Senator Jakarta Ini Ingatkan Tanpa Kemandirian, Indonesia Rawan Jadi Pasar Pangan Asing
Fahira Idris, menegaskan kalau ketergantungan pada impor adalah kelemahan strategis yang membuat negeri ini rawan guncangan harga global.
Hasiolan EP/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Memasuki usia ke-80 tahun kemerdekaan, Indonesia belum sepenuhnya lepas dari ancaman krisis pangan.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta, Fahira Idris, menegaskan kalau ketergantungan pada impor adalah kelemahan strategis yang membuat negeri ini rawan guncangan harga global, perubahan iklim ekstrem, dan gangguan rantai pasok yang kini kian sering terjadi.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), per Juli 2025, Indonesia mencatat peningkatan signifikan dalam impor pangan.
Selama periode Januari hingga Maret 2025, volume impor mencapai 13.629 ton, naik dari 9.693 ton pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Komoditas utama yang diimpor meliputi beras, susu, cabai, kedelai, daging sapi, telur, dan bawang merah, menunjukkan tingginya ketergantungan terhadap pasokan luar negeri untuk kebutuhan konsumsi nasional.
Beras menjadi komoditas impor terbesar, dengan total 112.123 ton didatangkan dari berbagai negara. Vietnam dan Thailand menjadi pemasok utama, masing-masing menyumbang sekitar 25.000 ton.
Lonjakan impor beras ini mencerminkan tantangan dalam produksi domestik dan kebutuhan untuk menjaga stabilitas harga serta stok pangan nasional.
“Kalau kita tidak beranjak dari sekadar ‘ketahanan pangan’ ke ‘kemandirian pangan’, maka setiap gejolak global akan langsung menggerus kedaulatan kita,” ujar Fahira di sela Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR–DPD, Kamis (15/8/2025) di Kompleks Parlemen, Senayan.
Fahira menilai, tanpa lompatan kebijakan dalam 10 tahun ke depan, Indonesia akan semakin kesulitan bersaing di pasar pangan global yang ketat. Tantangan yang dihadapi tidak kecil: populasi yang terus bertambah, iklim yang makin tidak bersahabat, dan perebutan sumber pangan lintas negara.
Ia memaparkan enam terobosan konkret yang harus menjadi prioritas.
Langkah pertama, menurutnya adalah diversifikasi pangan berbasis ekoregion.
Dia menilai, Indonesia harus menggeser porsi kalori dari beras–terigu ke sumber lokal tahan iklim seperti sagu, sorgum, jagung, dan umbi-umbian.
"Pemerintah juga wajib menerapkan kuota minimal 30 persen pangan lokal dalam belanja publik untuk bantuan pangan, program makan bergizi anak sekolah, dan logistik bencana," katanya.
Langkah kedua, kata dia, adalah perluasan mandat Bulog.
"Tidak cukup hanya mengelola beras, Bulog harus menjadi penjaga stok berbagai komoditas lokal, lengkap dengan sistem harga dasar dan penyerapan hasil panen yang memberi kepastian pada petani," paparnya.
Selain itu, Indonesia sebaiknya memiliki lumbung komunal modern.
Hal ini merujuk keberhasilan komunitas adat seperti Ciptagelar dan Cireundeu.
"Pemerintah perlu membangun 100.000 lumbung modern di desa rawan pangan, dilengkapi pendingin sederhana, proteksi hama, dan manajemen stok digital," kata dia.
Selain itu, pertanian tahan iklim dan berbasis nilai tambah lokal adalah langkah berikutnya yang semestinya dilaksanakan.
"Subsidi pupuk yang selama ini bias ke beras dialihkan menjadi insentif untuk benih lokal, alat pascapanen, dan teknologi pengolahan skala mikro. Praktik agroekologi dan organik diperluas demi menjaga kesuburan tanah dan kualitas air," katanya.
Fahira juga meminta tolak ukur kemandirian pangan dikaitkan langsung dengan perbaikan gizi.
Kemandirian pangan tidak cukup diukur dari stok beras, tapi dari peningkatan kualitas gizi, penurunan stunting, dan keberagaman konsumsi masyarakat sesuai Pola Pangan Harapan (PPH)," kata dia.
Dia juga menekankan perlunya satu peta pangan nasional.
Semua langkah memerlukan orkestrasi kelembagaan dan data tunggal pangan. Dasbor digital yang memantau stok, produksi, harga, cuaca, hingga arus impor per komoditas akan menjadi kunci pengambilan keputusan cepat dan akurat.
Menurut Fahira, tanpa langkah ini, Indonesia akan terus berada dalam “zona rapuh” pangan,
“Negara harus memastikan bahwa pangan kita berasal dari kekuatan sendiri. Kalau tidak, kita hanya akan menjadi pasar bagi negara lain,” kata dia.
Siapa Fahira Idris
Fahira Idris adalah seorang politikus, aktivis, dan pengusaha asal Indonesia yang dikenal sebagai anggota DPD RI dari daerah pemilihan DKI Jakarta.
Ia lahir pada 20 Maret 1968 di Jakarta dan merupakan putri dari Fahmi Idris, seorang tokoh politik dan mantan Menteri Perindustrian Indonesia.
Pendidikan formalnya mencakup gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Indonesia dan Magister Hukum dari Universitas Padjadjaran.
Karier Fahira dimulai dari dunia bisnis, khususnya usaha parsel dan bunga yang ia rintis sejak masa kuliah. Ia kemudian aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan kemanusiaan, termasuk menjadi relawan saat bencana alam seperti erupsi Gunung Galunggung, gempa Yogyakarta, dan tsunami Sumatera Barat.
Kiprahnya di media sosial, terutama Twitter, membuatnya dikenal sebagai sosok yang vokal dan informatif, bahkan pernah dinobatkan sebagai salah satu wanita inspiratif versi sebuah situs media perempuan dan gaya hidup .
Sebagai senator, Fahira dikenal gigih memperjuangkan isu-isu sosial seperti hak masyarakat hukum adat, perlindungan anak, dan pemberdayaan perempuan. Ia juga aktif dalam organisasi masyarakat seperti Bang Japar dan GeNAM (Gerakan Nasional Anti Miras), yang menunjukkan komitmennya terhadap ketertiban sosial dan kesehatan masyarakat.
Fahira sering turun langsung ke lapangan saat terjadi bencana, seperti banjir di Jakarta, untuk menyalurkan bantuan dan memfasilitasi evakuasi warga rentan.
Ia menggunakan perahu karet untuk menjangkau daerah terdampak, menunjukkan kepedulian nyata terhadap masyarakat yang membutuhkan.
Baca juga: HUT ke-80 Indonesia, Senator Asal Jakarta Soroti Ancaman Kegagalan Bonus Demografi
Dalam berbagai kesempatan, Fahira juga menyuarakan harapan dan strategi pembangunan, termasuk penguatan pasar rakyat dan modernisasi TNI. Ia percaya bahwa kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat adalah kunci untuk mewujudkan Jakarta yang berkeadilan, sejahtera, dan manusiawi.
Tiongkok Melawan, Janji Serangan Balik Trump Buntut Tarif Tinggi ke Anggota NATO |
![]() |
---|
Soal Kabar PHK Karyawan Imbas BBM Kosong, Shell: Kami Melakukan Penyesuaian Kegiatan Operasional |
![]() |
---|
Bantuan Beras 10 Kg Oktober-November 2025, Begini Cara Cek Penerimanya |
![]() |
---|
Bapanas: Bantuan Pangan Beras Lanjut di Oktober–November 2025 |
![]() |
---|
Pemerintah Tak Restui Impor BBM, SPBU Swasta Mulai PHK, Shell Dkk Diminta Sinergi dengan Pertamina |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.