Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih Menolak Barang Bukti Apartemen Dikembalikan untuk Mantan Istrinya
Eks Direktur Investasi sekaligus Direktur Utama PT Taspen Antonius Kosasih, menolak mengembalikan barang bukti apartemen untuk mantan istrinya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Direktur Investasi sekaligus Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih atau Antonius Kosasih, menolak mengembalikan barang bukti apartemen untuk mantan istrinya Rina Lauwy Kosasih.
Adapun hal itu disampaikan Antonius Kosasih melalui kuasa hukumnya dalam sidang beragenda duplik dugaan korupsi investasi fiktif PT Taspen yang merugikan keuangan negara Rp 1 triliun di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (2/10/2025).
Duplik adalah jawaban kedua atau tanggapan dari pihak terdakwa terhadap replik yang diajukan jaksa penuntut umum dalam suatu proses peradilan.
"Terkait pengembalian penyitaan barang bukti nomor 736, apartemen Belleza unit 21 FS 5. Bahwa kami menolak dengan tegas pengembalian terhadap barang bukti nomor 736 berupa satu bundel sertifikat hak milik atas satuan rumah susun nomor 03977 untuk rumah susun hunian Beleza Permata Hijau Lantai 21 FS 5 kepada Rina Lauwy Kosasih," kata kuasa hukum Kosasih di persidangan.
Kosasih mengklaim apartemen tersebut atas nama miliknya.
Baca juga: Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih Bacakan Pembelaan, Ungkap Perjuangan Anak dan Ibunya yang Sakit
"Sebab sertifikat hak milik tersebut merupakan milik dan atas nama terdakwa Antonius Nicholas Stephanus Kosasih," imbuhnya.
Karena itu, lanjut kuasa hukum, mohon agar sertifikat a quo diputus untuk dikembalikan kepada terdakwa Antonius Kosasih.
"Berikut dengan aset-aset lainnya yang atas nama Terdakwa," ujarnya.
Jaksa Penuntut Umum KPK dalam sidang sebelumnya mengembalikan sertifikat satu unit apartemen atas nama Haryanto Lauwy Kosasih kepada Rina Lauwy Kosasih.
Adapun hal itu disampaikan Jaksa KPK saat membacakan replik.
Baca juga: Eks Dirut Taspen Kosasih Dituntut 10 Tahun Penjara Perkara Investasi Fiktif Rp 1 Triliun
Replik adalah jawaban balasan dari pihak penggugat terhadap jawaban yang diajukan oleh pihak tergugat dalam suatu proses hukum, baik perdata maupun pidana.
Sebagai informasi Rina Lauwy Kosasih merupakan mantan istri Terdakwa eks Direktur Utama PT Taspen Antonius Kosasih.
"Penuntut umum telah menerima surat sebagai berikut. Satu, surat dari Rina Lauwy tanggal 18 September 2025 perihal permohonan pencabutan blokir atas sertifikat hak milik satu unit Apartemen Belleza Unit 21 FS 7 atas nama Haryanto Lauwy Kosasih atau ayah Rina Lauwy Kosasih," kata Jaksa KPK di persidangan.
Lanjut penuntut umum, permohonan kedua pengembalian sertifikat apartemen Belleza Unit 21 FS 5.
"Perihal permintaan permohonan pengembalian sertifikat Apartemen Belleza Unit 21 FS 5, sikap penuntut umum telah mengajukan tuntutan atas barang bukti tersebut, yaitu barang bukti nomor 736 yaitu dikembalikan kepada Rina Lauwy Kosasih," jelas jaksa.
Jaksa KPK menegaskan tidak akan mengajukan tuntutan terhadap barang bukti tersebut.
"Sikap penuntut umum terhadap pencabutan blokir tersebut. Objek dimohonkan yaitu hak milik satu unit apartemen Belleza 21 FS 7 atas nama Haryanto Lauwy Kosasih tidak terdapat dalam daftar barang bukti," kata jaksa KPK.
"Sehingga atas permohonan tersebut, penuntut umum bersikap tidak akan mengajukan tuntutan atas barang bukti yang dimaksud," imbuhnya.
Kosasih Dituntut 10 Tahun Penjara
Mantan Direktur Investasi sekaligus Direktur Utama PT Taspen, Antonius dituntut pidana penjara 10 tahun pada perkara dugaan investasi fiktif PT Taspen.
Jaksa menilai Kosasih terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam perkara tersebut.
Atas perbuatannya, Kosasih dituntut juga membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu Kosasih juga dituntut pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 29,15 miliar, valas 127.057 USD.
Kemudian 283.002 dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 30 poundsterling, 128 ribu yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1,26 juta won Korea, dan Rp2,87 juta
Jaksa mengungkap hal yang memberat tuntutan terhadap Kosasih adalah terdakwa dinilai berbelit-belit selama persidangan sehingga mempersulit pembuktian.
Terkait pidana tambahan berupa uang pengganti.
Jaksa menerangkan Terdakwa tak mampu untuk membayar, maka harta bendanya akan disita dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut.
Bila harta bendanya tidak mampu untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Sementara itu dalam perkara yang sama, eks Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto dituntut 9 tahun dan 4 bulan penjara.
Ia pun dituntut membayar denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Selain itu, Ekiawan juga dituntut pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar 253,664 USD.
Bila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Konstruksi Perkara
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK dalam dakwaannya mengungkap kasus berawal saat Kosasih melakukan investasi pada Reksadana I-Next G2 untuk mengeluarkan Sukuk Ijarah TPS Food II Tahun 2016 (Sukuk SIA-ISA 02) yang default dari portfolio PT Taspen tanpa didukung rekomendasi hasil analisis investasi.
Kosasih juga menyetujui peraturan direksi tentang kebijakan investasi PT Taspen untuk mengakomodasi pelepasan Sukuk SIA-ISA 02 melalui investasi Reksadana I-Next G2 tersebut.
Jaksa mengatakan pengelolaan investasi itu dilakukan secara tidak profesional.
Atas perbuatannya, Kosasih diduga memperkaya diri senilai USD127.037, SGD283.000, EUR10.000, THB1.470, GBP20, JPY128, HKD500, dan KRW1.262.000.
Sedangkan Ekiawan menerima Rp200 juta dan uang asing sejumlah USD242.390.
Sejumlah uang tersebut telah disita penyidik KPK untuk pembuktian perkara sekaligus untuk optimalisasi pemulihan aset.
Ia diduga telah memperkaya korporasi yakni PT IMM sebesar Rp 44.207.902.471, PT KB Valbury Sekuritas Indonesia sebesar Rp2.465.488.054, PT Pacific Sekuritas Indonesia sebesar Rp 108 juta, PT Sinarmas Sekuritas sebesar Rp 44 juta, PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk sebesar Rp150 miliar.
Kosasih dan Ekiawan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.