Selasa, 7 Oktober 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Hakim Cecar Deilla Dovianti, Istri Wahyu Gunawan soal Motor Harley Davidson Hingga Hobi Golf Suami

Di persidangan Deilla juga menerangkan suaminya memiliki motor gede atau moge merek Harley Davidson.

Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
SUAP VONIS LEPAS - Penampakan rumah milik Wahyu Gunawan, Panitera Muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di Cluster Grand Orchard Ebony, Jalan Ebony 6 Blok AE Nomor 28, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (16/4/2025). Wahyu Gunawan merupakan salah satu tersangka kasus dugaan suap putusan lepas perkara korupsi ekspor minyak goreng yang melibatkan tiga korporasi CPO. 

Harley-Davidson identik dengan motor gede (moge) bergaya cruiser, suara mesin yang khas, dan citra kebebasan di jalan raya.

"Jadi suami punya Harley Anda dikasih Rp5 juta nggak masalah?" tanya hakim Andi.

Dellia lalu mengaku tak keberatan.

Baca juga: Cerita Ariyanto Bakri Antar Rp60 Miliar untuk Panitera Wahyu Gunawan Urus Perkara Korupsi Ekspor CPO

Hakim Andi di persidangan juga mencecar hobi dari Terdakwa Wahyu Gunawan bermain golf.

Golf memang sering dianggap sebagai olahraga mewah, dan label itu bukan tanpa alasan.

Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, golf identik dengan gaya hidup kalangan atas dan simbol status sosial tinggi.

"Selama suami sebagai PNS, dengan hal-hal seperti itu, dengan kekayaan seperti itu, Anda tidak pernah menanyakan. Terkait aset dan hobi golf," tanya hakim Andi.

"Saya tidak pernah menanyakan Yang Mulia," jawab Deilla.

"Saudara tadi bilang tahu tentang gratifikasi, tapi tidak menanyakan?" tanya hakim Andi.

"Tidak," jawab Deilla.

Sebagai informasi, tiga korporasi besar itu yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar uang pengganti yang berbeda-beda. 

PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun).

Uang pengganti itu dituntut oleh Jaksa agar dibayarkan oleh ketiga korporasi lantaran dalam kasus korupsi CPO negara mengalami kerugian sebesar Rp 17,7 triliun.

Tapi bukannya divonis bersalah, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin justru memutus 3 terdakwa korporasi dengan vonis lepas atau ontslag pada Maret 2025 lalu.

Tak puas dengan putusan ini, Kejagung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Sejalan dengan upaya hukum itu, Kejagung juga melakukan rangkaian penyelidikan pasca adanya vonis lepas yang diputus ketiga hakim tersebut. 

Hasilnya Kejagung menangkap tiga majelis hakim PN Jakpus tersebut dan menetapkannya sebagai tersangka kasus suap vonis lepas.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved