Kamis, 2 Oktober 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

PDIP Sebut Kesalahan Hasto dan Tom Lembong Dicari-cari: Kasus Korupsi Segede Gajah Lewat

Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Djarot Saiful Hidayat menyebut kesalahan Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong dicari-cari.

|
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Dewi Agustina
Tribunnews.com/Fersianus Waku
HASTO TOM PDIP - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Djarot Saiful Hidayat, mengkritisi upaya kriminalisasi hukum terhadap Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan Mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong. Djarot Saiful Hidayat, saat memberikan sambutan pada acara peringatan 29 tahun Peristiwa Kudatuli di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Minggu (27/7/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Djarot Saiful Hidayat, mengkritisi upaya kriminalisasi hukum terhadap Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan Mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong.

Dia menyebut kesalahan Hasto dan Tom dicari-cari.

Djarot mengatakan, sah-sah saja apabila orang menginginkan kekuasaan, asalkan dengan cara yang benar.

Baca juga: Hasto Kristiyanto Bebas dari Dakwaan Obstruction of Justice, tapi Terbukti Terlibat Suap

"Jangan sampai memperoleh kekuasaan dengan cara yang menyimpang apalagi dengan merekayasa konstitusi, apalagi dengan menekan dan mengintimidasi siapapun yang tidak setuju dengan penguasa saat ini," kata Djarot dalam peringatan 29 tahun Peristiwa Kudatuli di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Minggu (27/7/2025).

Kudatuli merupakan akronim dari kerusuhan 27 Juli 1996 di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta.

Kerusuhan ini terjadi lantaran perebutan kantor DPP PDI antara massa dari kubu Megawati Soekarnoputri dengan massa dari kubu Soerjadi.

Insiden ini menewaskan 5 orang dan menyebabkan 149 orang luka-luka serta 23 orang dinyatakan hilang.

Djarot menegaskan, perbedaan pandangan tidak bisa dijadikan dasar untuk dilakukan kriminalisasi hukum.

Baca juga: Simpatisan PDIP Kumpulkan Koin Bantuan Untuk Hasto Bayar Pidana Denda

"Yang mengkritik, yang berbeda dikriminalkan, cari-cari salahnya sampai ketemu. Masukkan penjara," ujar Djarot.

Djarot mencontohkan vonis 3,5 tahun terhadap Hasto dan Tom Lembong 4,5 tahun. 

Tom divonis terkait kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2015-2016.

Sementara Hasto divonis karena suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.

"Kemarin terjadi kasus Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto cari sampai ketemu masukkan penjara," ucap Djarot.

Djarot mempertanyakan langkah aparat penegak hukum yang terkesan membiarkan kasus-kasus lain, seperti kasus private jet yang menyeret putra bungsu Joko Widodo atau Jokowi, Kaesang Pangarep.

Kemudian, kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut yang menyeret nama Gubernur Sumatra Utara, Bobby Nasution.

"Kasus yang besar seperti kasus minyak goreng lewat, kasus pesawat jet lewat, kasus korupsi infrastruktur di Sumatra Utara lewat, kasus Blok Medan banyak banget kasus yang segede-gede gajah seperti itu," tutur Bobby.

"Kasus korupsi segede gajah lewat, seperti pepatah gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, kutu di seberang pulau kelihatan," sambungnya.

Kasus Hasto Kristiyanto

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dijatuhi vonis 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp250 juta (subsider 3 bulan kurungan) oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 25 Juli 2025 dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku.

Majelis hakim menilai Hasto tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan terhadap kasus Harun Masiku.

Namun, menurut hakim, Hasto terbukti memberikan dana Rp 400 juta dari total Rp 1,25 miliar untuk menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Kasus Tom Lembong

Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong, dijatuhi vonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 750 juta (subsider 6 bulan kurungan) oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 18 Juli 2025 dalam kasus korupsi impor gula.

Tom dinilai tidak cermat dalam menyetujui impor gula kristal mentah (GKM) oleh swasta, yang seharusnya dilakukan oleh BUMN.

Namun, sejumlah pihak termasuk Mahfud MD dan ICW menilai vonis mengabaikan unsur mens rea (niat jahat), yang seharusnya jadi syarat pemidanaan.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved