Gugat KPK, Pihak Eks Dirut Allo Bank Indra Utoyo Sebut Penyidikan Kasus Korupsi Mesin EDC Tak Sah
Eks Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) Indra Utoyo menggugat praperadilan KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) Indra Utoyo menggugat praperadilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/9/2025).
Adapun gugatan itu Indra Utoyo layangkan ke Pengadilan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap dirinya di kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) tahun 2020–2024.
Indra melalui tim kuasa hukumnya, meminta agar hakim tunggal Abdullah Mahrus menyatakan proses penyidikan yang dilakukan KPK selaku termohon adalah tidak sah.
"Menyatakan bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh termohon adalah tidak sah tidak berdasar hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata kuasa hukum Indra, Yusmainar di ruang sidang.
Dalam petitumnya Yusmainar juga meminta agar hakim menyatakan tidak sah surat perintah penyidikan (Sprindik) Nomor: Sprin.Dik/45/DIK.00/01/07/2025 tanggal 08 Juli 2025 yang dikeluarkan oleh pimpinan KPK.
Baca juga: KPK Periksa Eks Bos PT Pasifik Cipta Solusi, Diduga Broker Korupsi Pengadaan Mesin EDC Rp2,2 T
Pasalnya ia beralasan Sprindik yang berujung penetapan kliennya sebagai tersangka itu tidak berdasarkan hukum dan tak berkuatan hukum mengikat.
Karena itu, dia meminta agar hakim membatalkan penetapan tersangka terhadap Indra Utoyo.
"Menyatakan bahwa penetapan tersangka atas nama pemohon adalah tidak sah," kata dia.
Baca juga: Rincian Gratifikasi yang Diterima Tersangka Korupsi EDC: Catur Budi Harto Dapat Sepeda Mewah & Kuda
Selain penetapan tersangka, Yusmainar juga mempersoalkan pemblokiran sementara rekening milik Indra oleh KPK.
Yusmainar meminta kepada hakim agar menyatakan pemblokiran rekening milik Indra dan keluarganya tidak sah dan memerintahkan KPK untuk mengembalikan.
"Menyatakan bahwa segala keputusan terkait Penyidikan yang dikeluarkan oleh termohon adalah tidak sah," jelasnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) Indra Utoyo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) tahun 2020–2024.
Indra Utoyo ditetapkan sebagai tersangka bersama empat orang lainnya.
Yaitu Catur Budi Hartoyo, Dedi Sunardi, Elvizar, dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja.
"Mereka diduga memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara, yang dihitung dengan metode real cost, sekurang-kurangnya sebesar Rp 744.540.374.314 [Rp744,5 miliar]," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Asep mengatakan terdapat dua pengadaan EDC yang dikorupsi.
Pengadaan pertama terkait pengadaan EDC android dengan skema beli putus. Total nilai pengadaan Rp 942.794.220.000 (Rp 942 miliar), dengan jumlah EDC Android sebanyak 346.838 unit.
Kedua terkait pengadaan Full Managed Service/FMS EDC Single Acquirer dengan skema sewa kepada vendor. Total realisasi pembayaran atas pengadaan FMS EDC (skema sewa) pada tahun 2021–2024 adalah Rp1.258.550.510.487 (Rp1,2 triliun) dengan jumlah kelolaan EDC untuk kebutuhan merchant sebanyak 200.067 unit.
Adapun dua vendor dimaksud adalah PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) dengan Direktur Utama Elvizar dan PT Bringin Inti Teknologi (membawa merek Verifone) dengan Direktur Utama Rudy Suprayudi Kartadidjaja.
Dalam kasus ini, Indra Utoyo diduga berperan menandatangani ijin prinsip penggunaan anggaran pengadaan EDC (beli putus) tahun 2020 dan 2021, ijin pelaksanaan pengadaan EDC (beli putus) tahun 2020, dan putusan hasil pengadaan EDC (beli putus) tahun 2020 dan 2021.
Selain itu, dalam pengadaan FMS EDC (skema sewa), Indra Utoyo juga selalu mengarahkan agar pengadaan EDC beralih dari konvensional menjadi full android.
KPK menyebut Indra Utoyo turut memberi arahan kepada Danar Widyantoro (Wakadiv Perencanaan Divisi PPT) dan Fajar Ujian (Wakadiv Pengembangan Divisi PPT) agar EDC android merek Sunmi P1 4G yang dibawa oleh Elvizar dan PT PCS dan Verifone yang dibawa oleh PT Bringin Inti Teknologi untuk dilakukan POC (Proof of Concept) terlebih dulu agar bisa kompatibel dengan sistem.
KPK menduga atas pengadaan EDC android tahun 2020–2024, baik beli putus maupun sewa, disinyalir ada pihak-pihak yang menerima hadiah atau janji atau keuntungan dari para vendor/penyedia.
Berikut detailnya:
- Catur Budi Harto menerima Rp 525 juta dari Elvizar (Dirut PT PCS) dalam bentuk sepeda dan kuda sebanyak dua ekor
- Dedi Sunardi menerima sepeda Cannondale dari Elvizar senilai Rp60 juta
- Rudy S Kartadidjaja menerima sejumlah uang dari Irni Palar (Country Manager PT Verifone Indonesia) dan Teddy Riyanto (Account Manager PT Verifone Indonesia) pada tahun 2020–2024, dengan total penerimaan sebesar Rp 19,72 miliar.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Namun, KPK belum melakukan penahanan terhadap kelima tersangka.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.