Rabu, 1 Oktober 2025

Ekspansi Militer Prabowo Dikritik Koalisi Sipil, Desak Batalkan 6 Komando Teritorial Baru

Koalisi masyarakat sipil mengkritik langkah Presiden Prabowo Subianto yang meresmikan 162 satuan baru dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Dok TNI
EKSPANSI TNI - Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto meresmikan enam Komando Daerah Militer (Kodam) baru, 20 Brigade Infanteri Teritorial Pembangunan (Brigif TP), dan 100 Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan (Yonif TP) dalam Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Lanud Suparlan, Pusdiklatpassus, Batujajar, Bandung, Jawa Barat, Minggu (10/8/2025). Upacara yang diikuti tiga matra TNI ini sekaligus menjadi momen peresmian sejumlah satuan operasional baru lainnya di jajaran TNI. 

”Urgensi pembentukan kodam baru juga terletak pada pengembangan organisasi TNI AD yang diperlukan untuk mengatasi cakupan wilayah tugas yang luas, memberikan wewenang dan otoritas yang lebih besar dalam menjangkau wilayah, serta merespons isu-isu lokal secara optimal,” ujar Wahyu, dikutip dari Kompas.

Satuan Baru

Pada upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Pusdikpassus Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat, Satuan baru TNI tersebut terdiri atas:

  • 6 komando daerah militer
  • 14 komando daerah angkatan laut
  • 3 komando daerah angkatan udara
  • 1 komando operasi udara
  • 6 grup komando pasukan khusus
  • 20 brigade teritorial pembangunan
  • 1 brigade infanteri marinir
  • 1 resimen korps pasukan gerak cepat
  • 100 batalyon teritorial pembangunan
  • 5 batalyon infanteri marinir
  • 5 batalyon komando korps pasukan gerak cepat.

3 Masalah yang Timbul

Koalisi masyarakat sipil menganalisis bahwa kebijakan Presiden Prabowo menimbulkan sejumlah masalah

  1. Tata kelola organisasi militer semakin bersifat pragmatis dan hanya berorientasi pada kepentingan elite militer

    Penambahan struktur dan pengembangan organisasi dilakukan semata-mata untuk mengatasi penumpukan jumlah perwira menengah dan tinggi di tubuh TNI yang berlebih, tanpa mempertimbangkan implikasi dan dampaknya terhadap beban anggaran negara.

    Kebijakan ini juga tidak dilandasi postur dan strategi pertahanan baru yang ideal serta berorientasi pada nilai-nilai demokrasi.

    Selain itu, penambahan infrastruktur militer akan membutuhkan perekrutan personel baru yang justru berpotensi semakin memperburuk tata kelola sumber daya manusia di lingkungan militer.

  2. Kebijakan ini akan memicu pembengkakan anggaran pertahanan.

    Pengembangan organisasi berimplikasi pada meningkatnya beban belanja di sektor pertahanan, sementara selama ini anggaran pertahanan sudah terbebani oleh belanja rutin dan operasional.

    Akibatnya, pemenuhan kebutuhan prioritas seperti modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista) dan peningkatan kesejahteraan prajurit menjadi semakin sulit.

  3. Kebijakan ini memperluas peran militer di ranah non-militer.

    Pembentukan 100 batalyon teritorial, 20 brigade teritorial pembangunan, serta pengelolaan komponen cadangan akan melemahkan kapasitas institusi sipil dalam tata kelola pemerintahan negara, sekaligus menggerus profesionalisme militer dalam menjalankan tugas utamanya sebagai alat pertahanan negara.

Baca juga: DPR Ungkap Rencana TNI AD Rekrut 24 Ribu Prajurit Tamtama untuk 5 Kodam: Jawab Tantangan Masa Depan

Soroti Pemberian Pangkat Kehormatan untuk Chairawan

Eks Komandan Tim Mawar, Mayjend TNI (Purn) Chairawan
CHAIRAWAN - Eks Komandan Tim Mawar, Mayjend TNI (Purn) Chairawan (TRIBUNNEWS.COM/Vincentius Jyestha)

Lebih lanjut, koalisi sipil juga mengkritik pemberian penghargaan kenaikan pangkat kehormatan Letnan Jenderal kepada Mayjen TNI (Purn) Chairawan K. Nusyirwan.

"Padahal, Chairawan adalah mantan Komandan Grup IV Kopassus pada 1997–1998, yang namanya muncul dalam kesaksian sidang sebagai sosok yang diduga memerintahkan penculikan aktivis pro-demokrasi oleh Tim Mawar, meskipun ia tidak pernah diadili atas tuduhan tersebut," ungkap pernyataan koalisi sipil.

3 Poin Desakan

Oleh karena itu, koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan mendesak:

1. Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan ekspansi struktur komando teritorial yang tidak sejalan dengan semangat reformasi TNI dan UU TNI.

Pemerintah harus membatalkan penambahan enam komando teritorial baru dan restrukturisasi harus diarahkan pada pengurangan struktur yang menduplikasi organisasi pemerintah sipil. Kebijakan pertahanan harus berbasis pada Strategic Defence Review dan Buku Putih Pertahanan yang disusun secara transparan, partisipatif, dan berorientasi pada kepentingan pertahanan nasional jangka panjang, bukan kepentingan elite militer.

2. Pemerintah seharusnya memprioritaskan anggaran pertahanan untuk modernisasi alutsista dan kesejahteraan prajurit, bukan pembengkakan struktur birokrasi militer.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved