Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI
Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong: Pertama di Kasus Korupsi, Prabowo Lihat Dimensi Politisnya
Abdul Fickar Hadjar menilai, Prabowo memberikan amnesti dan abolisi karena kasus yang menjerat Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong diwarnai politik.
Penulis:
Rizkianingtyas Tiarasari
Editor:
Wahyu Gilang Putranto
Pemberian amnesti dan abolisi bertujuan untuk mendukung rekonsiliasi nasional, menjaga stabilitas politik, atau memenuhi tujuan kemanusiaan.
"Jadi ada kejadian yang berkaitan dengan kegiatan politik. Umpamanya, amnesti atau abolisi yang umumnya diberikan kepada bekas pemberontak, GAM (Gerakan Aceh Merdeka), atau bekas pemberontak di Papua," ujar Fickar.
"Karena di situ memang aspek politisnya lebih kental, perbuatan yang menyebabkan mereka dihukum itu lebih bersifat politis. Pemberontakan itu pasti politis," jelasnya.
Menilik dari sejarah ini, Fickar justru menyebut, ada dimensi atau unsur politis yang dilihat Prabowo dalam konteks kasus Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, yakni dugaan adanya korupsi dengan motif pelemahan lawan politik dan kriminalisasi.
Sehingga, kata Fickar, Prabowo memutuskan untuk memberikan amnesti dan abolisi karena kasus yang menjerat Hasto dan Tom cenderung diwarnai politik.
"Nah, dalam konteks Hasto dan Tom Lembong, menurut saya, kacamata yang digunakan oleh Presiden itu [bersifat politis, red.] gitu ya," kata Fickar.
"Walaupun dua-duanya tindak pidananya korupsi. Kejahatan korupsi kan belum pernah ada yang diamnesti atau abolisi. Karena itu, tekanan atau penggunaan dua hak prerogatif presiden ini lebih pada kejadian-kejadian yang bersifat politis," tambahnya.
"Menurut analisa saya, ketika Presiden sebagai kepala negara menggunakan lembaga amnesti dan lembaga abolisi ini terhadap Hasto dan Tom Lembong, maka sebenarnya dimensi politisnya yang dia lihat, gitu," imbuhnya.
Prabowo Lihat Tom Lembong Dikriminalisasi, Tindakan Hasto Korupsi Bersifat Politis
Selanjutnya, Fickar menjelaskan bahwa pertimbangan abolisi kepada Tom Lembong adalah karena adanya kriminalisasi.
Fickar menyebut, Tom Lembong tidak memiliki mens rea sehingga seharusnya diputus ontslag atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Namun, karena tetap dijatuhi vonis, Tom Lembong diberi abolisi oleh Prabowo karena tidak melakukan perbuatan kriminal.
"Bisa jadi, menurut Pak Presiden, Tom Lembong itu tidak melakukan kesalahan yang bersifat kriminal sebenarnya. Kalau lihat persidangannya, lebih pada kriminalisasi terhadap kebijakannya," ujar Fickar.
"Kasus Tom Lembong itu kriminalisasi terhadap kebijakan karena ternyata di dalam proses persidangan tidak ada bukti yang mengaitkan bahwa dengan kebijakan itu Tom Lembong memperkaya diri," imbuhnya.
"Karena, di dalam putusan pengadilan negeri, disebut dia tidak ada mens rea atau niat jahat ketika dia mengeluarkan kebijakan itu. Kebijakan itu menguntungkan sebagian orang," tambahnya.
"Tapi. kemudian hakimnya tetap menghukum. Padahal sebelum putusan, saya bilang ini pasti lepas, ini pasti ontslag. Perbuatannya dianggap ada, tapi bukan tindak pidana gitu. Mestinya, itu yang dikenakan kepada Tom Lembong. Tapi, ternyata tetap dihukum, kemudian dia mengajukan banding. Jadi Tom Lembong itu dianggap tidak melakukan perbuatan kriminal sehingga dia tidak pantas dihukum. Nah, karena itu dia diberikan abolisi," papar Fickar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.