Kasus Impor Gula
Begini Cara Tom Lembong Bisa Update Sosmed Meski di Balik Jeruji Besi
Begini cara Tom Lembong mengunggah pesan atau informasi yang kemudian diunggah di sosial media miliknya. Walaupun dirinya di dalam jeruji besi.
TRIBUNNEWS.COM - Tim Kuasa Hukum mantan Menteri Perdagangan (Mendag) RI Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mengungkap cara kliennya update sosial media (sosmed) walaupun tengah berada di balik jeruji besi.
Sebelumnya Tom Lembong telah divonis 4 tahun 6 bulan penjara, dan pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan, dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, dalam kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016, Jumat (18/7/2025).
Majelis hakim menyatakan Tom bersalah melanggar UU Perdagangan dan Permendag Nomor 117 Tahun 2015, karena memberikan izin impor gula yang bukan termasuk kebutuhan pokok tanpa prosedur koordinasi yang sah.
Hakim menilai kebijakan tersebut memperkaya pengusaha swasta dan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 194,72 miliar, lebih kecil dibanding perhitungan jaksa.
Kasus ini melalui proses yang panjang, mulai dari penyidikan dan penggeledahan, penetapan tersangka, sidang perdana pada Maret 2025, pembacaan tuntutan pada Juli, hingga vonis pada 18 Juli 2025.
Di tengah menjalani proses tersebut, sesekali pesan hingga informasi dari Tom Lembong muncul di publik, termasuk terunggah di media sosial miliknya.
"Kalau pesan-pesannya lewat surat dititipkan melalui kita, ada juga tim sosmed (Tom Lembong) tersendiri, nanti tinggal perintahnya dia seperti apa, misalkan seperti 'tolong upload surat ini atau catatan tangan ini'," ungkap, Zaid Mushafi, Kuasa Hukum Tom Lembong, saat hadir dalam acara Overview Tribunnews, Rabu (23/7/2025).
Termasuk unggahan sosial media terbaru Tom Lembong, sebuah catatan bertulis tangan, diupload di instagram miliknya @tomlembong, Rabu (23/7/2025).
"Terima kasih yang tak terhingga atas dukungan dan pesan-pesan menyemangati yang luar biasa dari Ibu-Bapak semuanya. Begitu banyak kebaikan yang saya alami sepanjang pengalaman buruk ini, membuat saya semakin yakin pada yang sudah saya percayai dari dulu, yaitu bahwa Bangsa Indonesia itu sebenarnya Bangsa yang terbaik di dunia. -Tom."
Zaid pun menjelaskan penyataan Tom yang menyebut 'bahwa Bangsa Indonesia itu sebenarnya Bangsa yang terbaik di dunia', adalah ungkapan hati Tom tersendiri.
"Beberapa kali obrolan di dalam ruang sidang dan pada saat saya menjenguk di tahanan disebutkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan luar biasa karena dari sumber daya alam dan sumber daya manusia, bangsa ini tidak kekurangan orang pintar, dengan dua modal tadi betapa sangat mencintainya dia terhadap Indonesia, makanya dia pilih untuk kembali ke Indonesia dan mengabdi," lanjut Zaid.
Baca juga: Apa Itu Mens Rea? Istilah Hukum dalam Kasus Tom Lembong dan Populer Dipakai Pandji Pragiwaksono
Tom Lembong Ajukan Banding
Zaid juga mengungkapkan kliennya telah resmi mengajukan banding ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Selasa (22/7/2025).
Pengajuan banding yang dilakukan setelah pihaknya menilai pertimbangan putusan hakim saat menjatuhkan vonis terhadap kliennya, tidak sesuai fakta persidangan.
"Kami akan resmi memasukan pernyataan banding atas putusan Pak Tom Lembong di mana kita sudah mendengar pertimbangan-pertimbangan majelis hakim dan tentu secara nalar hukum dan didasarkan dalam pembuktian fakta persidangan tidak sesuai," katanya di PN Jakarta Pusat.
Zaid lalu membeberkan beberapa kejanggalan dalam putusan hakim terhadap Tom Lembong yang akan dituangkan dalam memori banding.
Contohnya, Tom Lembong sebenarnya tidak ada niat jahat atau mens rea saat menerbitkan kebijakan impor gula saat masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) di era kepemimpinan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) jilid I.
"Tapi Pak Tom dalam putusan pertama itu dikatakan secara bersama-sama melakukan tindak pidana. Bagaimana sebuah tindak pidana terjadi bersama-sama kalau Pak Tom-nya sendiri tidak kenal dengan dan tidak pernah berkomunikasi baik sebelum, pada saat, atau setelah menjabat sebagai menteri," jelas Zaid.
Kasus Tom Lembong Dianggap Perkara Tak Lazim
Pengacara senior sekaligus ahli hukum pidana, Suhandi Cahaya, menyebut kasus Tom Lembong sebagai perkara yang tak lazim.
Menurut Suhandi, yang juga merupakan ahli hukum Mahkamah Konstitusi dari IBLAM School of Law Jakarta, vonis yang diberikan kepada Tom Lembong tersebut tidak mencerminkan keadilan hukum karena Tom dinilai tidak terbukti menikmati hasil dari tindak pidana yang didakwakan.
Menurut Suhandi, fakta persidangan menunjukkan bahwa Tom Lembong tidak menerima hadiah atau janji dari pihak ketiga seperti PT PPI, Induk Koperasi, atau perusahaan gula lainnya.
"Ini sangat tidak lazim. Korupsi umumnya dilakukan untuk keuntungan pribadi. Jika tidak ada imbalan, baik langsung maupun tidak langsung, maka motif jahatnya patut dipertanyakan,” kata Suhandi, Kamis (17/7/2025).
Menurut Suhandi, jika terdakwa terbukti tidak menikmati hasil dari tindak pidana korupsi, majelis hakim sepatutnya mengeluarkan putusan lepas atau onslag van rechtvervolging.
"Dalam yurisprudensi Mahkamah Agung, apabila pelaku tidak ada keuntungan untuk diri sendiri maka hakim harus memutuskan bebas atau onslag," lanjut Suhandi.
Lantas, apa itu putusan onslag?
Menurut Lilik Mulyadi dalam bukunya Hukum Acara Pidana, terbitan PT Citra Aditya Bakti (Bandung 2007), onslag van rechtvervolging merupakan putusan lepas, yakni segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan jaksa/penuntut umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat atau hukum dagang.
Sementara mengutip polri.go.id, putusan onslag diatur dalam pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang putusan bebas dan putusan lepas.
Berbunyi:
(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.
(2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati, Yohannes Liestyo)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.