Senin, 29 September 2025

Revisi UU TNI

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Revisi UU TNI Hasil Kesepakatan Politik Jokowi dan Prabowo

Pakar Hukum Tata Negara Ahmad Redi menyatakan revisi UU TNI tidak semata-mata merupakan produk administratif.

Tangkapan layar akun YoutTube resmi MKRI
SIDANG MK - Pakar hukum tata negara Ahmad Redi saat menyampaikan keterangan sebagai ahli pemerintah dalam pengujian formil Revisi Undang-Undang TNI di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (28/7/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Ahmad Redi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2024 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) tidak semata-mata merupakan produk administratif.

Ahmad Redi merupakan akademisi Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Jakarta dan menjabat sebagai Kepala Program Studi Sarjana Hukum Universitas Tarumanagara.

Ahmad Redi memiliki keahlian di bidang hukum pertambangan, tata negara dan administrasi, hukum lingkungan, dan hukum energi.

Ia dihadirkan menjadi saksi ahli dalam sidang uji formil UU TNI di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (28/7/2025).

Dalam sidang Ahmad Redi menyatakan bahwa revisi UU TNI tidak semata-mata merupakan produk administratif, tetapi juga hasil kesepakatan politik antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto.

Baca juga: Guru Besar UI Satya Arinanto Beri Penjelasan dalam Sidang UU TNI di Mahkamah Konstitusi Pakai AI

"Pembentukan peraturan undang-undangan SK Ketua DPR terkait penetapan proyek Nasional 2025 yang memasukkan rancangan Undang-Undang TNI sebagai bagian dari program legislasi itu secara administrasi hukum itu adalah merupakan produk perencanaan yang memang secara formil itu sah dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat," kata Redi di ruang sidang.

Ia menjelaskan, kesepakatan politik itu tampak jelas ketika Presiden Prabowo meneruskan proses legislasi yang telah dirintis pada masa pemerintahan sebelumnya.

Hal itu dibuktikan dengan adanya surat dari presiden kepada DPR yang mengubah komposisi perwakilan pemerintah dalam pembahasan RUU TNI.

Baca juga: KontraS Soroti Revisi KUHAP: Dorong Atur Mekanisme Pengujian Penyadapan hingga Penahanan 

"Kemudian secara politik, presiden pun bersurat kepada DPR pasca-ditetapkan proyek nasional itu dengan mengubah nama Menteri yang mewakili Presiden di DPR," ujar Redi,

"Artinya tadi itu misalnya Menteri Hukum dan HAM yang menjadi wakil, menjadi Menteri Hukum," sambungnya.

Menurut dia, jika presiden tidak bersurat kepada DPR setelah penetapan Program Legislasi Nasional (Prolegnas), maka bisa diartikan bahwa tidak ada keberlanjutan secara politik.

Namun, fakta bahwa Prabowo bersurat dan mengubah wakil pemerintah dari Menteri Hukum dan HAM menjadi Menteri Hukum, serta menambah menteri lain, menunjukkan komitmen politik untuk melanjutkan proses legislasi tersebut.

"Nah, kata meneruskan ini menurut saya harus dimaknai sebagai carry over. Harus dimaknai sebagai terusan, sebagai operan, sebagai luncuran. Karena secara politik Presiden Prabowo memilih untuk melanjutkan apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi," ucapnya.

Lima Perkara Disidangkan

Ada lima perkara yang disidangkan terkait pengujian formil Revisi UU TNI ini di Gedung MK, Jakarta ini.

Masing-masing teregister dalam Perkara Nomor  45, 56, 69, 75, 81/PUU-XXIII/2025.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan