Senin, 29 September 2025
Tujuan Terkait

Demo di Jakarta

Perkuat Literasi, Masyarakat Diminta Periksa Sumber Berita Sebelum Sebar Informasi Terkait Demo

Ia menjelaskan delegitimasi biasanya dilakukan dengan cara menyebarkan disinformasi, memelintir fakta, hingga memainkan emosi masyarakat.

Penulis: Erik S
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
DEMO RICUH - Massa yang terdiri dari mahasiswa, pengemudi ojek online dan masyarakat umum melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (29/8/2025). Aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas akibat meninggalnya seorang sopir ojek online, Affan Kurniawan yang meninggal setelah terlindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta. Aksi berujung ricuh dan massa aksi melakukan pembakaran pada sebuah rumah aset MPR RI di depan gedung DPRD Jabar, sejumlah sepeda motor dan barang-barang yang ada di rumah tersebut serta membakar pagar gedung DPRD Jabar. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kerusuhan yang terjadi di depan Gedung DPR pada 28 Agustus 2025 menyisakan duka yang mendalam, terutama dengan terbunuhnya seorang pengemudi ojek online yang tidak bersalah.

Tragedi ini tidak hanya menjadi isu kemanusiaan, tetapi juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menyulut kebencian terhadap pemerintah yang sah.

"Masyarakat perlu berhati-hati dalam menyikapi informasi dan narasi yang berkembang pasca peristiwa tersebut. Ada upaya sistematis dari kelompok tertentu untuk menggiring opini publik seolah-olah pemerintah saat ini gagal total dan tidak memiliki legitimasi. Inilah yang disebut dengan upaya delegitimasi, yaitu meruntuhkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah," kata Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, Jumat (29/8/2025).

Ia menjelaskan delegitimasi biasanya dilakukan dengan cara menyebarkan disinformasi, memelintir fakta hingga memainkan emosi masyarakat yang sedang berduka. 

Narasi tentang 'pemerintah anti-rakyat' atau 'pemerintah sama dengan rezim otoriter masa lalu' sering dihembuskan tanpa dasar yang kuat.

"Pola semacam ini pernah terjadi pada masa lalu, terutama menjelang tahun 1998. Pada saat itu, krisis ekonomi, politik, dan sosial yang menumpuk membuat masyarakat mudah diprovokasi.

Namun, penting untuk dipahami bahwa kondisi Indonesia saat ini jauh berbeda dibandingkan sebelum era reformasi," jelas Haidar Alwi.

Perbedaan pertama terletak pada kondisi ekonomi. Pada tahun 1998, Indonesia mengalami krisis moneter yang parah, inflasi yang tinggi, dan nilai rupiah terjun bebas. 

"Kini, meski menghadapi tantangan global, fundamental perekonomian Indonesia relatif stabil dengan cadangan devisa yang kuat dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tetap positif," tutur Haidar Alwi.

Kedua, dari sisi politik, Indonesia telah memiliki mekanisme demokrasi yang jauh lebih matang dibandingkan sebelum reformasi. 

"Dulu, kebebasan berpendapat dan berserikat dibatasi, sementara kini ruang demokrasi terbuka lebar. Kritik terhadap pemerintah dapat disampaikan melalui banyak saluran hukum, tanpa harus berakhir pada kekerasan," ungkap Haidar Alwi.

Ketiga, dari sisi hukum, keberadaan lembaga independen seperti Mahkamah Konstitusi, KPK, Ombudsman, hingga Komnas HAM menjadi penyangga agar kekuasaan tidak sewenang-wenang. 

"Pada era pra-reformasi, mekanisme check and balance tidak berjalan sebagaimana mestinya," ujar Haidar Alwi.

Keempat, peran masyarakat sipil saat ini jauh lebih kuat. Organisasi non-pemerintah, ahli dan pengamat, media, hingga komunitas digital dapat menjadi pengawas efektif terhadap kebijakan pemerintah. Hal ini menandakan bahwa demokrasi Indonesia sudah jauh lebih dewasa.

Halaman
12

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan