UU Pemilu
Soal Pemisahan Pemilu, MPR RI Ingatkan Putusan MK Harus Selaras dengan Prinsip Sistem Pemerintahan
Agun Gunandjar Sudarsa menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan antara pemilu nasional dan Pilkada
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Dodi Esvandi
Dalam konteks ini, Agun menegaskan pentingnya membedakan antara putusan yudikatif dan produk kebijakan eksekutif maupun legislatif.
Ia menekankan bahwa regulasi dan kebijakan politik tetap harus dirumuskan oleh DPR dan pemerintah.
"Putusan MK adalah yudisial. Sementara DPR dan pemerintah menghasilkan kebijakan politik berupa undang-undang. Jadi kalau mau dijalankan, harus ada aturannya. Yang buat aturan siapa? Ya DPR dan pemerintah,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah tidak lagi digelar secara serentak.
Ke depan, pemilu akan dibagi menjadi dua tahap: pemilu nasional dan pemilu lokal (daerah), dengan jeda maksimal dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan.
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis (26/6/2025).
UU Pemilu
Usulkan Pilkada Dipilih DPRD Provinsi, Cak Imin Bantah Disebut Ingin Menyenangkan Prabowo |
---|
Gugat Ambang Batas Parlemen ke MK, Partai Buruh Bawa Data Jutaan Suara Terbuang |
---|
Wacana Evaluasi Pilkada, Model Asimetris Diusulkan Untuk Efisiensi dan Hindari Konflik Horisontal |
---|
Arteria Dahlan Usul Seluruh Hakim MK Dilaporkan ke Polisi Buntut Hapus Pemilu Serentak |
---|
Mahfud MD Sebut Putusan MK yang Berujung Perpanjangan Masa Jabatan DPRD Inkonstitusional, Tapi Final |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.