Senin, 29 September 2025

Reformasi Polri

Amnesty International soal Reformasi Polri: Harus Ada Pertanggungjawaban Penghukuman Bagi Polisi

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menanggapi soal adanya reformasi Polri yang akan dilakukan pemerintah.

Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
REFORMASI POLRI - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, saat ditemui di Jakarta, pada Kamis (19/6/2025). Usman Hamid bicara soal reformasi Polri yang belakangan ramai menjadi tuntutan publik. Usman menilai hal penting yang harus menjadi objek reformasi Polri adalah penghukuman bagi anggota Polri yang melakukan penyimpangan. 

Mahfud MD mengaku mau saat diminta bantuan oleh Prabowo lewat Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya beberapa waktu lalu karena sejumlah alasan di antaranya terkait prinsip dan karena negara telah memberikannya banyak hal.

Namun, sampai saat ini susunan anggota Komite Reformasi Polri yang disebut-sebut akan dilibatkan dalam agenda reformasi oleh pemerintah belum diresmikan.

Lantas apa yang akan dilakukan Mahfud bila masuk ke dalam komite tersebut?

Baca juga: Dasco Tegaskan Tim Reformasi Polri ala Kapolri Bukan untuk Tandingi Komisi Bentukan Presiden Prabowo

Mahfud membukanya dengan ketidaksetujuannya pada pandangan yang menyebut Polri harus dibongkar total.

Untuk itu, ia mengutip teori professor dan sejarawan hukum Lawrence Meir Friedman tentang sistem hukum yang terdiri dari tiga komponen utama yakni struktur hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance), dan budaya hukum (legal culture).

Mahfud menilai saat ini Polri tidak memiliki masalah pada urusan struktur ataupun substansi mengingat undang-undang (UU) atau peraturan internal di kepolisian saat ini sudah mumpuni.

Ia memandang permasalahan utama di tubuh Polri saat ini ada pada budaya.

Baca juga: Susno Duadji Nilai Reformasi Polri Bergantung pada Leader: Bukan pada Kapolsek atau Sopir Rantis

"Polisi ini kehilangan kultur, budaya pengabdian. Sehingga saya tidak banyak sebenarnya yang perlu dirombak," kata Mahfud saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Kamis (25/9/2025).

"Kesan orang, kalau polisi itu memeras, kemudian membacking ini, (masalah) yang terpenting tidak ada meritokrasi."

"Sehingga orang-orang (polisi) baik itu susah. Sehingga siapa yang ingin dapat jabatan ya punya kedekatan dengan pimpinan di berbagai level, atau membayar," lanjut dia.

Mahfud pun membeberkan sejumlah informasi yang diterimanya dan perlu diperiksa kebenarannya hingga pengalamannya sendiri terkait hal itu.

Baca juga: Reformasi Polri Menurut Susno Duadji: Polri Tak Dicampuri Politik, Beri Kewenangan Besar Kompolnas

Eks Menko Polhukam era Presiden Jokowi itu mengaku, hingga kini masih mendengar soal sejumlah polisi yang bermasalah secara hukum, tapi masih diberi tempat di lingkungan kepolisian.

Bahkan, ia menyebut kasus-kasus spesifik misalnya kasus dugaan pemerasan terhadap Warga Negara Malaysia dalam sebuah perhelatan musik di Jakarta beberapa waktu lalu.

"Tapi saya dengar sekarang ini, itu kasus yang memeras penonton dari Malaysia itu, itu kan dipecat. Tapi sekarang masuk lagi ke suatu tempat, di lingkungan Polri. Ini nanti kita cek," ungkap Mahfud.

"Dan ada lagi, terlibat narkoba, dipecat, PTDH, tiba-tiba ada di suatu kantor lagi menjadi staf khusus, tenaga ahli, apalah begitu. Ini kultur kan. Duit, (atau) apa," kata dia.

Baca juga: Mahfud MD Masuk Komite Reformasi Kepolisian, PDIP: Bagus Dong, Orangnya Bersih!

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan