Senin, 6 Oktober 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Guru SMP di Tangsel Ogah Urus MBG Meski Dijanjikan Rp 100 Ribu Per Hari: Kapan Istirahatnya Kita?

Seorang guru mengaku enggan menjadi penanggung jawab program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah tempatnya mengajar meski dijanjikan insentif

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
/SURYA/HABIBUR ROHMAN
DISTRIBUSI MAKANAN - Petugas melakukan distribusi makanan gratis bergizi di Surabaya, Jawa Timur Senin (13/1/2025). Seorang guru mengaku enggan menjadi penanggung jawab program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah tempatnya mengajar meski dijanjikan insentif. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang guru perempuan yang mengajar di sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Tangerang Selatan, Banten, MQ, mengaku enggan menjadi penanggung jawab program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah tempatnya mengajar meski dijanjikan insentif Rp 100 ribu per hari oleh Badan Gizi Nasional (BGN).

MQ yang merupakan guru honorer itu mengaku meski gajinya terbilang kecil, beban kerja dan tanggung jawab yang besar sebagai guru tidaklah sepadan dengan tugas tambahan untuk mengurus MBG di sekolah.

Selama ini, ungkap guru pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia itu, tugas untuk mengurus program MBG di sekolahnya tidak dilakukan secara bergilir melainkan digarap secara keroyokan.

Ia menyebut tugas mengurus MBG di sekolahnya lebih kepada panggilan hati.

Mulai dari guru muda maupun senior, lanjut dia, mengurus MBG dibantu dengan guru piket dan office boy di sekolah.

Baca juga: Gibran Janjikan 19 Juta Lapangan Pekerjaan, Prabowo: MBG Ciptakan 1,5 Juta Lapangan Kerja

Para guru, kata dia, saat ini dibebankan tugas untuk mencatat siswa yang masuk sekolah dan memastikan rantang atau ompreng MBG yang disebar ke para siswa dikembalikan dalam jumlah yang sama.

Belum lagi, lanjut dia, tugas itu dibayang-bayangi dengan ketakutan keharusan mengganti ompreng yang hilang.

Meski selama ini belum ada ompreng MBG yang hilang, sambung dia, namun tersiar kabar di kalangan guru di sekolahnya, guru harus mengganti ompreng yang hilang.

Baca juga: MBG Versi China Bikin 200 Siswa TK Keracunan Timbal, Pejabat Lokal Disuap Investor demi Tutupi Kasus

Seingatnya, guru harus mengganti antara Rp 70 ribu hingga Rp150 ribu per ompreng yang hilang.

Beban tambahan itu, kata dia, membuat tanggung jawabnya bertambah, di samping beban mengajar di kelas yang sudah melelahkan.

"Belum lagi di luar kelas harus koordinir itu MBG yang tidak diimbangi dengan insentif untuk kita. Gaji guru berapa sih? Kalau kalian tahu di luaran gaji guru kecil, ya memang faktanya segitu, ditambah dengan kerjaan yang kaya begini. Belum lagi kita siapin materi administrasi untuk guru," kata MQ kepada Tribunnews.com pada Selasa (30/9/2025).

"Saran saya kalau mau ada MBG sekalian ada petugas dari MBG-nya (BGN) untuk koordinir makanan anak-anak (siswa). Karena kalau guru-guru juga yang repot, di mana istirahat kita? Kalau sebentar-sebentar MBG, belum lagi kita menenangkan anak-anak yang ribut," lanjut dia.

Dia pun meminta agar guru tidak dibebankan dengan tugas terkait MBG tersebut dan pemerintah mencarikan orang lain untuk mengurus program itu di sekolah.

Selain agar fokus mengajar, lanjut dia, hal itu bisa menimbulkan kecemburuan di antara para guru.

"Kalau saya pribadi enggak usah ke guru, mending cari orang lain saja buat mengurus kayak begitu, biarkan guru fokus untuk mengajar saja," kata MQ.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved