3 Konflik Besar antara Jokowi vs PDIP: Dukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 hingga Pemecatan
Tiga konflik besar yang pernah terjadi antara Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan mantan partainya, PDIP.
TRIBUNNEWS.COM - Tiga konflik besar yang pernah terjadi antara Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan mantan partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Sejatinya, hubungan antara Jokowi dan PDIP berjalan begitu harmonis.
PDIP membantu mengembangkan karier politik Jokowi, ketika dirinya dulu masih hanya dikenal sebagai pengusaha mebel di Solo dan belum memiliki pengalaman di dunia politik,
Bergabung menjadi kader pada 2004, Jokowi diantarkan PDIP menjadi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga menduduki kursi Presiden RI selama dua periode (2014-2019 dan 2019-2024).
Ada simbiosis mutualisme selama perjalanan hubungan keduanya, dengan PDIP sebagai pendukung utama dan Jokowi sebagai figur yang dianggap dapat memperkuat elektabilitas partai.
Namun, relasi mereka akhirnya akhirnya retak menjelang Pilpres 2024 karena perbedaan visi politik.
Bahkan, ada beberapa konflik panas yang sempat terjadi antara Jokowi dan sang mantan partai, termasuk ketika Jokowi beralih dukungan ke Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 lalu.
1. Jokowi Diduga Usul Minta 3 Periode, tetapi Ditolak PDIP
Pada 2023 silam, muncul dugaan bahwa Jokowi mengusulkan agar dirinya menjabat sebagai presiden tiga periode, setelah periode keduanya (2019-2024) akan berakhir.
Namun, usulan itu ditolak oleh PDIP.
Hal ini disampaikan oleh politisi PDIP Adian Napitupulu yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres (TKRPP) PDIP.
Baca juga: Prananda Rangkul Puan di Bali, PDIP Kirim Sinyal Anti-Faksi Jelang Kongres
Penolakan PDIP atas usulan Jokowi ini, disebut Adian, menjadi akar dari permasalahan antara Presiden RI ke-7 itu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Menurut Adian, partai berlogo banteng warna hitam dengan moncong putih ini menolak usulan Jokowi karena tidak ingin melakukan pelanggaran konstitusi.
"Nah, ketika kemudian ada permintaan tiga periode, kita tolak. Ini masalah konstitusi, ini masalah bangsa, ini masalah rakyat, yang harus kita tidak bisa setujui," ujar Adian, Rabu (25/10/2023).
"Kemudian, ada pihak yang marah ya terserah mereka. Yang jelas kita bertahan untuk menjaga konstitusi, dengan menjaga konstitusi maka menjaga republik ini, menjaga bangsa dan rakyat kita," tambahnya.
Adian juga menegaskan, jika ada orang yang marah karena penolakan masa jabatan presiden tiga periode, maka PDIP tidak mempermasalahkannya.
"Kalau ada yang marah karena kita menolak penambahan masa jabatan tiga periode atau perpanjangan, bukan karena apa-apa, itu urusan masing-masing. Tetapi memang untuk menjaga konstitusi, sederhana aja," jelasnya lagi.
Namun, pernyataan Adian Napitupulu ini pernah dibantah oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) PDIP Puan Maharani.
Puan menegaskan Jokowi tidak pernah meminta perpanjangan jabatan, terlebih kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Oh enggak, enggak pernah, enggak pernah, setahu saya enggak pernah beliau meminta untuk perpanjangan tiga periode," ungkap Puan di Jakarta, Rabu (25/10/2023) dikutip dari Kompas TV.
Puan pun hanya bisa menyampaikan, PDIP tegak lurus pada aturan konstitusi negara, yakni masa jabatan presiden maksimal dua periode.
Jokowi sendiri sudah memberikan bantahan; dirinya tidak pernah meminta jabatan tiga periode ke PDIP.
"Ini saya ulangi lagi, tidak pernah yang namanya saya meminta perpanjangan tiga periode kepada siapa pun," kata Jokowi saat ditemui di kediamannya di Sumber, Solo, Jawa Tengah, Senin (30/12/2024).
Dalam bantahannya, Jokowi berkilah agar isu itu ditanyakan ke PDIP dan beberapa tokohnya, seperti Megawati Soekarnoputri atau Puan Maharani.
"Tanyakan saja ke Bu Mega, Mbak Puan, tanyakan saja ke partai. Kapan, di mana, siapa yang saya utus, enggak pernah ada," ucapnya.
Ia juga mempertanyakan soal momen keinginan tiga periode itu.
"Kapan, di mana, atau siapa yang saya utus, enggak pernah ada, ya," ujarnya.
Jokowi lantas menyayangkan munculnya isu dia meminta jabatan tiga periode, dan menilai isu itu adalah framing (pembentukan cara pandang) yang jahat.
"Jangan menjadi framing jahat seperti itu, enggak baik," katanya.
"Ya, ini saya ulang lagi tidak pernah yang namanya saya minta perpanjangan atau tiga periode kepada siapa pun," tegas Jokowi.
2. Jokowi Dukung Prabowo - Gibran, Padahal PDIP Punya Ganjar - Mahfud MD di Pilpres 2029
Pada Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024, Jokowi memutuskan untuk tidak pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang diusung PDIP, yakni Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Malahan, ayah Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep itu memberikan dukungan kepada calon presiden Prabowo Subianto yang berpasangan dengan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka.
Adapun pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran resmi diumumkan pada 22 Oktober 2023.
Isu hubungan Jokowi dan PDIP semakin renggang muncul saat Gibran Rakabuming Raka benar-benar mendaftarkan diri sebagai Cawapres di KPU RI, Rabu (25/10/2023), dikutip dari WartaKotalive.com.
Meski begitu, politisi PDIP Pramono Anung membantah isu retaknya hubungan Jokowi dan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Dukungan Jokowi terhadap pasangan Prabowo - Gibran pun sempat diwarnai kontroversi lantaran pencalonan Gibran dimuluskan melalui putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) yang saat itu diketuai adik ipar Jokowi, Anwar Usman.
Berkat Putusan 90/PUU-XXI/2023 soal syarat usia minimum capres-cawapres, jalan Gibran menjadi cawapres seolah digelari karpet merah, lantaran meski usianya di bawah 40 tahun, ia berhasil lolos menjadi pendamping Prabowo dengan hanya berbekal pengalamannya sebagai Wali Kota Solo.
Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akhirnya ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih RI masa jabatan 2024-2029 oleh KPU RI pada Senin (22/4/2024).
Pasangan ini memenangi Pilpres 2024 dengan perolehan 96.214.691 suara atau sekitar 58,58 persen dari seluruh suara sah nasional.
Sementara, pasangan capres-cawapres yang diusung PDIP, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD hanya menghimpun 27.040.878 suara atau sekitar 16,47 persen dari seluruh suara sah nasional.
3. Puncak Ketegangan: PDIP Pecat Jokowi, Gibran, dan Bobby Nasution
Pada 16 Desember 2024, PDIP secara resmi mengumumkan telah memecat Jokowi dari keanggotaan partai.
Pemecatan Jokowi tertuang dalam surat keputusan (SK) nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 tentang pemecatan Joko Widodo dari keanggotaan PDIP.
Surat tersebut dibacakan Ketua DPP Bidang Kehormatan PDI-P Komarudin Watubun.
Tak hanya Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution juga dipecat.
Pemecatan anak dan menantu Jokowi itu dituangkan dalam SK nomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024 dan 1651/KPTS/DPP/XII/2024.
Kedua surat keputusan tersebut ditetapkan pada 4 Desember 2024 dan ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Pemecatan ini didasarkan pada pelanggaran kode etik.
Jokowi dinilai melanggar AD/ART partai 2019 serta telah menyalahgunakan kekuasaan dan merusak tatanan demokrasi.
Gibran disebut melanggar etik juga karena maju sebagai calon wakil presiden 2024 dari partai lain.
Sementara, Bobby dinilai melanggar kode etik partai karena maju sebagai calon gubernur Sumatera Utara (Sumut) dari partai lain.
Bobby maju Pilkada Sumut 2024 diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang juga mengusung Prabowo - Gibran.
Setelah pemecatan tersebut, PDIP sempat melontarkan permintaan maaf karena telah menghadirkan Jokowi di panggung politik Indonesia dan telah dianggap menyimpang dari nilai-nilai partai.
“Itu tentu ada andil, keringat, tenaga dari PDI Perjuangan. Tetapi kita melihat bahwa setelah 9 tahun menjadi presiden, itu setahun terakhir banyak sekali langkah-langkah politik yang menurut kami di luar etika, moral, politik yang diperjuangkan oleh PDI-P,” ujar Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus di Kantor DPP PDIP, Kamis (19/12/2024), dilansir Kompas.com.
“Bahkan kita menyaksikan sendiri bagaimana MK, bagaimana MA kemudian ditepuk untuk memuaskan tujuan-tujuan politik dari Jokowi dan keluarganya,” sambungnya.
Meski begitu, Deddy tak mau jika segala kesalahan yang dilakukan Jokowi sepenuhnya menjadi tanggung jawab PDIP.
Sebab, kata Deddy, PDIP tak menduga bahwa Jokowi justru menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan politiknya pribadi.
“Ibu Puan sendiri sudah pernah secara langsung dalam Rakernas tahun lalu itu menyampaikan permohonan maaf karena melahirkan kader yang kemudian mengangkangi yang namanya konstitusi,” kata Deddy.
“Berkali-kali juga saya katakan, jangankan kami PDI Perjuangan. Mungkin malaikat pun tertipu dengan kelakuannya satu tahun terakhir. Saya kira ini final saya gak mau lagi menyebut-nyebut nama itu,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Rizki A./Galuh Widya/ed: Wahyu Aji) (Kompas.com) (Wartakotalive.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.