Sabtu, 4 Oktober 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Carut Marut Program MBG selain Keracunan: SPPG Dikuasai Keluarga, Yayasan Terafiliasi Politik

Kasus terkait program MBG ternyata tidak hanya soal keracunan saja. Tetapi terkait administrasi dan tata kelola SPPG-nya termasuk bermasalah.

Tribun Jabar/Gani Kurniawan
DAPUR MBG - Petugas menyiapkan paket makanan bergizi yang akan didistribuskan ke salah satu sekolah pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Baleendah Rancamanyar, Jalan Bojongsayang, Desa Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (29/9/2025). Dapur SPPG yang melibatkan 47 orang relawan ini beroperasi sejak 25 Agustus 2025 dengan mendistribusikan MBG kelima sekolah, yakni SDN Rancamanyar 2,3 dan 6, SDIT Az-Zahra Rancamanyar, dan SMPN 3 Baleendah. Serta Posyandu B3 yang melayani ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Kasus terkait program MBG ternyata tidak hanya soal keracunan saja. Tetapi terkait administrasi dan tata kelola SPPG-nya termasuk bermasalah. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

TRIBUNNEWS.COM - Carut marut terkait penyelenggaraan program Makan Bergizi Gratis (MBG) ternyata tidak hanya soal kasus keracunan yang masif terjadi di berbagai wilayah.

Namun, pengelolaan terkait dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) turut bermasalah.

Menurut DPR, ada SPPG yang dimonopoli oleh satu keluarga yang berjumlah 47 orang. Hal ini diungkap oleh anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN, Muazzim Akbar, saat rapat bersama Badan Gizi Nasional (BGN) hingga Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Rabu (1/10/2025).

Tak sampai disitu, Ombudsman juga menemukan praktik penyimpangan di mana ada satu yayasan yang menaungi salah satu SPPG berafiliasi politik.

Ada SPPG Seluruh Karyawannya Masih Ada Ikatan Keluarga

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN, Muazzimm Akbar, mengeklaim adanya salah satu SPPG yang dikuasai oleh satu keluarga yang berjumlah 47 orang.

"Ya kalau kita berharap karena saya ada lihat juga salah satu SPPG itu yang merekrut anaknya, ponakannya, istrinya, besannya, sepupunya."

"Jadi yang jadi karyawan SPPG itu keluarganya dia saja yang 47 orang itu," ujarnya.

Muazzim pun menyayangkan adanya fenomena tersebut. Padahal, salah satu tujuan diadakannya program MBG, demi membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas. Ia menegaskan seharusnya SPPG diisi oleh pihak yang profesional.

Baca juga: Psikolog Sebut Anak-anak Bisa Phobia Buntut Keracunan MBG yang Terus Berulang: Dengar Kata MBG Stres

Namun, Muazzim justru tidak menyebut perlunya penyelidikan terkait fenomena satu keluarga menguasai SPPG.

Dia justru meminta agar mereka diberi pelatihan memasak hingga penyajian makanan siap saji.

"Yang kedua kita berharap dari 47 orang itu seperti yang disampaikan tadi, ada pelatihan karena yang namanya memberikan makanan siap saji lebih dair sekian jam itu sudah ada potensi untuk keracunan. Cara kita memasak, cara kita menutup juga ada potensi-potensi keracunan," ujarnya.

Ombudsman Temukan Yayasan MBG Terafiliasi Politik

Kepala Pencegahan Maladministrasi Ombudsman, Kusharyanto Kusumaharsa, mengatakan pihaknya menemukan adanya yayasan yang mendaftar untuk membangun SPPG terafiliasi secara politik.

Kusumaharsa mengatakan temuan itu berdasarkan penelusuran yang dilakukan terkait proses pendaftaran untuk pembangunan SPPG.

Dia menuturkan ada pihak yang diduga sengaja ditunda untuk tidak segera diperbolehkan membangun SPPG demi mendahulukan yayasan yang terafiliasi secara politik tersebut.

"Kita temukan bahwa dalam pendaftaran (SPPG) ini banyak yang belum terverifikasi, tetapi ada juga yang sudah terverifikasi dan memperoleh ketetapan sebagai SPPG."

"Dari situ, kami melihat ada maladministrasi penundaan berlarut dari proses pendaftaran itu. Artinya ada yang sesuai, ada yang masih mengantri cukup lama. Dari situ kami melihat ada SPPG yang berafiliasi (secara politik)," katanya dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di YouTube Kompas TV, Rabu.

Kusumaharsa mengatakan tidak ada aturan soal siapa saja yang boleh menjadi SPPG. Namun, dia menegaskan ketika dalam prosesnya ada konflik kepentingan, maka itu yang menjadi suatu kesalahan.

Di sisi lain, dia menyebut Ombudsman sebenarnya tidak mempermasalahkan ketika ada yayasan berafiliasi politik terlibat dalam program MBG.

Namun, sambung Kusumaharsa, akan menjadi pelanggaran ketika syarat yang diberlakukan bagi yayasan tersebut untuk membangun SPPG diperingan karena adanya afiliasi politik.

"Kalau gara-gara ada afiliasi, kemudian memperingan persyaratan yang sudah ditentukan, itu yang menjadi permasalahan maladministrasi," jelasnya.

Kusumaharsa pun mendorong agar BGN transparan terkait proses pendaftaran dan verifikasi demi menghindari adanya konflik kepentingan.

Wakil BGN Sempat Sebut Ada Politisi Minta Jatah SPPG, Ditagih Spill Nama oleh DPR

Sebelum Ombudsman mengumumkan temuannya itu, Wakil BGN, Nanik S Deyang, sempat mengeklaim adanya politisi yang menghubunginya untuk meminta jatah SPPG.

Nanik mengaku langsung geram dengan politisi tersebut.

"Saya jawab, eh kamu politikus bukannya bantu saya bagaimana mengomunikasikan soal keracunan, malah minta dapur. Langsung saya blok, blok, blok," ujar Neni saat konferensi pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025) lalu.

Baca juga: Keracunan Massal Disorot, Anggota DPR Ini Justru Minta Kata ‘Gratis’ di MBG Dihapus—Emang Kenapa?

Pascapernyataan Nanik itu, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN, Sahidin, meminta penjelasan dari BGN terkait nama politisi yang meminta jatah SPPG tersebut.

Sahidin menilai tuduhan tersebut hanya demi upaya BGN untuk mencari kambing hitam terkait masifnya kasus keracunan MBG.

"Ada yang menyalahkan politisi lah minta dapur, ada yang tadi bicara pidana, itu persoalan kita kan keracunan berarti ada masalah di dalam ini," ujar Sahidin dalam rapat bersama BGN hingga Kemenkes di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu.

Dia mengaku gerah dengan narasi adanya politisi yang meminta jatah SPPG. Ia pun langsung bertanya ke Kepala BGN, Dadan Hindayana, yang hadir dalam rapat untuk mengungkap nama politisi yang dimaksud.

"Kalau ada politisi tunjuk hidungnya, siapa? Jangan kita bicara di medsos, tambah ramai pak, kasian bapak-bapak. Dulu satu Wamen bapak aman-aman saja, bertambah kami pun gerah jadinya," tegasnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Igman Ibrahim/Chaerul Umam)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved