Senin, 29 September 2025

Revisi UU BUMN

Anggota Komisi VI DPR: Revisi UU BUMN Harus Sinkron dengan Putusan MK Soal Rangkap Jabatan Komisaris

Herman Khaeron, menegaskan pembahasan Revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) harus memperhatikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/Chaerul Umam
HERMAN KHAERON - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/7/2025). Ia menegaskan pembahasan Revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) harus memperhatikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, menegaskan pembahasan Revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) harus memperhatikan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Termasuk terkait larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri sebagai komisaris BUMN.

Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan, kawasan perdagangan, pengawasan persaingan usaha, dan BUMN. 

"Ada keputusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan status wakil menteri yang tidak boleh merangkap jabatan sebagai komisaris. Ini juga akan menjadi pembahasan dan tentu dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) sudah tercantum juga, karena bagaimanapun keputusan Mahkamah Konstitusi itu final and binding," kata Herman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/9/2025).

Di sisi lain, anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Barat VIII yang meliputi wilayah Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Indramayu ini menyoroti persoalan status keuangan BUMN yang selama ini menjadi polemik, apakah kerugian korporasi juga dapat dikategorikan sebagai kerugian negara. 

Menurutnya, meski BUMN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, tetap ada ikatan hukum yang menegaskan bahwa BUMN adalah bagian dari penyelenggara negara.

Baca juga: DPR Revisi UU BUMN Dua Kali dalam Setahun, Formappi: Aneh dan Cerminan Rapuhnya Hukum

"Memang BUMN kan harta yang dipisahkan dari kekayaan negara, tetapi kan sudah diikat bahwa itu bagian dari penyelenggara negara, dapat diperiksa oleh BPK. Kalau diperiksa oleh BPK, tentu segala kerugian pasti itu juga bagian dari kerugian negara. Kerugian korporasi juga adalah kerugian negara," ujar Sekjen Partai Demokrat itu.

Meski demikian, Herman menekankan perlunya filter dalam penentuan kerugian BUMN. 

Dia mencontohkan, struktur pengelolaan holding operasional BUMN yang kini berada di bawah PT Danantara Asset Management sebagai superholding, dilengkapi dengan badan pengawas dan fungsi pengawasan dari Badan Penyelenggara BUMN.

Baca juga: Ketua Komisi VI DPR: Perubahan UU BUMN Selaras dengan Kebutuhan Transformasi

"Jadi sebenarnya filter-filter ini mungkin lebih awal tetap kita adakan, sampai pada akhirnya nanti keputusan, kalaupun nanti bahwa keputusan atas kerugian BUMN juga itu merupakan kerugian negara, ya dipastikan nanti oleh hasil pemeriksaan BPK, Badan Pemeriksa Keuangan Negara," ucapnya.

Herman menegaskan bahwa hasil audit BPK tetap akan menjadi acuan akhir dalam menentukan apakah kerugian di tubuh BUMN dapat dikategorikan sebagai kerugian negara.

"Ini yang saya kira tetap ujungnya bahwa, kalau memang terbukti kerugian itu merupakan kerugian negara, ya saya pastikan kita bisa tetapkan itu sebagai kerugian negara," ujarnya.

UU BUMN baru saja direvisi untuk ketiga kalinya dan disahkan DPR pada Februari 2025.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkap kemungkinan adanya perubahan di tubuh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi badan dalam revisi UU BUMN yang sedang dibahas DPR. 

Kata Dasco dalam RUU itu nantinya Kementerian BUMN akan turun statusnya dan berubah menjadi Badan Penyelenggara BUMN.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan