Kamis, 2 Oktober 2025

Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach Dinonaktifkan Nasdem, Apakah Bisa Bantu Redam Amarah Massa?

Apakah penonaktifan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dapat meredam aksi serta amarah massa demonstrasi? ini penjelasan pengamat.

Editor: Sri Juliati
nasdemdprri.id /TRIBUNNEWS/HERUDIN
SAHRONI-NAFA DINONAKTIFKAN - Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dinonaktifkan Partai Nasdem per 1 September 2025. Mahasiswa gabungan dari sejumlah kampus terlibat bentrok dengan polisi saat demonstrasi di sekitar Jalan Semanggi Jakarta dekat Polda Metro Jaya, Jumat (29/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dinonaktifkan sebagai kader Partai Nasional Demokrat (Nasdem) per 1 September 2025, keputusan oleh Ketua Umum (Ketum) Nasdem Surya Paloh.

Informasi Partai Nasdem menonaktifkan dua kadernya itu dikatakan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Nasdem, Hermawi Taslim, Minggu (31/8/2025).

Dalam siaran pers-nya, Hermawi mengatakan keduanya dinonaktifkan buntut pernyataan mereka yang dinilai telah melukai hati masyarakat Indonesia.

"Bahwa dalam perjalanan mengemban aspirasi masyarakat, ternyata ada pernyataan dari pada wakil rakyat, khususnya Anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem yang telah menyinggung dan menciderai perasaan rakyat," kata Hermawi Taslim.

"Bahwa atas pertimbangan hal-hal tersebut di atas dengan ini DPP Partai Nasdem menyatakan terhitung sejak hari Senin, 1 September 2025, DPP Partai Nasdem menonaktifkan Saudara Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach sebagai Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem," imbuhnya.

Sebelumnya Sahroni menyebut bahwa desakan untuk membubarkan DPR adalah sikap orang 'bodoh'.

"Mental manusia yang begitu adalah mental orang tertolol sedunia. Catat nih, orang yang cuma bilang bubarin DPR itu adalah orang tolol sedunia. Kenapa? Kita nih memang orang semua pintar semua? Enggak bodoh semua kita," ujar Sahroni saat melakukan kunjungan kerja di Polda Sumut, Jumat (22/8/2025).

Sementara pernyataan Nafa Urbach yang dianggap melukai masyarakat yakni berawal dari komentarnya saat live TikTok.

Ia menyebut bahwa tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta bukan kenaikan fasilitas, melainkan kompensasi atas rumah jabatan yang kini tak lagi diberikan oleh negara.

Menurut Nafa Urbach, kebijakan tersebut diberikan karena anggota dewan kini harus menyewa rumah sendiri.

Pernyataan kedua politisi tersebut, disebut-sebut ikut serta mendorong adanya aksi massa yang berdemonstrasi turun ke jalan.

Berawal dari protes kenaikan tunjangan bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, aksi massa kini semakin masif usai kematian Driver Ojek Online (Ojol), Affan Kurniawan yang tewas dilindas mobil rantis Brimob, saat adanya aksi massa di Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025).

Baca juga: Profil Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach Dinonaktifkan jadi Anggota DPR, Buntut Pernyataan Kontroversial

Massa kian marah, tidak hanya berhenti pada aksi di jalanan, mereka terekam membobol rumah para politisi, anggota DPR, termasuk rumah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach.

Rumah Sahroni di Kelurahan Kebon Bawang, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara (Jakut), menjadi sasaran amukan massa, Sabtu (30/8/2025), sekira pukul 15.00 WIB.  

Barang-barang mewah, surat-surat hingga mobil-mobil koleksinya hancur, beberapa dijarah massa.

Sementara kediaman Nafa Indria Urbach, di kawasan elit Bintaro, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, juga mengalami penjarahan, Minggu (31/8/2025) dini hari. 

Mengutip TribunTangerang.com, kediaman Nafa yang berada di kompleks perumahan mewah tampak dijaga ketat oleh sejumlah petugas keamanan. Wartawan yang berusaha meliput langsung ke dalam lokasi tidak diperkenankan masuk pihak keamanan perumahan.

Di area gerbang perumahan, terlihat palang rusak, diduga akibat aksi perusakan. Sementara itu, di perumahan sebelahnya juga tampak penjagaan diperketat, bahkan terlihat anjing penjaga siaga di sekitar area.

Seorang warga sekitar bernama Syarif mengatakan ia melihat massa sudah keluar dari lokasi dengan membawa sejumlah barang.

Lantas apakah langkah Partai NasDem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dapat meredam kemarahan massa?

Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia memberikan tanggapan terkait sikap Partai Nasdem yang menonaktifkan kadernya yakni Ahmad Sahroni serta Nafa Urbach.

Ia menilai penonaktifan kader Partai NasDem, Nafa Urbach dan Ahmad Sahroni, memang dapat membantu meredam aksi massa, namun hal tersebut tidak cukup untuk meredam protes publik secara menyeluruh.

"Jadi ada protes publik, ada aksi dari protes itu, dan aksi protes itu bisa dibantu 'diredam' dengan penonaktifan kader partai NasDem. Tapi tidak cukup hanya dengan cara itu saja," kata Ray, kepada Tribunnews.com, Minggu (31/8/2025).

Menurutnya, langkah meredam amarah masyarakat harus disertai perubahan perilaku politik. Bukan sekadar tindakan administratif.

Ia menegaskan bahwa protes publik yang merebak saat ini merupakan sinyal penting akan kebutuhan reformasi kultural politik di Indonesia.

Ray bahkan menyebut dinamika aksi massa 2025 memiliki kemiripan dengan peristiwa 1998, meski skalanya berbeda.

Jika 1998 melahirkan reformasi sistem dari otoritarianisme menuju demokrasi, maka peristiwa 2025, menurutnya, perlu diarahkan pada reformasi etika politik.

"Setelah hampir 30 tahun, kita merasakan sistem demokrasi ini tidak cukup menopang harapan publik jika tidak ditopang oleh etika politik. Aksi 2025 ini adalah momentum mereformasi kultur politik dari nepotisme menuju politik yang mempertimbangkan etika dan moral," jelas Ray.

Ia mencontohkan praktik nepotisme sebagai salah satu wajah politik tanpa etika.

“Bagaimana mungkin seseorang yang minim pengalaman bisa menjadi wakil presiden hanya karena ayahnya presiden. Memang aturan membolehkan, tapi secara etika itu tidak pantas,” tegasnya.

Ray menambahkan, reformasi etika politik diharapkan bisa mengubah perilaku elit agar tidak hanya menegakkan aturan semata, tetapi juga menjunjung moral. Ia juga mengkritik anggota DPR yang sering tampil garang di hadapan rakyat, tetapi justru lunak ketika berhadapan dengan pemerintah.

"Demokrasi tidak bisa hanya dipandang sebagai seperangkat aturan, tetapi harus dilihat sebagai seperangkat etika. Itulah yang kita tunggu dari aksi ini: apakah nanti praktik nepotisme masih marak, apakah perilaku flexing masih dipertontonkan, dan apakah DPR tetap hanya galak pada rakyat namun diam pada pemerintah," tutup Ray.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribuntangerang.com dengan judul Breaking News: Setelah Uya Kuya dan Eko Patrio, Rumah Nafa Urbach di Tangsel Ikut Dijarah

(Tribunnews.com/Garudea Prabawati) (Tribuntangerang.com/ Ikhwana Mutuah Mico)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved