Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI
Duka Affan Kurniawan, Rieke Diah Pitaloka Minta Indonesia Tiru Malaysia: Beri Payung Hukum buat Ojol
Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka ingin Indonesia meniru langkah Malaysia yang mengesahkan Undang-undang Pekerja Gig 2025.
Penulis:
Rizkianingtyas Tiarasari
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
Dikutip dari laman Malay Mail, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pekerja Gig 2025 diajukan oleh Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia (Kesuma) pada Senin, (25/8/2025).
RUU tersebut kemudian disahkan pada Kamis (28/8/2025) atau hanya tiga hari setelah diajukan.
UU Pekerja Gig 2025 atau Gig Workers Bill 2025 memberikan kerangka hukum yang jelas untuk melindungi hak dan kesejahteraan pekerja ekonomi gig.
Pekerja gig adalah pekerja tidak tetap berdasarkan proyek atau dengan jangka waktu tertentu, dan biasanya bekerja di bawah sistem kontrak jangka pendek atau satu kali proyek putus.
Tuntutan akan adanya UU ini muncul setelah protes bertahun-tahun dari para pekerja yang menilai adanya praktik eksploitatif oleh perusahaan berbasis internet.
Dengan adanya UU ini, maka pekerja di sektor ekonomi berbasis aplikasi dan kontrak jangka pendek di Malaysia, termasuk ojek online dan kurir paket, bisa mendapat jaminan perlindungan lebih luas atas hak dan kesejahteraannya.
Menurut data Kesuma, ada sekitar 1,2 juta warga Malaysia yang bekerja sebagai pekerja gig, sebagian besar adalah pengemudi layanan pesan antar alias ojek online (ojol).
Syarat sebagai pekerja gig berdasarkan Gig Workers Bill 2025 adalah setiap individu yang:
1. Telah menandatangani perjanjian layanan dengan entitas atau penyedia platform
2. Memberikan layanan untuk penyedia platform atau memperoleh penghasilan melalui kegiatan berikut:
- Berakting atau menyanyi
- Kru produksi film
- Penulis lirik atau komposisi musik
- Tata rias wajah
- Tata rambut atau tata rias wajah
- Jurnalisme lepas
- Layanan perawatan
- Videografi
- Fotografi
Secara garis besar, Gig Workers Bill 2025 menegaskan bahwa pekerja gig berhak memperoleh perjanjian kerja yang adil, diberitahu terlebih dahulu mengenai upah dan tugas, serta tidak boleh diberhentikan tanpa alasan yang jelas.
Selain itu, pembayaran upah harus dilakukan maksimal dalam tujuh hari apabila perjanjian tidak menetapkan jangka waktu tertentu.
Melalui UU baru ini, perusahaan aplikasi juga tidak bisa lagi secara sepihak menonaktifkan akun atau memutus kemitraan para pekerja.
Selain soal pemutusan sepihak, UU ini mengatur hak-hak mendasar bagi pekerja gig.
Pekerja gig berhak mendapat informasi jelas soal upah dan tugas sebelum mulai bekerja, pembayaran maksimal tujuh hari bila tidak ada tenggat waktu yang disepakati dalam kontrak, dan perjanjian kerja yang adil, bukan hanya aturan sepihak dari perusahaan aplikasi.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.