugat Gibran
Di sisi lain, Gibran memang tengah digugat oleh seorang advokat bernama Subhan Palal terkait kualifikasi pendidikannya.
Ia digugat secara perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan dituntut untuk membayar ganti rugi sebesar Rp125 triliun.
Subhan pun telah buka suara terkait klarifikasi dari MDIS soal pendidikan Gibran. Namun, dia menegaskan tidak mempermasalahkan soal lulus atau tidaknya putra sulung Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) tersebut di MDIS.
Namun, dia mengatakan gugatannya berkaitan soal riwayat pendidikan SMA Gibran yang menurutnya tidak sesuai dengan UU Pemilu.
Baca juga: Tepat di Hari Ulang Tahun Gibran, MDIS Konfirmasi Wapres RI Kuliah di Singapura dan Raih Sarjana
Gibran memang bukan lulusan SMA dalam negeri tetapi luar negeri, tepatnya di Orchid Park Secondary School di Singapura.
Menurutnya, hal tersebut tidak sesuai dengan UU Pemilu.
“SMA Gibran tidak memenuhi ketentuan UU Pemilu UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 169 huruf r,” jelasnya.
Subhan menilai, dalam UU Pemilu, sekolah yang sederajatlah yang dianggap memenuhi kualifikasi meski ia juga mengatakan ijazah SMA dari luar negeri tetap dinyatakan setara di Indonesia.
Ia menjelaskan, penyetaraan ini hanya bisa diakui untuk kelanjutan sistem pendidikan di Indonesia.
“Penyetaraan hanya diakui untuk kelanjutan sistem pendidikan di Indonesia, menurut Kepmen,” tegasnya.
Isi Gugatan Subhan ke Gibran
Dalam gugatannya, Subhan tidak hanya menggugat Gibran saja tetapi juga Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Ia menganggap ada beberapa syarat pendaftaran Gibran saat menjadi cawapres yang tidak terpenuhi.
Baca juga: Mediasi Gugatan Perdata Rp 125 Triliun Ditunda, Minta Wapres Gibran Hadir
Untuk itu, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
Gibran dan KPU juga dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara. “Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” bunyi petitum.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Rahmat Fadjar Nugraha)(Kompas.com/Adhyasta Dirgantara)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.