Minggu, 5 Oktober 2025

CSR dan Jurnalisme: Bukan Sekadar Berita Seremonial, Tapi Solusi Sosial

Media dan CSR: Menulis Kebaikan yang Berdampak, Bukan Sekadar Berita Baik

istimewa
CSR - TBIG melalui tim CSR bekerja sama dengan trainer professional dalam menyusun materi pembelajaran bagi siswa SMK, mahasiswa jurusan koperasi dan pelaku usaha mikro. Media dan CSR: Menulis Kebaikan yang Berdampak, Bukan Sekadar Berita Baik 

TRIBUNNEWS.COM – Di tengah hiruk pikuk industri dan derasnya arus informasi, satu pertanyaan penting sering kali terlewat: Bagaimana menerapkan kerangka jurnalisme berkualitas untuk menopang peliputan Corporate Social Responsibility (CSR)?

Pertanyaan ini mengemuka dalam Journalism Fellowship On CSR 2025 batch II, sebuah inisiatif hasil kolaborasi Tower Bersama Group (TBIG) dan Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP).

Di hadapan para jurnalis dan jurnalis senior, Fransiskus Surdiasis, yang juga merupakan anggota Komite Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Jurnalisme Berkualitas, mengungkapkan sebuah gagasan penting yang menggugah cara pandang lama terhadap CSR.

“Selama ini, media dan bahkan para jurnalismasih melihat CSR sebagai urusan internal perusahaan. Sekadar aksi kebaikan yang patut diberitakan, bukan sebagai bagian dari kepentingan publik,” tutur Fransiskus, dalam kelas daring Journalism Fellowship On CSR 2025 batch II, saat dikonfirmasi, Senin (29/9/2025).

Ia tidak sedang berbicara soal bagaimana CSR dipublikasikan, tetapi bagaimana CSR seharusnya dimaknai.

Menurutnya, peliputan CSR yang hanya menampilkan sisi filantropi perusahaan justru berpotensi 'menyesatkan publik'. 

Narasi CSR tidak cukup bila berhenti pada seremoni penyerahan bantuan atau pencitraan lembaga.

"Ada kebutuhan untuk melaporkan CSR dalam cara yang lebih meaningful, dengan menempatkannya dalam konteks persoalan dan kebutuhan masyarakat," ujar Frans dalam materinya.

Menurutnya yang penting adalah bagaimana CSR menjawab persoalan nyata di masyarakat.

Liputannya harus meaningful, tidak hanya menggambarkan perusahaan yang dermawan, tetapi juga menunjukkan sejauh mana mereka ikut bertanggung jawab menyelesaikan masalah sosial.

CSR: Dari Aksi Sosial ke Komitmen Kolektif

Baca juga: Ternyata Bukan ID Pers Profesional Jurnalis CNN yang Sempat Disita Biro Pers, Ini Penjelasannya

Dalam pandangan Fransiskus, CSR seharusnya tidak dilihat sebagai kemurahan hati, melainkan sebagai komitmen jangka panjang perusahaan terhadap kehidupan sosial masyarakat.

Pusat tanggung jawabnya, tidak lagi berada di dalam pagar korporasi, tetapi berpindah ke masyarakat itu sendiri.

Dengan kata lain, CSR adalah tanggung jawab sosial, bukan program sosial.

Seperti warga negara lainnya, perusahaan pun memiliki tanggung jawab moral dan strategis untuk ikut serta menyelesaikan masalah-masalah publik: pendidikan yang timpang, lingkungan yang rusak, ketimpangan ekonomi, dan sebagainya.

Media dan CSR: Titik Temu pada Kepentingan Publik

Fransiskus juga menyentil peran media yang dinilai belum maksimal dalam membingkai CSR dalam konteks yang tepat.

Menurutnya, jurnalisme dan CSR sejatinya berdiri di atas fondasi yang sama: masyarakat.

“Keduanya bekerja di platform yang sama, yaitu society. Dan titik pijaknya pun serupa, yakni kepentingan publik,” ungkapnya.

Karena itulah, ia percaya media memiliki posisi strategis dalam memperluas makna CSR, bukan hanya sebagai pemberita, tetapi juga sebagai pengarah arah. 

Kebaikan CSR

Salah satu inisiatifnya, seperti yang dilakukan TBIG lewat CSR Bangun Cerdas Bersama, termasuk memberikan program pelatihan soft skill untuk siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Kebaikan tersebut salah satunya dirasakan Riza Bayhaqi Rangkuty (18).

Bagi Riza tahun 2025 menjadi titik balik dalam perjalanan hidupnya. 

Baru saja lulus dari jurusan Teknik Komputer dan Jaringan di SMK 11 Maret Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Riza tak perlu menunggu lama untuk merasakan atmosfer dunia kerja yang sesungguhnya. 

Kini, ia bekerja sebagai teknisi instalasi internet rumah di PT Ciptajaya Sejahtera Abadi, pekerjaan yang menjadi nyata, terbantu lewat polesan skill usai pelatihan singkat namun padat dari program CSR PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG).

Melalui pilar pendidikan bertajuk "Bangun Cerdas Bersama", TBIG menghadirkan pelatihan yang ditujukan bagi lulusan SMK agar lebih siap secara mental dan teknis menghadapi dunia profesional, khususnya di sektor telekomunikasi.

Riza mengikuti pelatihan tersebut pada 11 Agustus 2025, tepat setelah kelulusannya. Meski hanya berlangsung satu hari, ia mengaku pelatihan tersebut memberikan wawasan dan pengalaman yang tak tergantikan.

“Pengalaman saya sangat berkesan karena selain mendapatkan teori, saya juga mendapat kesempatan praktik langsung, baik secara online maupun on-site,” ujar Riza kepada Tribunnews, saat dikonfirmasi, Selasa (30/9/2025).

Pelatihan daring memberikan bekal soft skill, seperti teknik komunikasi, pengenalan konsep SMK 3M (Mandiri, Mampu, Menginspirasi), hingga pemahaman mengenai proses bisnis. Sementara saat pelatihan lapangan di Duren Sawit, Bekasi, Riza terjun langsung menangani pemeliharaan tower dan belajar instalasi serta perawatan fiber optik.

“Materi ini membuat saya lebih siap secara mental dan teknis. Saya jadi tahu bagaimana merawat tower dan menghubungkan fiber optik secara langsung. Ini membuat saya lebih percaya diri di dunia kerja,” katanya.

Lebih dari sekadar keterampilan teknis, Riza menekankan pentingnya kemampuan komunikasi yang ia pelajari selama pelatihan. Menurutnya, aspek ini menjadi bekal penting dalam menjalin kerja sama dengan tim maupun beradaptasi di lingkungan baru.

“Program ini sudah sangat baik. Mungkin ke depan bisa ditambah dengan simulasi kasus nyata yang sering terjadi di lapangan serta materi tentang kepemimpinan atau manajemen tim,” tambahnya memberi masukan.

Cerita serupa datang dari Ravy Aditya Riyanto (18), lulusan SMK lainnya yang juga merasakan manfaat pelatihan TBIG. Ravy mengikuti program selama dua hari dengan fokus pada maintenance tower.

“Program ini membantu saya saat praktik di lapangan. Komunikasi dan kerja sama itu sangat penting. Saya juga jadi lebih tenang saat berada di ketinggian karena sudah tahu prosedur keselamatan,” ungkapnya.

Ravy mengakui bahwa pelatihan ini tak hanya memberinya kepercayaan diri, tapi juga kesiapan menghadapi tantangan kerja di sektor yang menuntut ketelitian dan ketangguhan fisik.

Melalui "Bangun Cerdas Bersama", TBIG mencoba menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan bisa memberikan dampak nyata. 

Bagi Riza, Ravy, dan mungkin ratusan lulusan SMK lainnya, program ini bukan sekadar pelatihan, melainkan pintu masuk menuju dunia kerja yang lebih luas.

(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved