Selasa, 7 Oktober 2025

Peran Ganda Baznas Kelola Zakat Disorot Pakar Hukum Tata Negara di Sidang Mahkamah Konstitusi

Baznas dinilai menjalankan dua peran sekaligus, yakni sebagai pengatur (regulator) dan pelaksana (operator).

Istimewa
PERAN GANDA BAZNAS - Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Republik Indonesia (RI) menerima penghargaan di ajang Zakat Wakaf Award 2025 yang digelar di Aula HM Rasjidi, Kementerian Agama RI, Jakarta, Jumat (4/7/2025). Desain kewenangan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat mendapat sorotan di Mahkamah Konstitusi (MK). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Desain kewenangan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat mendapat sorotan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat adalah regulasi yang mengatur tata kelola zakat secara nasional di Indonesia agar lebih terstruktur, transparan, dan sesuai syariat Islam. UU ini menggantikan UU No. 38 Tahun 1999 karena dianggap tidak lagi relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Baznas pun dinilai menjalankan dua peran sekaligus, yakni sebagai pengatur (regulator) dan pelaksana (operator).

Baca juga: BAZNAS RI Dorong Efektivitas Pengelolaan Zakat di Kaltim Lewat Transformasi Digital

Baznas adalah lembaga resmi yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia untuk mengelola zakat, infak, dan sedekah (ZIS) secara nasional.

Hal itu diungkapkan oleh pakar hukum tata negara Charles Simabura yang dihadirkan sebagai ahli dalam sidang lanjutan perkara Nomor 54/PUU-XXIII/2025 di MK, Jakarta, Selasa (29/7/2025).

Ia menyebut keberadaan Baznas yang memegang dua fungsi sekaligus bertentangan dengan prinsip konstitusi dan asas negara hukum.

“Transformasi Baznas yang dimuat dalam naskah akademik RUU Zakat ini menjadi seperti yang tertuang dalam UU Zakat jelas bertentangan dengan prinsip konstitusional," kata Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia itu.

Ia pun mengusulkan desain Baznas ke depannya sebagai regulator. Sehingga tidak boleh menjadi lembaga pengumpul, pendistribusi, dan pendaya guna zakat.

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang keempat, berupa kewajiban bagi umat Muslim untuk mengeluarkan sebagian harta mereka kepada yang berhak menerimanya.

Pemerintah, lanjut Charles, dapat saja membentuk lembaga lain yang menjalankan wewenang tersebut dan berkedudukan setara dengan lembaga pengelola zakat yang dibentuk masyarakat.

"Baznas berperan sebagai operator, maka wewenang mengatur dari Baznas hanya meliputi pengaturan terkait ruang lingkup kerja Baznas yang berlaku ke dalam," tutur Charles.

"Baznas berkedudukan setara dengan lembaga zakat lainnya dan wewenang regulator kembali kepada pemerintah atau kementerian terkait," sambungnya.

Baca juga: BAZNAS Gandeng Muhammadiyah Perkuat Kolaborasi Strategis Majukan Pendidikan di Indonesia

Charles menegaskan bahwa fungsi pengelolaan zakat yang lebih tepat dijalankan oleh negara adalah sebagai regulator.

Jika negara tetap ingin terlibat sebagai operator, maka sebaiknya fungsi tersebut dijalankan oleh lembaga yang berbeda, agar tidak terjadi tumpang tindih peran antara pengaturan dan pelaksanaan.

Gugatan uji materi terhadap UU Pengelolaan Zakat ini diajukan karena pemohon menilai ada ketimpangan peran antara Baznas dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Para pemohon menganggap Baznas memiliki kewenangan ganda sebagai regulator sekaligus operator yang berpotensi menutup ruang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan zakat secara mandiri.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved