Senin, 29 September 2025

Polemik Pemutaran Lagu di Ruang Komersial, Menteri Hukum: Itu Ada Nilai Ekonominya, Harus Dihargai

Supratman menegaskan, memang sejatinya pembayaran royalti harus diterapkan kepada pemilik ruang komersial dalam memutarkan lagu karya orang lain.

Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra
ROYALTI LAGU - Menteri Hukum RI (Menkum) Supratman Andi Agtas (tengah) saat jumpa pers di Kantor Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemenkum RI, Cinere, Depok, Selasa (29/7/2025). Supratman buka suara soal polemik pembayaran royalti terhadap ruang komersil yang memutarkan lagu lokal maupun internasional. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum RI (Menkum) Supratman Andi Agtas buka suara soal polemik pemutaran lagu atau musik di ruang komersial seperti kafe hingga minimarket.

Komersial adalah istilah yang merujuk pada segala sesuatu yang berkaitan dengan perdagangan atau kegiatan mencari keuntungan, baik berupa barang maupun jasa.

Baca juga: Tolak Tawaran Reuni dengan Kerispatih, Badai Tak Mau Pikirkan Masa Lalu: Saya Punya Langkah ke Depan

Dalam konteks bisnis, komersial berarti aktivitas yang dilakukan dengan tujuan utama mendapatkan profit melalui pertukaran nilai ekonomi.

Menurut dia, pemutaran lagu baik itu lagu dalam negeri ataupun luar negeri memang dalam undang-undang (UU) dikenakan tarif royalti.

"Kalau itu kan ketentuan Undang-Undang. Ya kan? (jadi masyarakat milih putar luar negeri) sama nanti itu, mau putar lagu luar negeri, mau lagu lokal itu sama nanti," kata Supratman saat jumpa pers di Kantor Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemenkum RI, Cinere, Depok, Selasa (29/7/2025).

Pasalnya kata Supratman, aturan tersebut juga tertuang dalam ketentuan internasional.

Bahkan Indonesia kata dia, menjadi salah satu anggota World Intellectual Property Organization yang mengedepankan hak kekayaan intelektual.

"Karena itu ketentuan internasional. Kita ini tergabung dalam world intellectual property organization. Kami barusan menghadiri general assembly di Genewa," tutur dia.

Atas hal itu, Supratman menegaskan, memang sejatinya pembayaran royalti harus diterapkan kepada pemilik ruang komersial dalam memutarkan lagu karya orang lain.

Pasalnya menurut dia, di dalam karya berupa lagu tersebut ada nilai ekonominya, sehingga harus dihargai oleh siapapun pihaknya.

"Tapi intinya, sekarang kita kan lagi berjuang. Bagaimana orang, namanya kekayaan intelektual. Jadi kalau kekayaan intelektual itu kan, baik itu ciptaan maupun yang lain, itu bisa ada nilai keekonomiannya. Dan itu harus kita hargai. Ya kan? Kita harus hargai," tutur dia.

Nilai ekonomi adalah ukuran seberapa besar manfaat atau nilai suatu barang atau jasa bagi individu atau masyarakat dalam konteks ekonomi. Ini mencerminkan berapa banyak seseorang bersedia membayar untuk mendapatkan barang atau jasa tersebut, atau dikenal sebagai willingness to pay (WTP).

Baca juga: Sammy Simorangkir Keluhkan Biaya Lagu Kerispatih, Musisi Badai Merasa Tak Pernah Dibayar

Pemerintah Indonesia kata Supratman, sedang berjuang di forum internasional agar setiap lagu asli karya Indonesia bisa dihargai di ruang komersil negara lain.

"Kami kementerian hukum lagi mengusulkan yang namanya protokol Jakarta. Kita lagi mau bersama-sama. Supaya platform-platform internasional itu juga membayar royalty yang sama kepada kita, kepada pencipta, kepada siapa, semua sama," ucap dia.

"Jadi karena itu, sekali lagi, yang terkait dengan hal itu, nanti akan saya minta Ditjen Kekayaan Intelektual untuk menjelaskan lebih rinci ya, terkait dengan pelarangan," tandas Supratman.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan