Jumat, 3 Oktober 2025

Pajak Bumi dan Bangunan

Warga Kota Cirebon Juga Kaget PBB Naik 1.000 Persen, KPPOD: Pemda Abaikan Prinsip Dasar  

Warga Kota juga Cirebon kaget, tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di daerahnya naik hingga 1.000 persen. 

|
Editor: Choirul Arifin
Istimewa
LONJAKAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN - Contoh surat tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Warga Kota juga Cirebon kaget, tarif PBB di daerahnya naik hingga 1.000 persen tanpa sosialisasi sebelumnya.  

1. Pembatalan Perda No.1 Tahun 2024 dan mengembalikan tarif PBB seperti tahun 2023

2. Copot pejabat yang bertanggung jawab menerbitkan aturan kenaikan PBB ini

3.  Memberi waktu satu bulan bagi Wali Kota Cirebon untuk bertindak membatalkan kenaikan PBB
4. Meminta agar pajak tidak dijadikan sumber utama pendapatan asli daerah (PAD).

Hetta menegaskan, perjuangan warga Kota Cirebon menuntut pembatalan PBB terinspirasi oleh perjuangan warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang berhasil membatalkan kenaikan PBB sebesar 250 persen.

Baca juga: Tukimah Kaget PBB Naik 441 Persen, Begini Penjelasan Pemkab Semarang

"Kalau di Pati bisa, kenapa di Cirebon tidak? Kami ingin seperti Pati. Kami akan terus berjuang sampai tuntutan ini dikabulkan," kata dia.

Ia menegaskan, akan menggelar aksi unjuk rasa di Kota Cirebon jika tuntutan tidak dipenuhi. "Kami tidak pernah berhenti berjuang. Kami berharap media membantu menyuarakan perjuangan ini agar terdengar oleh para petinggi," kata Hetta.

KPPOD: Pemda Abaikan Prinsip Dasar

Terkait tren pemerintah daerah (Pemda) menaikkan sepihak PBB, Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai ada satu prinsip dasar yang diabaikan oleh Pemda seperti tercermin dari tindakan Pemerintah Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang memicu aksi demonstrasi warga menuntut Bupati Sudewo mundur.

Direktur Eksekutif KPPOD Herman Suparman mengatakan, prinsip dasar yang diabaikan tersebut adalah pelibatan publik dalam penentuan besaran Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang menjadi dasar kenaikan PBB P2 di Kabupaten Pati

“Yang menjadi catatan kita sekarang itu adalah dalam proses pengambilan kebijakan seperti itu ada satu prinsip dasar yang diabaikan gitu ya oleh pemerintah daerah terutama di Pati. Soal apa? Soal pelibatan publik di dalam penentuan nilai jual objek pajak,” kata Herman di program Obrolan Newsroom bersama Kompas.com, Rabu (13/8/2025). 

Herman Suparman KPPOD OK
PELIBATAN PUBLIK - Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Suparman. KPPOD menegaskan keharusan pemerintah daerah melibatan diskusi publik dalam penentuan besaran Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ketika akan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P2. 

“Itu yang menurut kami satu dimensi prinsipil yang membuat kejadian hari ini terjadi seperti yang kita lihat gitu ya terjadi ada resistensi masyarakat yang luar biasa. Bahkan, per hari ini sudah ada tuntutan untuk memakzulkan atau menuntut mundur Bupati Sudewo dari jabatan sebagai kepala daerah,” ujarnya lagi. 

Herman menambahkan, partisipasi publik itu penting bahkan diamanatkan oleh Mahkamah Konstitusi dan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 

PP tersebut jelas mengatur bahwa semua kebijakan terutama peraturan daerah dan juga Peraturan Kepala Daerah yang berpotensi menimbulkan beban bagi masyarakat wajib hukumnya untuk melibatkan publik dalam proses perancangannya. 

Selain tidak dilibatkannya masyarakat, Herman menilai, ada sikap arogansi yang diperlihatkan Bupati Pati, Sudewo sehingga menyebabkan kemarahan masyarakat. 

“Kemudian, yang kedua bahkan ada sikap arogan gitu ya yang memancing kemarahan, memancing kecewaan dari publik di Pati,” katanya.

Laporan Reporter Eki Yulianto | Sumber: 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved