Gibran Digugat ke Pengadilan
Mediasi Gugatan Perdata Rp 125 Triliun Ditunda, Minta Wapres Gibran Hadir
Wapres Gibran tak hadir, sidang perdata agenda mediasi terkait ijazah Wapres Gibran di PN Jakpus ditunda pekan depan.
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perdata terkait ijazah Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berlanjut ke tahap mediasi pada hari ini, Senin (29/9/2025).
Tahap mediasi hari ini digelar tertutup, kemudian ditunda karena Tergugat Wapres Gibran tak hadir.
"Bahwa prinsipal wajib hadir. Karena hari ini nggak hadir, maka mediator memutuskan untuk ditunda. Sampai prinsipal hadir Tergugat satu dan dua," kata Penggugat ijazah Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka, Subhan Palal kepada awak media di PN Jakpus.
Kemudian dikatakannya jika prinsipal berhalangan hadir setidaknya harus ada empat alasan. Hal itu sesuai Surat edaran Mahkamah Agung.
Sementara itu, pengacara Gibran, Dadang Herli Saputra juga mengamini hal tersebut.
"Walaupun tidak datang, ada beberapa pengecualian di sana. Ada di Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016," jelas Dadang.
Baca juga: Soal Mediasi Gugatan Ijazah Gibran Rp 125 Triliun, Subhan Palal: Kita Lihat Nanti
Sidang dilanjutkan Senin pekan depan dengan agenda masih sama mediasi.
Pihak penggugat diminta membawa proposal perdamaian, sekaligus menantikan kehadiran Tergugat Wapres Gibran.
Diketahui gugatan Subhan terhadap Wapres Gibran tersebut teregister dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.
Jubir PN Jakpus Sunoto, mengungkapkan dalam petitumnya, Subhan meminta majelis hakim menyatakan Gibran dan KPU melawan hukum.
"Menyatakan tergugat I (Gibran) tidak sah menjabat sebagai Wakil Presiden periode 2024–2029," kata Sunoto kepada awak media, Rabu (3/9/2025).
Baca juga: Subhan Palal Jawab soal Gugatan Gibran di Tengah Isu Pemakzulan dan Ijazah Jokowi
Selain itu, Subhan menuntut Gibran dan KPU secara tanggung renteng membayar ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp125,01 triliun kepada penggugat dan seluruh warga negara Indonesia. Uang tersebut nantinya disetorkan ke kas negara.
Penggugat juga meminta pengadilan menghukum para tergugat membayar uang paksa sebesar Rp100 juta per hari apabila lalai melaksanakan putusan.
"Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini," tandasnya.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.