Sekolah Rakyat
Anggota DPR Nilai Kuota 5 Persen Anak Disabilitas di Sekolah Rakyat Harus Disertai Kesiapan Sistem
Legislator Komisi IX itu menyebutkan bahwa agar Sekolah Rakyat benar-benar inklusif, setidaknya harus memenuhi lima komponen penting
Penulis:
Reza Deni
Editor:
Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi PKS, Netty Prasetiyani, menegaskan bahwa kebijakan kuota minimal 5 persen bagi anak disabilitas di Sekolah Rakyat harus disertai dengan kesiapan sistem yang matang.
Menurutnya, persentase minimal kuota tidak cukup.
Baca juga: Sekolah Rakyat di Subulussalam Aceh Siap Beroperasi September 2025
Sekolah Rakyat adalah program pendidikan berasrama yang digagas oleh pemerintah Indonesia, khususnya melalui Kementerian Sosial, sebagai upaya memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan.
Program ini mulai diluncurkan pada tahun ajaran 2025/2026 dan ditujukan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
"Inklusi bukan sekadar membuka pintu, tapi menciptakan ruang belajar yang ramah, adaptif, dan mendukung perkembangan setiap anak,” kata Netty kepada wartawan, Sabtu (9/8/2025).
Berdasarkan data nasional, hanya terdapat sekitar 2.396 Sekolah Luar Biasa (SLB) yang tersebar di 7.287 kecamatan.
Artinya, satu SLB melayani rata-rata tiga kecamatan, membuat banyak anak disabilitas, terutama di daerah terpencil, kesulitan mengakses pendidikan.
“Sekolah Rakyat di wilayah pinggiran bisa menjadi harapan baru bagi anak disabilitas. Tapi jangan sampai menjadi jebakan baru jika negara tidak menyiapkan instrumen pendukungnya,” ujar legislator yang mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat VIII itu.
Disabilitas adalah kondisi keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau sensorik yang menyebabkan seseorang kesulitan melakukan aktivitas atau berinteraksi secara mandiri dengan lingkungan sekitarnya.
Legislator Komisi IX itu menyebutkan bahwa agar Sekolah Rakyat benar-benar inklusif, setidaknya harus memenuhi lima komponen penting. Adapun komponen itu antara lain tenaga pendidik dan pendamping yang kompeten — Guru kelas, mata pelajaran, serta shadow teacher yang memahami kebutuhan disabilitas.
Kemudian fasilits pembelajaran adaptif — Seperti media audio-visual, buku Braille, alat bantu komunikasi, dan papan tulis khusus.
Lalu infrastruktur fisik yang aksesibel — Termasuk toilet disabilitas, jalur kursi roda, ruang sensorik, serta alat mobilitas lainnya.
Kemudian Layanan kesehatan dan psikososial — Klinik tumbuh-kembang, ruang konsultasi, kerja sama dengan psikolog dan fisioterapis. Terakhir, kurikulum dan evaluasi fleksibel , Individualized Learning Plan (ILP) untuk menyesuaikan metode belajar dengan kebutuhan tiap anak.
“Seorang anak disabilitas sensorik pendengaran (Tuli) butuh guru yang mampu berbahasa isyarat. Anak disabilitas sensorik netra butuh literatur Braille. Ini bukan soal belas kasihan, tapi hak atas pendidikan,” kata Netty.
Sekolah Rakyat
Prabowo Targetkan 165 Sekolah Rakyat Beroperasi pada Akhir September |
---|
Pendaftaran Guru Sekolah Rakyat Tahap 3 Tahun 2025 Dibuka Kemensos, Ada 91 Formasi, Cek Syaratnya |
---|
Sekolah Rakyat Disebut Jalan Baru Berikan Akses Pendidikan Tanpa Sekat Ekonomi |
---|
Sekolah Rakyat Jadi yang Pertama Gunakan AI Talent DNA di Indonesia |
---|
Baznas RI Siap Dukung Program Sekolah Rakyat: Kalau di Situ Ada Asnaf, Pasti Kami Bantu |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.