Senin, 29 September 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Kuasa Hukum Sebut Gugatan UU Tipikor ke MK Diajukan Sebelum Hasto Dapat Amnesti

Permohonan pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 diajukan Hasto sebelum menerima amnesti dari Presiden Prabowo.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
GUGATAN UU TIPIKOR - PDIP Hasto Kristiyanto mengajukan gugatan yang mengatur sanksi bagi pelaku perintangan penyidikan dalam kasus korupsi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 diajukan Hasto sebelum menerima amnesti dari Presiden Prabowo.TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengajukan gugatan yang mengatur sanksi bagi pelaku perintangan penyidikan dalam kasus korupsi ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Hasto Kristiyanto merupakan seorang politikus senior Indonesia yang dikenal luas sebagai Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dari tahun 2014 hingga 2025.

Baca juga: Hasto Kristiyanto Tetap Lanjut Gugat UU Tipikor di MK Meski Sudah Dapat Amnesti dari Prabowo

Ia lahir di Yogyakarta pada 7 Juli 1966, dan memiliki latar belakang pendidikan teknik kimia dari Universitas Gadjah Mada, manajemen dari Universitas Prasetiya Mulya, serta doktor ilmu pertahanan dari Universitas Pertahanan Indonesia.

Penasihat Hukum Hasto, Johannes Oberlin Tobing membenarkan adanya gugatan dan agenda sidang di Mahkamah Konstitusi pada hari ini.

"Iya betul, nanti kami akan menghadiri undangan sidang dari MK RI, sore nanti jam 15.00 WIB," kata Johannes saat dikonfirmasi Tribunnews, Rabu.

 

 

Johannes menjelaskan, permohonan pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu, diajukan Hasto sebelum menerima amnesti dari Presiden Prabowo.

"Sebelum mendapat amnesti," tegasnya.

Dilihat dari situs resmi MK, Hasto mengajukan permohonan disertai Penerbitan AP3 dan DKPP dengan Nomor 130/PUU/PAN.MK/AP3/07/2025 pada 24 Juli 2025, lalu. 

Gugatan Hasto itu teregistrasi dengan nomor 136/PUU-XXIII/2025 pada Rabu (6/8/2025).

Adapun sidang perdana akan digelar pada hari ini, Rabu (13/8/2025) beragendakan Pemeriksaan Pendahuluan I.

Dia mengatakan, Hasto Kristiyanto sedianya akan hadir dalam persidangan di MK hari  ini. Namun kliennya itu batal hadir karena ada kegiatan.

Sehingga, nanti pihak yang hadir mewakili Hasto yakni dari tim penasihat hukum di antaranya Johannes, Maqdir Ismail, Febridiansyah, Arman Hanis dll.

"Tadinya Mas Hasto ikut, ini ada perubahan ada rapat mendadak beliau," jelasnya.

Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) adalah regulasi hukum di Indonesia yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. 

UU ini pertama kali ditetapkan melalui UU No. 31 Tahun 1999, dan kemudian diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Diketahui, dalam gugatannya, Hasto meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah hukuman maksimal dalam pasal itu dari 12 tahun penjara menjadi 3 tahun penjara. 

Dalam petitumnya, Hasto mengatakan dirinya mengalami kerugian konstitusional berupa ditetapkan sebagai tersangka dan didakwa melakukan perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam pasal 21 UU Tipikor.

Dalam persidangan, majelis hakim menyatakan Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan KPK dalam mengusut kasus suap untuk pergantian antarwaktu anggota DPR yakni Harun Masiku.

Alasan Gugatan Hasto

Kerugian Konstitusional

Hasto merasa dirugikan secara konstitusional karena pernah ditetapkan sebagai tersangka dan didakwa melanggar Pasal 21 UU Tipikor, yang mengatur soal perintangan penyidikan (obstruction of justice).

Ancaman Hukuman Tidak Proporsional

Menurut kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, ancaman pidana dalam Pasal 21 dianggap tidak seimbang. 

Pasal ini merupakan pasal tambahan, namun ancaman hukumannya lebih berat dibandingkan pasal-pasal inti dalam tindak pidana korupsi.

Tidak Terbukti di Pengadilan

Ironisnya, dalam sidang vonis, Hasto justru dinyatakan tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan. 

Ia divonis 3 tahun 6 bulan penjara karena terbukti melakukan suap, bukan karena melanggar Pasal 21 yang kini ia gugat.

Tafsir Pasal yang Terlalu Luas

Hasto menilai Pasal 21 memiliki tafsir yang terlalu luas dan bisa menjerat siapa saja yang dianggap menghalangi proses hukum, meski belum tentu ada niat jahat atau tindakan langsung.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan