Hutan Mangrove di Indonesia Rata-rata Mampu Menyerap 52,85 Ton Karbon Dioksida per Hektare
Indonesia sebagai pemilik hutan mangrove terluas di dunia, kini memiliki landasan hukum yang kuat untuk mengoptimalkan potensi "karbon biru"
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (PPEM) disebut tidak hanya berfokus pada konservasi, tetapi juga menyoroti peran krusial mangrove dalam mitigasi perubahan iklim global.
Indonesia, sebagai pemilik hutan mangrove terluas di dunia, kini memiliki landasan hukum yang kuat untuk mengoptimalkan potensi "karbon biru" dari ekosistem vital ini.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Denny Nugroho Sugianto, menjelaskan, mangrove adalah penyerap dan penyimpan karbon yang sangat efisien.
"Karbon biru adalah karbon yang tersimpan di ekosistem pesisir dan laut, termasuk mangrove. Mangrove mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar pada komponen tumbuhan dan sedimen di bawahnya," terang Denny dikutip Selasa (22/7/2025).
Data menunjukkan hutan mangrove di Indonesia rata-rata mampu menyerap 52,85 ton CO2/hektare/tahun, angka ini dua kali lebih tinggi dibandingkan estimasi global (26,42 ton CO2/hektare/tahun).
CO2 adalah singkatan dari karbon dioksida, sebuah senyawa kimia yang terdiri dari satu atom karbon dan dua atom oksigen (CO2).
Dengan luas sekitar 3,3 juta hektare, hutan mangrove Indonesia memiliki potensi penyerapan karbon mencapai 170,18 Mt CO2/tahun.
Ini menjadikan mangrove sebagai aset strategis dalam upaya Indonesia mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) dalam Persetujuan Paris.
"Setiap 1 hektare mangrove dapat menyerap sekitar 39,75 ton CO2/hektar/tahun, setara dengan emisi 59 motor per tahun atau pembakaran 1,6 juta batang rokok per hari. Ini menunjukkan betapa besar kontribusi mangrove dalam mengurangi emisi karbon di atmosfer," papar Denny yang bergelar Profesor bidang keahlian Fisika Oseanografi.
Namun, Denny juga mengingatkan bahwa mangrove bisa menjadi "sink" (penyerap/penyimpan) sekaligus "source" (sumber) karbon.
"Ketika mangrove rusak atau ditebang sembarangan, karbon yang tersimpan di dalamnya akan teremisikan kembali ke atmosfer, memperparah dampak perubahan iklim," tegasnya.
PP 27/2025 secara eksplisit memasukkan "penyimpanan dan penyerapan karbon" sebagai salah satu bentuk pemanfaatan pada Ekosistem Mangrove dengan fungsi lindung.
Hal ini membuka peluang bagi pengembangan skema ekonomi karbon dan insentif bagi masyarakat yang berkontribusi dalam menjaga dan merestorasi mangrove.
Regulasi ini juga menekankan pentingnya pengelolaan mangrove berbasis ilmiah, termasuk pendekatan ekosistem, adaptasi berbasis ekosistem, dan solusi berbasis alam.
Baca juga: Air Semakin Langka, Mangrove Jadi Tameng Terakhir Waduk Manggar Balikpapan
Dengan demikian, upaya perlindungan dan pengelolaan mangrove tidak hanya akan menjaga keanekaragaman hayati dan ketahanan pesisir, tetapi juga secara signifikan berkontribusi pada agenda mitigasi dan adaptasi perubahan iklim nasional dan global.
Teknologi CCUS Berperan Kurangi Emisi Karbon Tapi Butuh Keselarasan Regulasi |
![]() |
---|
Total Transaksi Kredit Karbon di Penyelenggaraan AIGIS 2025 Setara 150 Ton CO2e |
![]() |
---|
Edena Capital Percepat Realisasi Bursa STO Pertama di Mesir |
![]() |
---|
Mesin Daur Ulang di BCA Expo 2025 Kurangi Emisi Karbon 18,1 Ton |
![]() |
---|
Dukung Pelabuhan Ramah Lingkungan, Investor Tinjau Pembangunan Fasilitas OPS PT EPI di Tanjung Priok |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.