Minggu, 5 Oktober 2025

Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI

Aksi Kamisan: Represi Terhadap Pembela HAM Makin Masif dan Sistematis

Ribuan orang juga menjadi korban penangkapan sewenang-wenang di berbagai kota

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Eko Sutriyanto
Tribunnews.com/Danang Triatmojo
AKSI KAMISAN - Aksi Kamisan ke-876 di Silang Monas Barat Laut, depan Istana Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis sore (4/9/2025)/ Danang Triatmojo  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi Kamisan ke-876 di Silang Monas Barat Laut, depan Istana Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis sore (4/9/2025), menyinggung darurat kekerasan dan serangkaian represi aparat selama aksi demonstrasi rakyat pada sepekan terakhir.

Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), Sumarsih mengatakan, kekerasan terhadap pembela HAM semakin masif dan sistematis.

"Dalam seminggu terakhir, Indonesia mengalami darurat kekerasan apparat Serangkaian represi terjadi selama aksi demonstrasi rakyat tanggal 25 Agustus hingga 1 September 2025," kata Sumarsih.

Ribuan orang juga menjadi korban penangkapan sewenang-wenang di berbagai kota, dan ratusan lainnya luka-luka akibat tindakan represif aparat.

Baca juga: Aksi Kamisan ke-876: Tuntut Keadilan Bagi Munir dan Puluhan Korban Represif Aparat Tragedi Demo

Menurut laporan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), setidaknya 23 orang hilang, 10 orang meninggal dunia akibat tindak represif aparat selama aksi demonstrasi rakyat 28-31 Agustus 2025.

Mereka adalah Affan Kurniawan, pengemudi ojol di Jakarta; Saiful Akbar, Plt Kepala Seksi Kesra Ujung Tanah di Makassar; Sarinawati dan M. Akbar Basri, pegawai DPRD Makassar; Rusdamdiansyah, pengemudi ojol Makassar; Rezha Sendy Pratama, mahasiswa AMIKOM Yogyakarta; Sumari, tukang becak di Solo; Septinus Sesa, warga Manokwari; Andika Lutfi Falah, pelajar SMK di Tangerang; dan Iko Julian Junior, mahasiswa UNNES.

Menurutnya hal ini terjadi karena pemerintah selalu merespons gelombang protes dengan menurunkan aparat militer dan kepolisian dalam skala besar, disertai pembatasan ketat yang merepresi kebebasan berekspresi dan hak berkumpul secara damai.

Penangkapan paksa, pengawasan yang berlebihan, hingga penggunaan tuduhan pidana terhadap mereka yang bersuara kritis menunjukkan pola penekanan terhadap suara-suara perubahan.

Padahal musabab utama protes rakyat ini adalah kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat. Seperti tunjangan anggota DPR yang mencapai 100 juta rupiah, kenaikan di tengah penderitaan rakyat akibat melambungnya harga kebutuhan, pajak naik, dan ketidakadilan sosial.

Setelah rakyat protes dan aparat represif, para pejabat negara meminta maaf. Tapi menurut Sumarsih, maaf tidak berarti jika tanpa perubahan sikap, perilaku dan kebijakan.

"Kini beramai-ramai pejabat penguasa negara menangis dan meminta maaf atas kelakuannya yang tidak pantas di mata rakyat, namun apalah arti 'maaf' bila tidak ada perubahan sikap dan perilakunya," ungkap Sumarsih.

 

 

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved